Sabtu, 16 Agustus 2025

FIKIH HORMAT BENDERA

Hormat bendera yg masyhur dilakukan, sebagai bentuk penghormatan terhadap simbol negara. Begitupun di negeri kita Indonesia. Ketika merah putih dikibarkan, maka sebagai bentuk penghormatan, masyarakat meletakkan tangan kanan di atas pelipis kanan.

Lantas dari sudut pandang fikih Islam, bagaimana hukum mengangkat tangan dan hormat bendera semacam ini ? 

Jika kita lihat, mengangkat tangan sebagai bentuk penghormatan semacam ini, masuk dalam ranah adat kebiasaan. Tidak ada unsur ubudiyyah (ibadah) sama sekali. Dimana, sudah masyhur adanya di semua bagian dunia, ini adalah bentuk menghormati simbol negara, dan bukan bentuk ibadah dari sudut pandang manapun.

Dalam Al-Qowāid Al-Fiqhiyyah wa Tathbīqōtiha fil Madzāhib Al-Arba'ah (2/769) ;


هي الاستمرار على شيء مقبول للطبع السليم، والمعاودة إليه مرة بعد أخرى، وتصبح بتكرارها ومعاودتها معروفة مستقرة في النفوس والعقول، ومتلقاة بالقبول

"Adat adalah keberlanjutan atas suatu perbuatan yg diterima oleh tabiat manusia, dan terulang berkali-kali, hingga hal tersebut menjadi sesuatu yg dimaklumi secara akal."


Maka, hukum adat kebiasaan ini adalah mubāh (boleh dilakukan). Kecuali jika ada landasan secara syariat yg menunjukkan hal tersebut adalah terlarang. As-Sa'di menyampaikan;


الأصل في عادتنا الإباحة ~ حتى يجيء صارف الإباحة

"Hukum asal dalam adat adalah mubah ~ Hingga datang pengalih hukum mubah."


***

Jika ada yg menyatakan, hormat bendera ini terlarang, karena disitu ada sisi ta'dzīm (penghormatan). Yg mana ta'dzīm muncul dengan bentuk ketundukan (tadzallul), sedang hal semacam ini tidak boleh diberikan kepada selain Allah Ta'ala !


Maka kita sampaikan, berarti kesimpulan ini diambil dari sebuah silogisme. Dimana premis mayornya (muqoddimah kubro); "hormat bendera adalah ta'dzim", premis minornya (muqoddimah sughro); "setiap bentuk ta'dzim tidak boleh diberikan kepada selain Allah". Kesimpulannya, hormat bendera tidak boleh karena ta'dzim kepada selain Allah.


Maka ini kesimpulan keliru, karena premis yg salah, yaitu "setiap bentuk ta'dzim tidak boleh diberikan kepada selain Allah." Buktinya, tidak ada masalah orang mengeskpresikan bentuk ta'dzim kepada ulama dengan berdiri ketika dia datang, atau dengan mencium keningnya, atau mencium tangannya. Dan ini semua diperbolehkan. Kalau seandainya dengan premis yg disebutkan, semua bentuk ta'dzim ini pun harusnya dilarang.


***

Jika dikatakan juga, bahwa hormat bendera adalah bid'ah, sedangkan hadits yg shahih menyebut jelas;

إياكم و محدثات الأمور فإن كل بدعة ضلالة

"Hati-hati kalian dari perkara baru, sungguh setiap bid'ah adalah kesesatan."


Maka kita katakan, bid'ah yg terlarang adalah bid'ah dalam ibadah. Sedangkan sudah kita jelaskan tadi, bahwa hormat bendera bukan ibadah. Dan tidak ada alim yg berakal pun menyatakan bahwa bid'ah dalam masalah adat juga terlarang. Jika tidak, alat transportasi, alat komunikasi, dan selainnya, harusnya terlarang juga. Dan tidak ada seorang berakal pun yg akan menyatakan ini ?!


***

Kesimpulan dari pembahasan ini, bahwa hormat bendara adalah sebuah adat yg hukumnya mubah. Tidak terlarang secara asal dari sudut pandang fikih Islam. Wallahu ta'ala a'lam.


***

Malang, 17 Agustus 2025

Danang Santoso

Tidak ada komentar:

Posting Komentar