Rabu, 17 Agustus 2022

,
Imam Syafii menyampaikan dalam syairnya;

كُلُّ العُلُومِ سِوَى القُرْآنِ مَشْغَلَة
“Semua ilmu selain al-Qur’an itu hanya kesibukan belaka.”
إِلاَّ الحَدِيْثَ وَ عِلْمَ الفِقْهِ فِي الدِّيْن
“Kecuali hadits dan fiqh dalam agama.”
العلم ما كان فيه حدثنا
“Ilmu adalah yang ada perkataan haddatsana (telah bercerita kepada kami).”
و ما سوى ذاك وسواس الشياطين
“Dan apa yang selain itu adalah was-was setan.”
 
Ada ilmu-ilmu syar’I dengan berbagai macam cabangnya, ada ilmu alam dengan cabangnya, ada ilmu sosial dengan berbagai macam ragamnya. Akan tetapi ilmu di sisi Imam Syafi’I sebagaimana yang beliau sebutkan dalam sya’ir ini adalah ilmu itu ada tiga ; ilmu Al-Quran dengan cabang-cabangnya ( tafsir, qiroah, tajwid dst ), ilmu hadits dengan cabang-cabangnya ( jarh wa ta’dil, ilat hadits, riwayah dst ), dan ilmu fiqh dengan cabang-cabangnya ( usul fiqh dst ). 
Berkata Imam Syafi’i ;

كل العلوم سوى القرآن مشغلة
“Semua ilmu selain al-Qur’an itu hanya kesibukan belaka.”

Disini beliau menafikan segala macam ilmu yang ada dari segi kemanfaatannya ; bahwasanya ilmu-ilmu tersebut tidaklah membawa manfaat bagi orang yang mempelajarinya, kecuali ilmu yang berhubungan dengan Al-Qur’an seperti ilmu asbabun nuzul, nasikh dan mansukh, tafsir Al-Qur’an, dan selainnya. Kemudian beliau mengecualikan dari ilmu Al-Qur’an ilmu yang lain juga ; yaitu ilmu hadit dan fiqh. Beliau lalu melanjutkan syairnya ;

إلا الحديث و علم الفقه في الدين
“Kecuali hadits dan fiqh dalam agama.”

Hadits secara bahasa adalah baru, dan secara istilah ialah segala hal yang disandarkan kepada Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam dari perkataan, perbuatan, keputusan, dan sifat. Termasuk cabang ilmu hadits adalah ilmu jarh wa ta’dil, ilmu isnad, dan selainnya. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda ;

تركت فيكم أمرين لن تضلوا ما تمسكتم بهما؛ كتاب الله و سنة نبيه صلى الله عليه وسلم
“Aku telah tinggalkan untuk kaliabln dua perkara yang mana kalian tidak akan pernah tersesat selama berpegang teguh dengan keduanya ; yaitu kitabullah ( Al-Quran ) dan sunnah nabi-Nya shallallahu alaihi wa sallam.” 
[Lihat Jami’ Bayan Al-Ilmi wa Fadhlihi, Bab Ma’rifat Usul Al-Ilmi wa Haqiqatihi]

Maka seseorang tidak akan mungkin selamat dari kesesatan kecuali dengan mempelajari kedua hal tersebut, karena senjata tidaklah bermanfaat bagi orang yang tidak tahu cara memakainya.

Adapun fiqh secara bahasa adalah pemahaman sebagaimana firman Allah Ta’ala ;

 واحلل عقدة من لساني يفقهوا قولي
“Dan uraikanlah ikatan lisanku agar mereka faqih ( faham ) terhadap ucapanku.” 
[QS Thaha]

Sedangkan secara istilah fiqh adalah ilmu tentang hukum-hukum syar’I yang bersifat amal perbuatan dan ucapan yang didasari atas dalil-dalil yang terperinci. Dan dari ilmu fiqh lahirlah cabang ilmu lainnya seperti ushul fiqh, qawaid fiqhiyyah, dan selainnya. Akan tetapi akan timbul pertanyaan, apakah ilmu selain ketiga ilmu ini memang tidak bermanfaat sama sekali menurut Imam Syafii ? Maka kita nukil ucapan beliau yang lain ;

