Kamis, 30 November 2023

,



PERTANYAAN

.
Assalamualaikum warohmatullahi wabarokatuh
Ustadz mohon penjelasan Qunut yang dibaca saat shalat shubuh,,, serta bacaan Qunut subuh yang benar Ustadz
.
Jazakallah Khoiron
.
JAWABAN
.
Waalaikumussalam warohmatullah wabarokatuh
Perlu kita fahami bahwa membaca doa qunut shubuh telah menjadi perselisihan dikalangan para ulama sejak zaman lampau dari masa salaf hingga hari ini. Maka sejatinya ini bukanlah masalah baru. Ada yang mengatakan tidak disyariatkan, ada yang mengatakan disyariatkan. Maka kami akan jawab pertanyaan di atas dalam beberapa point berikut;
.
Pertama, dalam madzhab Syafii membaca qunut shubuh hukumnya adalah sunnah ab’adh dalam shalat, sehingga jika tidak membaca disunnahkan untuk sujud sahwi. Landasan dalam hal ini diantaranya adalah hadits Al-Barra bin Azib radhiyallahu anhu berkata;
.
أَنّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَقْنُتُ فِي الصُّبْحِ والمغرب
“Bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam qunut di shalat shubuh dan maghrib.”
[ HR.Muslim (678) ]
.
Juga hadits Ibnu Umar radhiyallahu anhuma;
.
أَنَّهُ سَمِعَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا رَفَعَ رَأْسَهُ مِنَ الرُّكُوعِ فِي الرَّكْعَةِ الآخِرَةِ مِنَ الفَجْرِ، يَقُولُ: «اللَّهُمَّ العَنْ فُلاَنًا وَفُلاَنًا وَفُلاَنًا، بَعْدَ مَا يَقُولُ سَمِعَ اللَّهُ لِمَنْ حَمِدَهُ، رَبَّنَا وَلَكَ الحَمْدُ»، فَأَنْزَلَ اللَّهُ: {لَيْسَ لَكَ مِنَ الأَمْرِ شَيْءٌ} إِلَى قَوْلِهِ {فَإِنَّهُمْ ظَالِمُونَ}
“Bahwa beliau mendengar Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam ketika bangkit dari rukuk di rakaat terakhir shalat shubuh, berdoa; Ya Allah laknatlah fulan dan fulan dan fulan, setelah beliau mengucap ‘samiallahu liman hamidah rabbana wa lakal hamdu’. Lalu turunlah ayat {Tidak ada urusan bagimu -hingga- sesungguhnya mereka orang-orang yang dzolim}.”
[ HR.Bukhari (4559) ]
.
Dimana dalam sejarahnya, qunut ini dibaca saat terjadinya insiden pembunuhan terhadap 70 dai dari kalangan shahabat yang terkenal dengan inside sumur Ma’unah. Juga peristiwa perang Uhud dimana Nabi shallallahu alaihi wa sallam pun terluka. Lalu Nabi shallallahu alaihi wa sallam pun membaca doa qunut di shalat lima waktu; terkadang seluruh shalat terkadang di beberapa shalat. Lantas Nabi shallallahu alaihi wa sallam pun meninggalkan doa qunut sama sekali; kecuali qunut shubuh. Syaikhul Islam Zakariya Al-Anshori mengomentari hadits di atas;
.
أي: لأنهما في طرفي النهار؛ لزيادة شرف وقتيهما، فكان تارة يقنت فيهما، وتارة في جميع الصلوات؛ حرصًا على إجابة الدعاء حتى نزل ﴿لَيْسَ لَكَ مِنَ الْأَمْرِ شَيْءٌ ﴾ فتركه إلا في الصبح؛ لخبر أنس: أنه صلى الله عليه وسلم لم يزل يقنت في الصبح  حتى فارق الدنيا
“Maksudnya, karena dua shalat tersebut berada di dua penghujung siang, dan waktu keduanya mulia. Maka terkadang Nabi shallallahu alaihi wa sallam qunut di maghrib dan isya, terkadang di semua shalat. Hingga Allah Ta’ala menurunkan ayat {Tidak ada urusan bagimu ...} Maka Nabi shallallahu alaihi wa sallam meninggalkan qunut kecuali qunut shalat shubuh. Dengan dalil hadits Anas radhiyallahu anhu, bahwa Nabi shallallallhu alaihi wa sallam tetap qunut shubuh sampai meninggal dunia.”
[ Minhatul Bari Syarah Shahih Bukhari (3/78) ]
.
Kedua, berkenaan dengan hadits Anas radhiyallahu anhu yang menjadi dalil bahwa Nabi shallallahu alaihi wa sallam meninggalkan semua qunut kecuali qunut shubuh. Maka redaksinya;
.
عَنِ الرَّبِيعِ بْنِ أَنَسٍ قَالَ: كُنْتُ جَالِسًا عِنْدَ أَنَسٍ فَقِيلَ لَهُ: " إِنَّمَا قَنَتَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ شَهْرًا، فَقَالَ: مَا زَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقْنُتُ فِي صَلَاةِ الْغَدَاةِ حَتَّى فَارَقَ الدُّنْيَا 
“Dari Ar-Robi’ ibn Anas berkata; aku pernah duduk di sisi Anas radhiyallahu anhu maka dikatakan; ‘Sesungguhnya Nabi shallallahu alaihi wa sallam qunut selama sebulan.’ Maka beliau menjawab; ‘Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam senantiasa qunut di shalat shubuh sampai meninggal dunia.”

