Jumat, 14 Mei 2021

,
Tradisi nyawal atau puasa Syawwal merupakan tradisi yang disunnahkan oleh Nabi shallallahu alaihi wa sallam. Dalam riwayat disebutkan :

عَنْ أَبِي أَيُّوبَ الْأَنْصَارِيِّ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ، أَنَّهُ حَدَّثَهُ، أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: «مَنْ صَامَ رَمَضَانَ ثُمَّ أَتْبَعَهُ سِتًّا مِنْ شَوَّالٍ، كَانَ كَصِيَامِ الدَّهْرِ»

" Dari Abu Ayyub Al-Anshori radhiyallah anhu bahwa Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda (( Barangsiapa yang puasa Ramadhan kemudian mengikuti dengan puasa 6 hari dari bulan Syawwal maka seperti puasa setahun penuh ))."
[ Shahīh Muslim, Imam Muslim, (2/822) ]

Maksud dari enam hari dari bulan Syawwal ini adalah di hari apapun dan manapun selama itu masih dalam Syawwal. Karena lafadz mīn dalam hadits adalah littab'īdh (untuk pennyebutan pembagian) tanpa ada tahdīd (pembatasan tertentu). Akan tetapi yang utama adalah dilaksankan langsung sejak tanggal 2 Syawwal secara urut hingga tanggal 7 Syawwal. Dalam Fiqh Manhaji disebutkan :

والأفضل تتابعها عقب عيد الفطر مباشرة، ولكن لا يشترط، بل تحصل السنة بصيامها متفرقات

" Yang utama dikerjakan secara berkesinambungan selepas Idul Fitri langsung. Akan tetapi ini bukan syarat, bahkan pahala ini pun bisa didapat walau puasanya dipisah-pisah harinya."
[ Al-Fiqh Al-Manhajī 'ala Madzhab Al-Imam Asy-Syāfi'i, Majmū'ah min Al-Muallifīn, (2/100) ]

Menggabungkan Niat Qodho & Puasa Syawwal

Adapun bagi orang yang memiliki hutang puasa, dan mengqodhonya di bulan Syawwal, para ahli fiqh madzhab Syafi'i berbeda pendapat. Ada yang mengatakan tidak bisa digabungkan niatnya; dalam artian kalau niat qodho puasa hanya niat qodho saja. Tidak bisa digabungkan dengan niat puasa sunnah Syawwal. Akan tetapi sebagian ulama berpendapat boleh saja menggabungkan niatnya, dan mendapat pahala puasa sunnah, tapi tidak mendapatkan pahala puasa satu tahun penuh. Diantaranya ucapan Al-Khathīb Asy-Syirbīni :

وَلَوْ صَامَ فِي شَوَّالٍ قَضَاءً أَوْ نَذْرًا أَوْ غَيْرَ ذَلِكَ، هَلْ تَحْصُلُ لَهُ السُّنَّةُ أَوْ لَا؟ لَمْ أَرَ مَنْ ذَكَرَهُ، وَالظَّاهِرُ الْحُصُولُ. لَكِنْ لَا يَحْصُلُ لَهُ هَذَا الثَّوَابُ الْمَذْكُورُ خُصُوصًا

" Barangsiapa yang berpuasa qodho atau nadzar di bulan Syawwal, apakah mendapatkan pahala sunnah puasa Syawwal ? Saya belum mendapati seorang yang menyebutkannya, dan yang tampak adalah iya (mendapatkan pahala puasa sunnah Syawwal). Akan tetapi untuk pahala khususnya (seperti puasa setahun penuh) dia tidak mendapatkannya."
[ Mughni Al-Muhtāj ilā Ma'rifati Alfādz Al-Minhāj, Al-Khathīb Asy-Syirbīni, (2/184) ]

Juga berkata Syamsuddīn Ar-Romli :

وَلَوْ صَامَ فِي شَوَّالٍ قَضَاءً أَوْ نَذْرًا أَوْ غَيْرَهُمَا أَوْ فِي نَحْوِ يَوْمِ عَاشُورَاءَ حَصَلَ لَهُ ثَوَابُ تَطَوُّعِهَا كَمَا أَفْتَى بِهِ الْوَالِدُ 

