Al-Qurthūbi dalam tafsirnya menyatakan;
Termasuk di dalamnya adalah, pemanfaatan lahan untuk pertambangan sumber daya alam. Maka hukum asalnya adalah mubah, namun dengan beberapa syarat;
Pertama, tidak memberikan kemudharatan kepada penduduk sekitar, baik secara langsung ataupun tidak langsung.
Secara langsung, seperti tempat galian tambang yg sangat dekat dengan rumah warga. Yg berkemungkinan tanahnya longsor beserta rumah yg ada di dekatnya.
Secara tidak langsung, seperti dengan pencemaran terhadap sumber daya penduduk, seperti air. Sehingga tidak bisa dimanfaatkan lagi.
Jika tidak terpenuhi syarat ini, maka hukum tambang adalah haram. Karena hadits yg masyhur;
Kedua, tidak memberikan kemudaratan kepada hewan-hewan yg ada disekitar tempat tersebut. Maka, harus ada relokasi atau perlindungan bagi satwa yg ada disana. Tidak boleh mereka dibiarkan mati begitu saja. Jika tidak, maka haram hukumnya. Dalam hadits yg marfu' disebutkan;
Al-Khotthōbiy dalam Ma'ālimus Sunan Syarh Abu Dawud (4/289) menyatakan;
Dalam hadits lain lebih jelas, disebutkan;
[ HR.Ahmad & An-Nasai, dishahihkan oleh Al-Hakim ]
Oleh karenanya, para fuqoha memperhatikan nyawa dari makhluk Allah (hayawān muhtarom), tidak dibiarkan mati begitu saja. Bahkan, orang tidak boleh wudhu jika airnya digunakan untuk minum hewan yg akan mati kehausan.
Ketiga, tidak boleh melakukan aktifitas tambang habis-habisan, tanpa ada upaya untuk perbaikan alam yg sudah rusak. Jika tidak, maka aktifitas tambang semacam ini makruh dilakukan. Karena Allah Ta'ala melarang melakukan pengrusakan di bumi;
Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda;
Oleh karenanya, para fuqoha memakruhkan aktifitas-aktifitas yg berkonotasi "merusak" lingkungan. Seperti buang air di bawah pohon, buang air di air sumber air yg menggenang, berlebihan dalam penggunaan air untuk bersuci, dan lainnya.
Keempat, pemilik tambang jika dia muslim, wajib membayar zakat tambang; jika tambang tersebut adalah tambang emas dan perak. Dan jika bukan tambang emas atau perak, dia wajib membayar zakat perniagaan.
Zakat tambang, dikeluarkan 2,5 % dari hasil tambang, ketika jumlah perolehan tambang sudah mencapai nishob. Untuk emas, nishobnya 85 gr. Untuk perak, nishobnya 595 gr. Maka misal dalam sehari, tambang emasnya berhasil mengeruk 45 gr, maka setiap dua hari sekali, dia keluarkan zakatnya.
Jika tambang non emas & perak, maka setiap akhir tahun, dihitung jumlah aset dagang + uang niaga, lalu dikeluarkan 2,5 % dari keseluruhan. Wallahu Ta'ala A'lam.