[ HR.Al-Baihaqi dalam As-Sunan Al-Kubro (3105) ]
.
Dalam lafadz lain disebutkan;
.
قَنَتَ شَهْرًا يَدْعُوا عَلَيْهِمْ ثُمَّ تَرَكَهُ , وَأَمَّا فِي الصُّبْحِ فَلَمْ يَزَلْ يَقْنُتُ حَتَّى فَارَقَ الدُّنْيَا
“Beliau qunut selama sebulan mendoakan keburukan atas mereka (baca; orang kafir -edt) lalu meninggalkannya, adalah shalat shubuh maka beliau senantiasa membaca qunut padanya hingga meninggal dunia.”
[ HR.Ad-Daroquthni (1693) ]
.
Maka hadits ini shahih menurut sebagian ulama, dishahihkan oleh Al-Hakim sebagaimana yg dinukil oleh Al-Baihaqi dalam Sunan Kubro (3105), dishahihkan juga oleh An-Nawawi dalam syarah shahih Muslim berkata;
.
وَأَمَّا أَصْلُ الْقُنُوتِ فِي الصُّبْحِ فَلَمْ يَتْرُكْهُ حتى فارق الدنيا  كذا صَحَّ عَنْ أَنَسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ
“Adapun landasan qunut shubuh, maka Nabi shallallahu alaihi wa sallam senantiasa melakukannya hingga meninggal dunia, maka ini shahih dari shahabat Anas radhiyallahu anhu.”
[ Al-Minhaj Syarh Shahih Muslim ibn Al-Hajjaj (5/178) ]
.
Oleh karenanya, Al-Qishthilani pun menyampaikan;
.
وقد صح أنه لم يزل   يقنت في الصبح   حتى فارق الدنيا .رواه عبد الرزاق والدارقطني، وصححه الحاكم ... وحكى العراقي: أن ممن قال به من الصحابة في الصبح: أبا بكر، وعمر، وعثمان، وعليًّا
“Telah shahih bahwa Nabi shallallahu alaihi wa sallam qunut shubuh hingga meninggal dunia. Hadits ini diriwayatkan oleh Abdurrazzaq, Ad-Daraquthni, dan di shahihkan oleh Al-Hakim ... Dan Al-Iroqi menyampaikan bahwa mengikuti pendapat ini; Abu Bakr, Umar, Utsman, dan Ali radhiyallahu anhum.”
[ Irsyaadus Sari Syarh Shahih Bukhari (2/233) ]
.
Ketiga, bagimana dengan riwayat-riwayat lainnya yang menyampaikan bahwa Nabi shallallahu alaihi wa sallam tidak qunut shubuh, bahkan sampai ada shahabat yang menyebutnya bid’ah ? Seperti hadits Abu Malik Al-Asyja’i berkata;
.
قُلْتُ لِأَبِي: يَا أَبَتِ إِنَّكَ قَدْ صَلَّيْتَ خَلْفَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَبِي بَكْرٍ وَعُمَرَ وَعُثْمَانَ وَعَلِيٍّ هَاهُنَا بِالْكُوفَةِ، نَحْوًا مِنْ خَمْسِ سِنِينَ، «فَكَانُوا يَقْنُتُونَ فِي الْفَجْرِ؟» فَقَالَ: أَيْ بُنَيَّ مُحْدَثٌ
“Aku berkata kepada ayahku; ‘wahai ayah sesungguhnya engkau shalat dibelakang Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, Abu Bakr, Umar, Ustman, dan Ali disini di Kufah selama 5 tahun, apakah mereka qunut shubuh ?’ Maka beliau menjawab; ‘wahai anakku itu adalah hal baru’.”
[ HR. Ibnu Majah (1241) dan lainnya ]
.
Maka dijawab, bahwa riwayat lainnya malah menunjukkan sebaliknya, bahwa Nabi shallallahu alaihi wa sallam dan khulafa rosyidin pun qunut shubuh sebagaimana hal ini bisa dilihat dalam Sunan Kubro Al-Baihaqi, Mushonnaf-nya Abdurrazzaq dan Ibnu Syaibah, serta lainnya. Maka kaidah mengatakan ‘itsbat muqoddam ‘ala nafyi’ (penetapan lebih diutamakan daripada penafian) karena dalam sisi itsbat ada ziyadah ilmu (pengetahuan tambahan). Berkata Al-Baihaqi mengomentari hadits Abu Malik di atas;
.
طارق بن أشيم الأشجعي لم يحفظه عمن صلى خلفه فرآه محدثا و قد حفظه غيره فالحكم له دونه
“Thoriq bin Asyyam Al-Asyja’I (ayah Abu Malik) tidak menghafal dari orang yang sudah shalat di belakang Nabi shallallahu alaih wa sallam, maka beliau memandang hal itu perkara baru. Sedangkan yang lainnya menghafalnya, maka hukum yang ditetapkan bagi yang menghafal bukan yang tidak menghafal.”
[ Lihat Sunan Kubro hadits no.3156 (2/302) ]
.
Al-Qishthilani menambahkan;
.
فإن قلت: روي أيضًا عن الخلفاء الأربعة، وغيرهم، أنهم ما كانوا يقنتون، أجيب بأنه إذا تعارض إثبات و نفي قدم الإثبات على النفي
“Jika engkau katakan; diriwayatkan juga dari khulafa rosyidin dan selainnya bahwa mereka tidak qunut shubuh. Maka dijawab; jika berbenturan antara penetapan dengan penafian maka didahulukan penetapan atas penafian.”
[ Irsyaadus Sari Syarh Shahih Bukhari (2/233) ]
.
Keempat, mengenai redaksi qunut shubuh maka bisa membaca doa qunut Umar radhiyallah anhu, dimana ketika beliau shalat shubuh maka beliau membaca qunut setelah rukuk;