" Kalau seorang puasa qodho atau nadzar di hari Asyuro, maka dia mendapatkan pahala puasa sunnah Asyuro juga, sebagaimana fatwa ayah kami."
[ Nihāyah Al-Muhtāj ilā Syarh Al-Minhāj, Syamsuddin Ar-Romli, (3/208) ]

Tapi yang lebih afdhol adalah dengan niat masing-masing di hari yang berbeda. Laksanakanlah puasa Syawwal dahulu, baru qodho. Ini jika batal Ramadhannya karena udzur. Namun jika Ramadhannya batal tanpa udzur, maka dimakruhkan puasa Syawwal. Berkata Ibnu Hajar Al-Haitami :

وَقَضِيَّةُ الْمَتْنِ نَدْبُهَا حَتَّى لِمَنْ أَفْطَرَ رَمَضَانَ وَهُوَ كَذَلِكَ إلَّا فِيمَنْ تَعَدَّى بِفِطْرِهِ؛ لِأَنَّهُ يَلْزَمُهُ الْقَضَاءُ فَوْرًا بَلْ قَالَ جَمْعٌ مُتَقَدِّمُونَ يُكْرَهُ لِمَنْ عَلَيْهِ قَضَاءُ رَمَضَانَ

" Dan ungkapan dalam matan (baca : Minhajut Thalibin) disunnahkan puasa Syawwal meski bagi orang yang tidak puasa Ramadhan, dan memang demikian. Kecuali orang yang tidak puasa Ramadhan tanpa ada udzur; karena wajib baginya qodho sesegera mungkin. Bahkan sebagian ahli fiqh terdahulu mengatakan dimakruhkan bagi orang yang punya hutang puasa."
[ Tuhfatul Muhtāj fī Syarhil Minhāj wa Hawāsyi Asy-Syarwāni wal 'Abbādi, Ibn Hajar Al-Haitami, (3/457)]

Menggabungkan Puasa Sunnah Lain dengan Syawwal

Bolehnya saja kita menggabungkan niat keduanya, dengan menambil pendapat Al-Khathīb Asy-Syirbīni & Ar-Romli sebagaimana yang sudah kami nukil di atas. Maka misalnya puasa Syawwal bertepatan dengan hari kamis, maka kita niatkan puasa Syawwal dan puasa Kamis. Atau ingin puasa Dawud, maka silahkan puasa berturut-turut selama 6 hari, kemudian disetiap rentang 1 hari niatnya ditambah puasa Dawud. Ini semua tentu yang lebih afdhol adalah dengan puasa dengan niat sendiri-sendiri. Untuk mendapatkan keutamaan masing-masing puasa tersebut.

Wallahu A'lam.

Jombang, 3 Syawwal 1442 H
Abu Hārits Al-Jāwi

Rabu, 12 Mei 2021

,
Seringkali kita dapati di beberapa tempat murottal Al-Quran diputar. Mungkin di pertokoan, di kantor, atau di kamar ketika hendak tidur. Maka kita katakan yang utama tentu ketika lantunan Al-Quran diperdengarkan, kita berusaha untuk mendengarkannya. Tujuannya adalah untuk mentadabburi makna yang dikandungnya. Akan tetapi juga bisa digunakan saran dalam mendapatkan keberkahan Allah Ta'ala. Dengan membunyikan senandung ayat-ayat Allah. Maka jika tidak bisa mendengarkan dengan sempurna, tapi ada semangat untuk senantiasa dekat dengan Al-Quran pun tidak mengapa.