العلم علمان علم الدين و هو الفقه و علم الدنيا و هو الطب، و ما سواه من الشعر و غيره فعناء و عبث
“Ilmu itu ada dua ; ilmu agama yaitu fiqh, dan ilmu dunia yaitu kedokteran. Adapun selainnya dari ilmu syair dan selainnya maka hanyalah permainan belaka.” 
[Siyar A’lam An-Nubala, Imam Adz-Dzahabi, ( 10/41 )]

Maka Imam Syafii tidaklah memaksudkan bahwa selain tiga ilmu di syair tadi tidak memiliki faedah sama sekali, akan tetapi ketiga ilmu tadi adalah ilmu yang paling mulia dan utama yang Allah Ta’ala puji dan juga rasul-Nya di dalam Al-Qur’an dan hadits. Oleh karenanya adab-adab ilmu yang Imam Syafii sampaikan dalam syair-syairnya di dalam diwan ini adalah yang erat hubungannya dengan ilmu-ilmu syar’i. Dan juga Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam sangat perhatian terhadap tiga ilmu ini, dan memotivasi agar umatnya mempelajarinya. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam mendoakan Ibnu Abbas radhiyallahu anhuma ;

اللهم فقهه في الدين
“Ya Allah faqihkanlah dia dalam agama.” - dan dalam riwayat lain -
اللهم علمه الكتاب
“Ya Allah ajarilah dia ilmu Al-Quran.” 
[HR. Bukhari dan Muslim, lihat Al-Jami’ baina Ash-Shahihain ( 4/493 )]

Dan dari sahabat Abu Hurairah radhiyallahu anhu bahwasanya Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam pernah bersabda ;

من يبسط رداءه حتى أفضى مقالتي ثم يقبضه فلن ينسى شيئا سمعه مني 
“Siapakah yang mau menghamparkan selendangnya supaya aku bisa memberikan ucapanku kemudian dia pegang dan tidak akan terlupa atas apa yang dia dengar dariku ?”  Maka aku pun menghamparkan selendangku dan demi Dzat yang mengutus beliau dengan kebenaran aku tidak pernah lupa ucapan beliau yang sampai kepadaku.
[Al-Jami’ baina Ash-Shahihain ( 4/505 )]

Kemudian Imam Syafii mengatakan ;

العلم ما كان فيه حدثنا
“Ilmu adalah yang ada perkataan haddatsana ( telah bercerita kepada kami ).”

Disini Imam Syafii membuat kaidah yang penting bagi penuntut ilmu yaitu menyebutkan referensi atau sumber ilmu yang diutarakan. Maka tidak boleh seseorang asal berbicara saja, akan tetapi juga harus mengerti kebenaran apa yang dibicarakan. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam sendiri telah melarang umatnya untuk berbicara tanpa meneliti kembali kebenaran apa yang dibicarakan tersebut. Dari Abi Isa Al-Mughirah bin Syu’bah radhiyallahu anhu dari Rasulullah shallallahu alahi wa sallam beliau bersabda ;

إن الله تعالى حرم عليكم عقوق الأمهات و منعا و هات و وأد البنات و كره لكم قيل و قال و كثرة السؤال و إضاعة المال
“Sesungguhnya Allah Ta’ala mengharamkan atas kalian durhaka terhadap ibu, tidak mau memberi dan suka meminta, menguburkan bayi perempuan hidup-hidup. Dan Dia membenci bagi kalian asal berbicara, banyak bertanya, dan menyia-nyiakan harta.” 
[Lihat Riyadhus Sholihin, Imam Nawawi, Bab Tahrim Al-’Uquq wa Qathi’at Ar-Rahmi]

Kemudian Imam Syafii mengatakan ;

و ما سوى ذاك وسواس الشياطين
“Dan apa yang selain itu adalah was-was setan.”

Maksudnya adalah ilmu tidak diketahui sumber dan asal-usulnya maka bukanlah ilmu, akan tetapi bisikan setan saja. Dan Allah Ta’ala telah memerintahkan kita untuk berlindung darinya ;
من شرِّ الوَسوَاسِ الخَنَّاس
“( Aku berlindung ) dari buruknya bisikan setan.” 
[QS An-Naas : 4]

_
Disadur dari buku Jalan Menuntut Ilmu
Karya Abu Harits Al-Jawi