.
اللَّهُمَّ إِنَّا نَسْتَعِينُكَ، وَنَسْتَغْفِرُكَ، وَنُثْنِي عَلَيْكَ، وَلَا نَكْفُرُكَ، وَنُؤْمِنُ بِكَ، وَنَخْلَعُ وَنَتْرُكُ مِنْ يَفْجُرُكَ، اللَّهُمَّ إِياكَ نَعْبُدُ، وَلَكَ نُصَلِّي وَنَسْجُدُ، وإلَيْكَ نَسْعَى وَنَحْفِدُ، نَرْجُو رَحْمَتَكَ وَنَخَافُ عَذَابَكَ، إِنَّ عَذَابَكَ بِالْكُفَّارِ مُلْحِق، اللَّهُمَّ عَذِّبِ الْكَفَرَةَ وَأَلْقِ فِي قُلُوبِهِمُ الرُّعْبَ، وَخَالِفْ بَيْنَ كَلِمَتِهِمْ، وَأَنْزِلْ عَلَيْهِمْ رِجْزَكَ وَعَذَابَكَ، اللَّهُمَّ عَذِّبْ كَفَرَةَ أَهْلِ الْكِتَابِ الَّذِينَ يَصُدُّونَ عَنْ سَبِيلِكَ، وَيُكَذِّبُونَ رُسُلَكَ، وَيُقَاتِلُونَ أَوْلِيَاءَكَ، اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ، وَالْمُسْلِمِينَ وَالْمُسْلِمَاتِ، وَأَصْلِحْ ذَاتَ بَيْنِهِمْ، وَأَلِّفْ بَيْنَ قُلُويِهِمْ، وَاجْعَلْ فِي قُلُوبِهِمُ الْإِيمَانَ وَالْحِكْمَةَ، وَثَبِّتْهُمْ عَلَى مِلَّةِ رَسُولِكَ وَأَوْزِعْهُمْ أَنْ يُوفُوا بِعَهْدِكَ الَّذِي عَاهَدْتَهُمْ عَلَيْهِ، وَانْصُرْهُمْ عَلَى عَدُوِّكَ وَعَدُوِّهِمْ، إِلَهَ الْحَقِّ، وَاجْعَلْنَا مِنْهُمْ
[ HR.Abdurrazzaq dalam Al-Mushonnaf (5108) ]
.
Atau juga bisa membaca doa qunut witir yang diriwayatkan oleh Al-Hasan ibn Ali radhiyallahu anhuma;
.
اللَّهُمَّ اهْدِنِي فِيمَنْ هَدَيْتَ، وَعَافِنِي فِيمَنْ عَافَيْتَ، وَتَوَلَّنِي فِيمَنْ تَوَلَّيْتَ، وَبَارِكْ لِي فِيمَا أَعْطَيْتَ، وَقِنِي شَرَّ مَا قَضَيْتَ، إِنَّكَ تَقْضِي وَلَا يُقْضَى عَلَيْكَ، وَإِنَّهُ لَا يَذِلُّ مَنْ وَالَيْتَ، وَلَا يَعِزُّ مَنْ عَادَيْتَ، تَبَارَكْتَ رَبَّنَا وَتَعَالَيْتَ
[ HR.Abu Dawud (14250 ]
.
Dan bisa juga menggabungkan keduanya, atau menambahkan doa-doa lainnya.
.
Wallahu Ta’ala A’lam
.
Jombang, 1 Desember 2023
Dijawab oleh Abu Harits Al-Jawi

t.me/fiqhgram | abuharits.com
.
#tanyaustadz #fikihshalat #qunutshubuh #fikihsyafii




Selasa, 28 November 2023

,


PERTANYAAN

Assalamualaikum warohmatullahi wabarokatuh


Ustadz ana mau tanya. Pabrik yang sekrang ana kerja memproduksi kaleng buat kemasan bir beralkohol. Perusahaan sedang expansi ke viaetnam untuk pembangunan pabrik nya.


Pertanyaan nya, apakah saya gaji yang saya terima  masih halal walaupun saya tidak ada hubungan dengan departemen yang bersangkutan. Lalu sejauh mana tingkat keharaman nya karena pabrik hanya membuat kaleng nya saja.


Mohon saran nya stadz ana sedang galau mengenai masalah ini.

Wassalamualaikum warohmatullahi 


JAWAB

Waalaikumussalam warohmatullah wabarokatuh

Apabila di pabrik yang secara dasar amal usahanya adalah halal, seperti perusahaan pembuat botol secara umum. Lalu pabrik membuat MoU menyediakan juga botol miras. Maka perlu penjelasan dalam beberapa point berikut;


Pertama, hukum bekerja di pabrik tersebut tetap boleh karena pada dasarnya amal usahanya adalah produk halal.


Kedua, melakukan kerjasama dalam pembuatan botol miras adalah haram, maka uang yang dihasilkan dari pembuatan botol tersebut secara khusus juga uang yang haram. Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda;

لَعَنَ اللهُ الْخَمْرَ، وَلَعَنَ شَارِبَهَا، وَسَاقِيَهَا، وَعَاصِرَهَا، وَمُعْتَصِرَهَا، وَبَائِعَهَا، وَمُبْتَاعَهَا، وَحَامِلَهَا، وَالْمَحْمُولَةَ إِلَيْهِ، وَآكِلَ ثَمَنِهَا

"Allah melaknat khomer, peminumnya, penuangnya, pembuatnya, orang yang minta dibuatkan, orang yang menjualnya, orang yang membelinya, orang yang membelinya, orang yang membawanya, dan orang yang dibawakan khomer kepadanya (yang minta dibelikan), dan orang yang memakan hasil penjualannya.” 