Maka bagaimana dengan firman Allah Ta'ala berikut :

وَإِذَا قُرِئَ ٱلۡقُرۡءَانُ فَٱسۡتَمِعُواْ لَهُۥ وَأَنصِتُواْ لَعَلَّكُمۡ تُرۡحَمُونَ

"Dan apabila dibacakan Al-Qur`ān, maka dengarkanlah dan diamlah, agar kamu mendapat rahmat.”
[ Surat Al-A'raf : Ayat 204 ]

Secara zhahir ayat di atas jelas melarang seseorang untuk tidak lalai dari bacaan Al-Quran yang didengarkannya. Dan ini pun bersifat umum. Maka sebagian ulama berpendapat bahwa tidak boleh memutar kaset murattal jika seseorang tidak mau mendengarkannya secara seksama.

Maka kita katakan, hal ini memang benar. Akan tetapi bukan berarti terlarang juga seseorang memutar murottal ketika tidak bisa mendengarkan secara seksama. Karena maksud dari larangan ayat di atas adalah ketika shalat. Dalam pendapat lain adalah ketika khutbah. Maka para pendengar harus mendengarkannya. Demikian yang disebutkan oleh Imam Ahli Tafsir Abu Ja'far Ath-Thabari (w.310 H) dalam tafsirnya. Beliau berkata :

ثم اختلف أهل التأويل في الحال التي أمر الله بالاستماع لقارئ القرآن إذا قرأ والإنصات له.
فقال بعضهم: ذلك حال كون المصلي في الصلاة خلف إمام يأتمّ به, وهو يسمع قراءة الإمام، عليه أن يسمع لقراءته ... وقال آخرون: بل عُني بهذه الآية الأمر بالإنصات للإمام في الخطبة إذا قرئ القرآن في خطبة

" Kemudian para ahli tafsir berbeda pendapat tentang kondisi dimana Allah memerintahkan untuk memperhatikan dan diam terhadap bacaan Al-Quran yang dibacakan seorang qōri. Sebagian berkata maksudnya adalah ketika seorang yg shalat di belakang imam yang dia bermakmum padanya, dan dia mendengar bacaan Al-Qurannya. Maka dia harus memperhatikan bacaan imam . . . Sebagian ulama berkata : hal itu adalah ketika seorang imam membacakan Al-Quran dalam khutbahnya."
[ Jāmi'ul Bayān 'an Takwīl Āyil Qur'ān, Muhammad ibn Jarīr Ath-Thābari ]

Kesimpulannya, boleh memutar murottal meski tidak mendengarkan dengan seksama (misal dengan disambi aktifitas kerja lain). Akan tetapi yang utama tentu dengan memperhatikan secara seksama.

Wallahu Ta'ala A'lam.


Mojokerto, 1 Syawwal 1442 H
Abu Hārits Al-Jāwi
,
KHUTBAH PERTAMA

الله أكبر الله أكبر، الله أكبر الله أكبر، الله أكبر الله أكبر، الله أكبر الله أكبر، الله أكبر.
الحمد لله الرحيمِ الغفَّار المَرجوِّ ثوابُه، العزيزِ الجبَّار المَخشيِّ عذابه، المتكبِّرِ القهَّار المَرهوبِ عقابُه، الجوادِ الكريم الذي شمِل العالَمين إنعامُه، وعمَّ جميعَ المخلوقين إكرامُه، وأشهد أنْ لا إله إلا الله وحده لا شريك له، وأشهد أنَّ محمدًا عبده ورسوله، الموصوف بالخلق العظيم، والرحمة بالمؤمنين، والرِّفق واللِّين، فصلَّى الله وسلَّم وبارك عليه وعلى آل بيته وأصحابه ما لَاح هِلالٌ وأنوَر، وطلع الصُّبحُ وأسْفَر.

Segala puji Allah Rabb yang telah menyempurnakan nikmat para hamba-Nya. Dengan diturunkannya Al-Quran, diutusnya Rasulillah shallallahu alaihi wa sallam, dan ajaran Islam. Shalawat serta salam terhaturkan kepada panutan kitab Rasulillah Muhammad shallallahu alaihi wa sallam. Dan bertaqwalah kepada Allah Ta'ala wahai kaum muslimin, dalam segala waktu dan ruang.