[ HR.Abu Dawud (3674), Ahmad (5716) ]


Ibnu Roslan As-Syafii berkata;

و يدخل في معنى ذلك حاضر شاربها و كاتب مبايعتها و الشاهد عليه و يدخل في ذلك كل من أعان على محرم

“Dan masuk dalam hal ini orang yang ikut hadir di tempat peminum khomer, penulis akad jual beli khomer, orang yang menjadi saksi jual beli khomer. Dan masuk dalam hal ini setiap orang yang memiliki andil dalam membantu hal yang haram tersebut.” 

[ Syarh Sunan Abi Dawud. Ibnu Roslan. (15/155) ]

Termasuk juga membantu keharaman khomer adalah orang yang membuat wadah khusus khomer.


Ketiga, jika diketahui demikian maka selama pabrik tersebut masih memproduksi botol khusus khomer untuk perusahaan khomer, uang dari sana adalah uang haram. Maka disisi ini pendapatan penanya terhukumi haram. Adapun untuk botol lainnya (yang jumlah produksinya jauh lebih besar) maka pendapatannya halal. Olehnya, gaji penanya selama pabrik memproduksi botol miras, maka masuk ranah mal mukhtalath (harta pencampuran halal dan haram).


Keempat, solusi yang ditawarkan adalah dengan mengeluarkan sebagian dari gaji yang didapat sesuai dengan perkiraan prosentasi dari hasil penjualan botol miras -selama botol miras masih diproduksi- dengan mengarahkannya untuk dana umum atau sosial. Syaikh Sholeh Al-Munajjid menyampaikan;

وإذا اختلط هذا المال الحرام بأموال أخرى حلال كصاحب البقالة الذي يبيع الدخان مع السلع المباحة ، فإنه يقدر هذا المال الحرام تقديراً باجتهاده ، ويخرجه بحيث يغلب على ظنه أنه نقى أمواله من الكسب الحرام ، والله يعوضه خيراً وهو الواسع الكريم

[ Lihat islamqa.info ]

 

Wallahu Ta’ala A’lam


Jombang, 28 November 2023 M

Dijawab oleh Abu Harits Al-Jawi

t.me/fiqhgram | abuharits.com




Senin, 27 November 2023

,


Dalam Bulūghul Maram hadits no.126, Al-Hafidz Ibnu Hajar menyebutkan hadits dari Muadz bin Jabal radhiyallahu anhu bahwa beliau bertanya kepada Nabi shallallahu alaihi wa sallam, apakah yang dihalalkan bagi laki-laki atas istrinya yang sedang haidh ? Maka beliau shallallahu alaihi wa sallam bersabda;
.
ما فوق الإزار
"Apa yang ada di atas kain sarung."
.
Al-Hafidz Ibnu Hajar menyampaikan; hadits ini diriwayatkan oleh Abu Dawud.
.
Dan memang benar demikian adanya. Namun ada riwayat lain  yang shahih, melalui jalur Harām bin Hakīm dari pamannya Abdullah bin Sa'īd radhiyallahu anhu. Dan riwayat ini pun disebutkan oleh Abu Dawud dalam sunan-nya (hadits no.212). Dan dishahihkan oleh Al-Arnāūth, dan sebelum itu Ibnu Mulaqqin dalam Tuhfatul Muhtāj ila Adillatil Minhāj (1/233) menyebutkan;
.
رواه أبو داود بإسناد جيد و أما ابن حزم فوهاه لحرام هذا و قال هو ضعيف و ليس كما قال فقد وثقه دحيم و العجيلي
.
Makna hadits ini pun diperkuat dengan hadits Aisyah radhiyallah anha dimana beliau berkata;
.
كَانَتْ إحْدَانَا إذَا كَانَتْ حَائِضًا، فأرَادَ رَسولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ أنْ يُبَاشِرَهَا أمَرَهَا أنْ تَتَّزِرَ في فَوْرِ حَيْضَتِهَا، ثُمَّ يُبَاشِرُهَا
"Adalah salah seorang dari kita ketika haidh dan Nabi shallallahu alaihi wa sallam ingin mencumbunya, maka beliau memerintahkan dia untuk memakai kain sarung ketika haidh, lalu beliau mencumbunya."
[ HR.Bukhari (302), Muslim (293) ]
.
Kesimpulannya adalah, bahwa diharamkan bagi laki-laki mencumbu istrinya pada saat haidh pada bagian tubuh antara pusar sampai lutut, dalam pendapat resmi madzhab. Namun sebagian ulama madzhab memperbolehkannya, seperti Abu Ishāq Al-Marwazī, pilihan Imam Nawawi dalam Al-Majmu' dimana beliau mengatakan;
.
وهو الأقوى من حيث الدليل لحديث أنس رضي الله عنه فإنه صريح في الإباحة 
.
Dan pendapat ini yang tampak dari sikap (shonī') Al-Hāfidz Ibnu Hajar dalam Bulūghul Marām.
.
Wallahu Ta'ala A'lam
.
Jombang, 20 November 2023
Abu Harits Al-Jawi
t.me/fiqhgram | abuharits.com
.
#bulughulmaram #mulazamahalburuj #fikihhadits #fikihdarahwanita #fikihbersuci  #faedahkitab #faedahkajian



,


Al-Qodhi Abu Syuja' dalam matan taqribnya menyatakan, bahwa haram pemakaian wadah dari emas dan perak, dan diperbolehkan wadah selain dari bahan keduanya. Hal ini berlandaskan sabda Nabi shallallahu alaihi wa sallam;
.
لاَ تَلْبَسُوا الحَرِيْرَ وَلاَ الدِيبَاجَ، وَ لاَ تَشرَبُوا فِي آنِيَةِ الذهَبِ وَ الفِضةِ وَ لاَ تَأكُلُوا فِي صِحَافِهِمَا؛ فإنَّهَا لَهُم فِي الدنيا وَ لَكُم فِي الآخِرَة
"Jangan pakai pakaian sutra, jangan minum dari wadah emas dan perak, dan jangan makan dari nampan emas dan perak; karena hal ini bagi mereka (orang kafir) di dunia dan bagi kalian di akhirat kelak."
[ HR.Bukhari & Muslim ]
.
Namun hal ini tidak terbatas pada wadah saja. Akan tetapi para ahli fikih menqiyaskan kepadanya seluruh perabot ataupun peralatan lainnya yang terbuat dari bahan emas atau perak. Maka ikut diharamkan. Termasuk disini semisal sendok, garpu, sisir, wadah celak, atau peralatan lainnya, jika terbuat dari emas atau perak maka diharamkan.
.
Dan pengharaman disini tidak terbatas kepada penggunaan saja, namun juga mencakup penyimpanan meski tidak dipergunakan. Sebagaimana kaidah fikih menyatakan;
.
ما حرم استعماله حرم اتخاذه أو اقتناؤه
"Sesuatu yang haram dipakai, maka menyimpannya pun terlarang."
.
Oleh karenanya solusi jika memiliki barang perabot yang terbuat dari bahan emas atau perak, maka hendaknya dijual kepada orang kafir atau dilebur menjadi perhiasan sehingga halal dipakai.
.
Wallahu Ta'ala A'lam
.
Mojokerto, 21 November 2023
Abu Harits Al-Jawi
t.me/fiqhgram | abuharits.com
.
#matantaqrib #attadzhib #fikihpenampilan #fikihsyafii #faedahkajian
.
Simak kajian kitab At-Tadzhīb fi Adillatil Ghoyah wat Taqrīb secara lengkap di kanal youtube Fiqhgram.



Kamis, 23 November 2023

,


Dalam hadits Anas radhiyallahu anhu disebutkan;
.
كان رسول الله صلى الله عليه و سلم يتوضأ بالمد و يغتسل بالصاع إلى خمسة أمداد
"Adalah Rasulullah ﷺ berwudhu dengan air satu mud dan mandi dengan air satu shō' hingga 5 mud."
[ HR.Bukhari (201), Muslim (325), lihat Bulūghul Marām hadits no.51 ]
.
Dalam hadits ini ada isyarat bahwa hendaknya seseorang tidak berlebihan dalam menggunakan air pada saat bersuci; baik wudhu atau mandi. Dan takaran satu mud untuk wudhu atau satu shō' untuk mandi, adalah nisbī (relatif). Kembali kepada ukuran tubuh masing-masing. Karena yang dimaksudkan dalam hadits adalah menggunakan air secukupnya. Dalam Ibānatul Ahkām Syarah Bulūghul Marām (1/64) disampaikan;
.
و ما في الحديث إنما هو تقريب بالنسبة لمن كان مثله ﷺ في بدنه الشريف و ليس بالتحديد لأن الناس يتفاوتون في ذلك عادة
.
Disisi lain, isrōf dalam pemakaian air dimakruhkan, dan Nabi ﷺ memperingatkan bisa jadi hal tersebut masuk dalam was-was. Terkadang kita melihat sebagian orang yg ditimpa was-was maka dia mandi atau wudhu menggunakan air secara berlebihan; karena was-was belum terkena bagian tubuhnya. Nabi ﷺ bersabda;
.
إن للوضوء شيطان يقال له الوَلَهان فاتقوا وسواس الماء
"Sesungguhnya dalam wudhu ada setan Walahān, maka hati-hatilah dari was-was terhadap air."
[ HR.Tirmidzi (57) ]
.
Wallahu Ta'ala A'lam
.
Jombang, 18 November 2023
Abu Harits Al-Jawi
t.me/fiqhgram | abuharits.com
.
#bulughulmaram #mulazamahalburuj  #faedahkajian #faedahkitab #fikihbersuci
.
Simak kajian fikih hadits dari kitab Bulūghul Marām di kanal youtube Fiqhgram.