Ketika Allah Ta'ala mewajibkan kepada hamba-Nya untuk beribadah kepada-Nya. Maka Allah juga meminta kepada mereka untuk berdzikir dan mengingat-Nya setelah ibadah tersebut selesai dilaksanakan. Contohnya shalat. Allah Ta'ala berfirman ;

فَإِذَا قَضَيۡتُمُ ٱلصَّلَوٰةَ فَٱذۡكُرُواْ ٱللَّهَ قِيَٰمٗا وَقُعُودٗا وَعَلَىٰ جُنُوبِكُمۡۚ فَإِذَا ٱطۡمَأۡنَنتُمۡ فَأَقِيمُواْ ٱلصَّلَوٰةَۚ إِنَّ ٱلصَّلَوٰةَ كَانَتۡ عَلَى ٱلۡمُؤۡمِنِينَ كِتَٰبٗا مَّوۡقُوتٗا

"Selanjutnya, apabila kamu telah menyelesaikan salat(mu), ingatlah Allah ketika kamu berdiri, pada waktu duduk dan ketika berbaring. Kemudian, apabila kamu telah merasa aman, maka laksanakanlah salat itu (sebagaimana biasa). Sungguh, salat itu adalah kewajiban yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman."
[ Surat An-Nisa' : Ayat 103 ]

Dan juga haji. Dimana Allah Ta'ala berfirman ;

فَإِذَا قَضَيۡتُم مَّنَٰسِكَكُمۡ فَٱذۡكُرُواْ ٱللَّهَ كَذِكۡرِكُمۡ ءَابَآءَكُمۡ أَوۡ أَشَدَّ ذِكۡرٗاۗ فَمِنَ ٱلنَّاسِ مَن يَقُولُ رَبَّنَآ ءَاتِنَا فِي ٱلدُّنۡيَا وَمَا لَهُۥ فِي ٱلۡأٓخِرَةِ مِنۡ خَلَٰقٖ

"Apabila kamu telah menyelesaikan ibadah haji, maka berzikirlah kepada Allah, sebagaimana kamu menyebut-nyebut nenek moyang kamu, bahkan berzikirlah lebih dari itu. Maka di antara manusia ada orang yang berdoa, "Ya Tuhan kami, berilah kami (kebaikan) di dunia," dan di akhirat dia tidak memperoleh bagian apa pun."
[ Surat Al-Baqarah : Ayat 200 ]

Dan juga bentuk ibadah yang besar adalah berdakwah. Dimana Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam diperintahkan untuk bertasbih dan istighfar setelah Fathu Makkah; simbol keberhasilan dakwah Islam yang diusung oleh Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam dan para sahabatnya. Yang semua itu tersebut dalam surat An-Nashr.

Termasuk juga apa yang kita laksanakan sejak kemarin malam hingga pagi ini. Yaitu bertakbir dan memuji Allah Ta'ala setelah ibadah yang mulia; puasa di bulan Ramadhan. Allah Ta'ala berfirman :

وَلِتُكۡمِلُواْ ٱلۡعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُواْ ٱللَّهَ عَلَىٰ مَا هَدَىٰكُمۡ وَلَعَلَّكُمۡ تَشۡكُرُونَ

"... Hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, agar kamu bersyukur."
[ Surat Al-Baqarah : Ayat 185 ]

Apakah hikmahnya ? Maka diantara hikmahnya adalah bahwasanya dzikir kepada Allah adalah bentuk penyempurnaan ibadah yang sudah kita lakukan. Dalam menjalankan ibadah kepada Allah, tentu tidak maksimal sebagaimana yang diperintahkan dan diminta. Sering kali dalam ibadah kita tidak laksanakan seluruh sunnah-sunnahnya. Sering hilang rasa khusyuk dan rasa ikhlas. Disitulah dzikir, istighfar, dan memuji Allah Ta'ala sebagai penyempurna ibadah.