,


Ketika seorang wanita mengalami istihādhoh, maka dilihat apakah dia bisa membedakan darah yang keluar dari sifatnya (seperti warna atau kepekatannya) atau tidak. Jika dia bisa membedakan dari sifat, maka sudah jelas diketahui perbedaan darah haidh dan istihadhoh dari sifat.
.
Dalam madzhab Syafii dan lainnya, bersandar kepada sifat darah (tamyīz) adalah mutlak; baik jumlah hari sama dengan masa haidh normal sebelumnya atau tidak. Baru membedakan masa haidh dan istihadhoh dengan hitungan masa haidh saat normal ('ādah), ketika wanita tidak bisa membedakan dengan sifat darahnya.
.
Namun, sebagian ulama seperti madzhab Hanbali, bergantung kepada masa haidh biasanya secara mutlak; baik sifat darah berbeda atau sama. Hal ini diisyaratkan penulis Ibānatul Ahkām Syarah Bulūghul Marām.
.
Kedua pendapat ini, berlandaskan riwayat dari seorang sahabiyyah Fāthimah binti Abi Hubaisy radhiyallah anha ketika bertanya kepada Nabi ﷺ tentang masa istihadhohnya. Dimana ada perbedaan lafadz riwayat, yang pertama;
.
لا إنما ذلك عرق و ليس بالحيضة فإذا أقبلت الحيضة فدعي الصلاة
"Tidak dia adalah (darah) dari urat dan bukan haidh, jika datang haidh maka tinggalkan shalat."
[ HR.Bukhari (320), Muslim (333) dan lafadz ini muttafaq 'alaih ]
.
Imam Al-Bukhāri menyebutkan lafadz lain secara bersendirian;
.
و لكن دعي الصلاة قدر الأيام التي كنت تحيضين فيها
"Akan tetapi tinggakkan shalat seukuran hari yang biasanya kamu haidh."
[ HR.Bukhari (325) ]
.
Sedangkan lafadz lain yang kedua dari hadits ini di luar shahih Bukhari dan Muslim;
.
إن دم الحيض دم أسود يعرف فإذا كان ذلك فأمسكي عن الصلاة
"Sesungguhnya darah haidh adalah darah hitam yg dikenali (wanita), maka jika darah itu tinggalkan shalat."
[ HR.An-Nasāi (216), Ibnu Hibbān (4344), Abu Dawud (304) ]
.
Uniknya, Al-Hāfidz Abdul Ghōni Al-Maqdisī (600 H) dalam Umdatul Ahkām, menyebutkan lafadz pertama saja. Meski kita tahu bahwa memang Umdatul Ahkam hanya menyebut riwayat Bukhari Muslim, namun tidak menampik bahwa nafas madzhab Hanbali cukup terasa. Namun, Al-Hāfidz Ibnu Hajar (852 H) dalam Bulughul Marām meletakkan lafadz kedua dari hadits di atas pada hadits pertama di bab haidh, sebagai isyarat bahwa yang diutamakan adalah tamyīz dengan sifat. Dan tak ragu, madzhab beliau dalam fikih adalah Syafii.
.
Wallahu Ta'ala A'lam
.
Jombang, 17 November 2023
Abu Harits Al-Jawi
t.me/fiqhgram | abuharits.com
.
#bulughulmaram #umdatulahkam #fikihhadits #darahwanita #fikihbersuci
.
Ikuti kajian fikih hadits dari kitab Bulughul Maram secara lengkap, melalui kanal youtube Fiqhgram.



,


Secara asal, seseorang boleh memberikan wasiat dari sebagian hartanya semaunya. Berapapun jumlahnya dan kepada siapapun dia. Namun, ada beberapa hal yang dikecualikan, diantaranya adalah masalah jumlah harta yang melebihi dari 1/3 bagian dari harta yang dimiliki.
.
Hal ini terlarang, sebagaimana dalam hadits Amr bin 'Āsh radhiyallahu anhu, bahwa Nabi melarang beliau berwasiat untuk memberikan hartanya lebih dari sepertiga, dan membatasi sepertiga saja. Dan beliau bersabda;
.
الثُّلُثُ كَثِيرٌ، أَنْ تَدَعَ وَرَثَتَكَ أَغْنِيَاءَ خَيْرٌ مِنْ أَنْ تَذَرَهُمْ عَالَةً يَتَكَفَّفُونَ النَّاسَ
"Sepertiga dan itu sudah banyak. Sesungguhnya engkau meninggalkan ahli warismu dalam kondisi berkecukupan itu lebih baik daripada kamu biarkan mereka berkekurangan dan meminta-minta kepada manusia."
[ HR.Bukhari (5668) ]
.
Maka jika seseorang mewasiatkan lebih dari sepertiga dari hartanya, yg ditunaikan setelah orang itu meninggal hanya sepertiganya saja. Adapun selebihnya maka dikembalikan kepada ahli waris, karena itu hak mereka.
.
Akan tetapi, jika ahli waris bersepakat untuk dilaksanakan semua wasiatnya (lebih dari sepertiga), maka diperbolehkan. Karena ketika pemberi wasiat itu sudah meninggal, maka hak hartanya jatuh ke tangan para ahli warisnya.
.
Ibnu Naqīb Al-Mishrī (769 H) dalam Umdatus Sālik (hal.259) mengatakan;
.
فإن زاد عليه بطلت في الزائد إن لم يكن له وارث و كذا إن كان و ردَّ الزائد فإن أجازه صح
"Dan jika lebih di sepertiga maka dianggap batal yg lebihnya, jika dia tidak memiliki ahli waris. Demikian juga batal jika dia punya ahli waris, dan kelebihan dari sepertiga tadi dikembalikan kepada ahli waris. Kecuali jika ahli waris membolehkannya (pelaksanaan wasiat yg lebih dari sepertiga), maka wasiat tadi dijalankan."
.
Wallahu Ta'ala A'lam
.
Jombang, 14 November 2023
Abu Harits Al-Jawi
t.me/fiqhgram | abuharits.com
.
#umdatussalik #fikihmuamalah #faedahkitab #janganberhentingaji #faedahkajian



,


Pada dasarnya, shalat yang terlarang di waktu-waktu terlarang shalat adalah dua jenis shalat saja. Shalat yang memiliki sebab mutaakhkhir seperti shalat sunnah ihram, shalat istikhoroh. Dan shalat sunnah mutlak. Selain dari ini, hukumnya boleh untuk dilaksankan meski di waktu terlarang. Namun jika secara sengaja, mencari-cari waktu terlarang untuk shalat disaat itu, maka shalat apapun terlarang secara mutlak.
.
Dari Ibnu Umar radhiyallahu anhu bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda;

لا يَتَحَرَّى أحَدُكُمْ، فيُصَلِّي عِنْدَ طُلُوعِ الشَّمْسِ ولَا عِنْدَ غُرُوبِهَ
"Jangan salah seorang dari kalian sengaja mencari-cari shalat pada waktu terbitnya matahari dan ketika tenggelam."
[ HR.Bukhari (585) ]

Imam Bukhari membuat mencantumkan hadits ini dalam Bab Lā Yataharrā As-Sholāh Qobla Ghurūb As-Syams (Tidak menyengaja shalat ketika matahari tenggelam), memberi isyarat bahwa shalat di waktu-waktu terlarang ketika ada sisi taharrī (sengaja cari waktu tersebut), maka dilarang.
.
Demikian pun yang disampaikan para ahli fikih. Kalau shalat yang boleh dilakukan di waktu terlarang. Lalu ada orang yang memang menunggu datangnya waktu terlarang tersebut (mencari-cari waktu terlarang secara sengaja). Lalu dia shalat pada saat waktu terlarang hadir. Maka hal ini terlarang secara mutlak; apapun shalat yang dilakukan.
.
Oleh karenanya dalam Busyrol Karīm (1/60) disebutkan;
.
فلا تحرم هذه المذكورات و نحوها إن لم يقصدها اي بقصد إيقاعها وقت الكراهة لكونه وقت كراهة و إلا حرمت و لو قضاء مضيقا لأنه حينئذ كالمراغم للشرع
.
Wallahu Ta'ala A'lam
.
Mojokerto, 19 November 2023
Abu Harits Al-Jawi
t.me/fiqhgram | abuharits.com
.
#shahihbukhari #fikihshalat  #fikihhadits #faedahkajian #faedahkitab



Selasa, 14 November 2023

,

Asy-Syabah secara bahasa bermakna kemiripan. Dimana seorang faqīh melihat kemiripan akan sebuah kasus fikih yang belum berhukum lalu diqiyaskan kepada kasus yang lain; karena ada suatu kemiripan. Syaikhul Islam Zakariya Al-Anshori (926 H) menyebut dengan nama asy-syabah saja lalu dimasukkan dalam rumpun maslak illah. Sedang Abu Ishāq As-Syīrōzi (476 H) menyebutnya dengan qiyas syabah. Dan dia bisa menjadi hujjah jika tidak ada illah sama sekali, dan pendapat ini adalah pendapat banyak dari ahli ushūl.

.
Semisal, kasus kesucian najis sebagai suatu syarat keabsahan shalat, lantas dia melihat kepada kesucian hadats yang memiliki kemiripan dengannya dari sisi kesucian untuk shalat. Maka keharusan air pada kesucian hadats pun berlaku pada kesucian najis. Dan ini jenis pertama dari 5 jenis syabah, yaitu kemiripan yang bersumber dari satu sisi kemiripan. Termasuk juga contoh qiyad syabah adalah budak ketika terbunuh, maka dibayar dengan diyat (karena lebih mirip manusia) atau qīmah (karena lebih mirip benda). Dan ini jenis syabah yang bersumber dari dua sisi kemiripan dalam hukum dan sifat.
.
Syaikhul Islam Zakariya Al-Anshōri dalam Ghōyatul Wushūl mengajukan ada 5 jenis syabah. Tiga diantaranya adalah hasil tambahan beliau dari kitab asal Jam'ul Jawāmi' yang hanya mengajukan dua jenis saja. Dari kelima jenis tersebut, hanya satu yang tak bisa dijadikan hujjah; yaitu syabah yang bersifat shūrī. Yang beliau isyaratkan dalam Lubbul Ushūl-nya dengan mengatakan;
.
و إلا فهو حجة في غير الصوري في الأصح
"Dan jika tidak (memungkinkan qiyas dengan illah) maka dia (qiyas syabah) menjadi hujjah kecuali (syabah) shūri dalam pendapat paling shahīh."
.
Syabah shūri adalah kemiripan dari segi bentuk fisik saja. Sebagai contoh, sebagian ulama mengharamkan kuda dari sisi karena kemiripan bentuknya dengan keledai dan baghal yang haram. Maka dilihat dari sisi ini, kesimpulan hukumnya tidak bisa menjadi hujjah.
.
Syaikhuna Saīd Al-Jābirī dalam pelajaran Lubbul Ushūl, memberikan contoh kasus kontemporer dalam syabah shūri; yaitu foto. Dimana dia dilihat dari kemiripan fisik, berkemungkinan kepada dua hal. Pertama, seperti gambar di cermin yang mana diperbolehkan oleh semua ulama. Kedua, seperti gambar dengan tangan yang diharamkan jika bentuk makhluk.
.
Apakah ada nukilan dari Imam Syafii sebagai imam madzhab tentang maslak illah dengan syabah ini ? Ada beberapa kasus yang dinukil dari Imam Syafii dalam kasus penetapan hukum menggunakan qiyas syabah ini. Salah satunya adalah, Imam Syafii menetapkan kewajiban niat dalam tayammum karena kemiripannya dengan wudhu dari sisi bersuci untuk hadats. Namun sebagian ulama menolak pendalilan dengan qiyas syabah ini, diantaranya Abu Ishāq As-Syīrōzi (476 H) dalam Al-Luma' (hal.253) mengatakan;
.
و الأشبه عندي أن قياس الشبه لا يصح لأنه ليس بعلة الحكم عند الله تهالى و لا دليل على علة فلة يجوز تعليق الحكم عليه
"Dan yang tampak bagiku bahwa qiyas syabah ini tidak sah karena dia bukan illah hukum di sisi Allah, bukan juga menunjuk illah, maka tidak boleh berkesimpulan hukum dengannya."
[ Al-Luma'. Abu Ishāq Asy-Syīrōzi. (Beirut, Darul Hadits Al-Kattāniyyah). Cetakan pertama. Tahun 1434 H/2013 M ]
.
Intinya, syabah menjadi salah satu alternatif dalam pendalilan atas suatu kesimpulan hukum fikih; dengan syarat tidak adanya qiyas illah yang dimungkinkan sama sekali.
.
Wallahu Ta'ala A'lam
.
Jombang, 13 November 2023
Abu Harits Al-Jawi
t.me/fiqhgram | abuharits.com
.
#lubbulushul #usulfikih #faedahkitab #ngajikitab #janganberhentingaji