Demikian pula ibadah puasa yang sudah kita jalankan selama sebulan penuh. Mungkin kita tidak makan dan minum, akan tetapi masih ada dosa yang kita lakukan. Ada lisan yang menyakiti saudara kita. Ada waktu yang terbuang sia-sia. Maka untuk menyempurnakan ibadah puasa kita, Allah memerintahkan kita untuk bertakbir, memuji, dan berdzikir. Sehingga harapannya, ketika ibadah ini sudah sempurna, kita menjadi golongan hamba yang Allah Ta'ala terima amalnya. Sebagaimana yang Allah Ta'ala firmankan ;

أُوْلَٰٓئِكَ ٱلَّذِينَ نَتَقَبَّلُ عَنۡهُمۡ أَحۡسَنَ مَا عَمِلُواْ وَنَتَجَاوَزُ عَن سَيِّـَٔاتِهِمۡ فِيٓ أَصۡحَٰبِ ٱلۡجَنَّةِۖ وَعۡدَ ٱلصِّدۡقِ ٱلَّذِي كَانُواْ يُوعَدُونَ

" Mereka itulah orang-orang yang Kami terima amal baiknya yang telah mereka kerjakan, dan (orang-orang) yang Kami maafkan kesalahan-kesalahannya, (mereka akan menjadi) penghuni-penghuni surga. Itu janji yang benar yang telah dijanjikan kepada mereka."
[ Surat Al-Ahqaf : Ayat 16 ]

أقول قولي هذا و أستغفر الله لي و لكم

KHUTBAH KEDUA

الله أكبر الله أكبر، الله أكبر الله أكبر، الله أكبر الله أكبر، الله أكبر.
الحمد لله مُعيدِ الجُمعِ والأعياد، ومُبيدِ الأُمَمِ والأجناد، وجامعِ الناس ليومٍ لا ريبَ فيه، والصلاة والسلام على عبده ورسوله المفضَّل على جميع العِباد، وعلى آله وأصحابه ومَن تبعَهم بإحسان إلى يوم الحشر والتًّناد.

 عباد الله اتقوا الله حق تقاته و لا تموتن إلا و أنتم مسلمون

Maka pada kesempatan yang mulia dan penuh barokah ini. Kita berdoa kepada Allah Ta'ala agar menerima amal-amal yang telah kita amalkan selama Ramadhan ini.

إن الله و ملائكته يصلون على النبي يآيها الذين آمنوا صلوا عليه و سلموا تسليما. اللهم صلوا على محمد و على آل محمد و الحمد لله رب العالمين.

اللهم اغفر للمسلمين و المسلمات و المؤمنين و المؤمنات الأحياء منهم و الأموات إنك قريب مجيب الدعوات يآ قاضي الحاجات.

اللهم تقبل منا صيامنا و قيامنا و ركوعنا و سجودنا و تلاوتنا و تضرعنا و تخشعنا يا رب العالمين.

اللهم اجعل خير عملنا خواتمه و اجعل أفرح أيامنا يومَ نلقاك يا رب العالمين.

ربنا آتنا في الدنيا حسنة و في الآخرة حسنة و قنا عذاب النار.

و صلى الله على سيدنا و مولانا محمد و على آله و صحبه أجمعين.

و السلام عليكم و رحمة الله و بركاته


Jombang, 1 Syawwal 1442 H
Abu Harits Al-Jawi

Kamis, 06 Mei 2021

,

 


1. Menghidupkan Malam Dengan Ibadah

Sebagaimana dalam riwayat disebutkan :

عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا، قَالَتْ: «كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا دَخَلَ العَشْرُ شَدَّ مِئْزَرَهُ، وَأَحْيَا لَيْلَهُ، وَأَيْقَظَ أَهْلَهُ»

“ Dari Aisyah radhiyallahu anha dia berkata : (( Adalah Nabi shallallahua alaihi wa sallam jika masuk 10 hari terakhir bulan Ramadhan maka beliau kencangkan tali sarungnya, menghidupkan malamnya, dan membangunkan keluarganya )).”

[ HR. Bukhari ]

Diantara amalan-amalan dalam menghidupkan malam 10 hari terakhir adalah ;

            a. Shalat Tarawih dan Shalat Malam

Sebagaimana dalam hadits Abu Hurairah radhiyallahu anhu, telah bersabda Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam :

مَنْ قَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا، غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ

“ Barangsiapa yang berdiri (untuk shalat pada bulan) Ramadhan karena iman dan mengharap pahala maka akan diampuni baginya apapun yang telah berlalu dari dosa-dosanya.”

[ HR. Bukhari ]

            b. Memperbanyak Doa & Dzikir

عَنْ عَائِشَةَ، قَالَتْ: قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللهِ أَرَأَيْتَ إِنْ عَلِمْتُ أَيُّ لَيْلَةٍ لَيْلَةُ القَدْرِ مَا أَقُولُ فِيهَا؟ قَالَ: قُولِي: اللَّهُمَّ إِنَّكَ عُفُوٌّ تُحِبُّ الْعَفْوَ فَاعْفُ عَنِّي

“ Dari Aisyah radhiyallahu anha ; aku bertanya : Wahai Rasulullah, apa pendapat anda jika saya mengetahui sebuah malam adalah lailatul qadar. Apa yang saya baca ? Beliau menjawab (( Ucapkan : Allahumma innaka ‘afuwwun tuhibbul ‘afwa fa’fu ‘anni )).”

[ HR. Tirmidzi dan ini lafadznya, Ibnu Majah, Al-Baihaqi dan lainnya, berkata Tirmidzi : hadits hasan shahih ]

2. I’tikaf

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا، قَالَ: «كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَعْتَكِفُ العَشْرَ الأَوَاخِرَ مِنْ رَمَضَانَ»

“ Dari Abdullah ibn Umar radhiyallahu anhuma berkata : (( Adalah Nabi shallallahu alaihi wa sallam beliau beri’tikaf pada sepuluh hari terakhir di bulan Ramadhan )).”

[ HR. Bukhari ]

3. Membaca Al-Qur’an

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ، قَالَ: «كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَجْوَدَ النَّاسِ، وَكَانَ أَجْوَدُ مَا يَكُونُ فِي رَمَضَانَ حِينَ يَلْقَاهُ جِبْرِيلُ، وَكَانَ يَلْقَاهُ فِي كُلِّ لَيْلَةٍ مِنْ رَمَضَانَ فَيُدَارِسُهُ القُرْآنَ، فَلَرَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَجْوَدُ بِالخَيْرِ مِنَ الرِّيحِ المُرْسَلَةِ»

“ Dari Ibnu Abbas radhiyallahu anhuma berkata : (( Adalah Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam orang yang paling dermawan. Dan beliau lebih dermawan lagi pada bulan Ramadhan ketika Jibril menemuinya. Jibril menemui beliau pada setiap malam Ramadhan dan tadarrus Al-Qur’an bersama Nabi shallallahu alaihi wa sallam. Maka sungguh Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam orang yang paling dermawan dalam sedekah melebihi angin yang berhembus )).”

[ HR. Bukhari dan selainnya ]

4. Bersedekah dan Memberi Makan Orang Puasa

Hal ini sebagaimana yang dijelaskan dalam hadits Ibnu Abbas di atas. Dan juga dalam hadits yang lain yang diriwayatkan oleh Zaid ibn Khalid al-Juhani radhiyallahu anhu bahwa Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda :

مَنْ فَطَّرَ صَائِمًا كَانَ لَهُ مِثْلُ أَجْرِهِ، غَيْرَ أَنَّهُ لاَ يَنْقُصُ مِنْ أَجْرِ الصَّائِمِ شَيْئًا

“ Barangsiapa yang memberi makan berbuka orang yang berpuasa maka baginya seperti pahala orang yang berpuasa tersebut tanpa mengurangi dari pahala orang yang berpuasa tersebut sedikitpun.”

[ HR. Tirmidzi dan ini lafadznya, Ibnu Majah, Al-Baihaqi dan lainnya. Berkata Tirmidzi : hadits hasan shahih ]