Senin, 13 November 2023

,

Pendapat jumhur ulama, bahwa satu kali tayammum hanya bisa digunakan untuk satu kali shalat fardhu. Jika dia ingin shalat fardhu berikutnya, maka dia harus mengulangi tayammumnya meski tidak berhadats. Berbeda halnya dengan pendapat madzhab Hanafiyah yang berpandangan; tayammum boleh untuk lebih dari satu shalat fardhu. Dalam Ibānatul Ahkām Syarah Bulūghul Marām disebutkan;

.
التيمم يبيح ما منعه الحدث كالماء و هذا مذهب أبي حنيفة فيصلي به ما شاء من فرض و نفل ما لم يحدث أو يجد الماء لأنه بدل مطلق. و قال الجمهور إنه يبيح الصلاة فريضة و ما شاء من النوافل فلا يجمع به بين فريضتين
"Tayammum memperbolehkan apa yg terhalang sebab hadats sebagaimana air, dan ini madzhab Abu Hanifah maka dia boleh shalat baik wajib atau sunnah berapa kalipun selama belum hadats, atau mendapatkan air; karena tayammum badal mutlak. Sedangkan jumhur berpendapat, tayammum membolehkan shalat wajib sekali, dan shalat sunnah berkali-kali, namun tidak boleh untuk dua shalat wajib."
[ Ibānatul Ahkām Syarah Bulūghul Marām. (1/116) ]
.
Salah satu landasan yang mendasari pendapat jumhur, adalah sebuah atsar yang disepakati kedhoifannya, namun tetap diamalkan, dikarenakan ada penguat lain. Dimana shahabat Ibnu Abbas radhiyallahu anhuma berkata;
.
من السنة ألا يصلي الرجل بالتيمم إلا صلاة واحدة ثم يتيمم للصلاة الأخرى
"Termasuk sunnah tidaklah seorang shalat dengan sekali tayammum kecuali satu shalat, lalu dia tayammum lagi untuk shalat berikutnya."
[ HR.Ad-Daroquthni (710), Al-Baihaqi dalam As-Sunan Al-Kubro (1057), Abdurrazzāq dalam Al-Mushonnaf (860), lihat Bulughul Maram hadits no.116 ]
.
Hadits ini dhoif karena di semua sanadnya ada rawi bernama Al-Hasan bin 'Imārōh. Yang di dhoifkan oleh Ad-Dāroquthni, yang dinukil pula oleh Al-Baihaqi. Al-Hāfidz Ibnu Hajar dalam Bulughul Maram mengisyaratkan dengan menyampaikan; "dhoīf jiddan (dhoīf sekali)."
.
Namun hukum dalam riwayat ini memiliki penguat dari sahabat yang lain. Diantaranya dari sahabat Ibnu Umar radhiyallahu anhu;
.
كان يتيمم لكل صلاة
"Bahwa beliau (Ibnu Umar) bertayammum untuk setiap shalat."
[ HR.Ad-Daroquthni (709), Al-Baihaqi dalam Sunan Kubro (1054) dan beliau mengatakan: sanadnya shahih ]
.
Sahabat Ali radhiyallahu anhu mengatakan;
.
يتيمم لكل صلاة
"Tayammum untuk setiap kali shalat."
[ HR.Ad-Daraquthni (707) ]
.
Riwayat sahabat Amr bin 'Āsh radhiyallahu anhu;
.
كان يحدث لكل صلاة تيمما
"Bahwa beliau memperbarui tayammum di setiap shalat."
[ HR.Al-Baihaqi dalam Sunan Kubro (1056), Ad-Daruquthni (706) dan beliau berkata; Qotadah berfatwa dengan riwayat ini ]
.
Kesimpulannya, bahwa satu tayammum hanya digunakan untuk satu shalat fardhu. Maka harus mengulangi tayammum untuk shalat lebih dari satu, meski shalatnya dijamak. Kecuali shalat sunnah, maka diperbolehkan; karena adanya keberatan jika diharuskan tayammum setiap shalat sunnah. Demikian pendapat jumhur ulama, termasuk madzhab Syafii.
.
Wallahu Ta'ala A'lam
.
Jombang, 10 November 2023
Abu Harits Al-Jawi
t.me/fiqhgram | abuharits.com
.
#bulughulmaram #fikihbersuci  #fikihhadits #faedahkitab #akademifiqhgram #mulazamahalburuj
.
Simak serial kajian kitab Bulughul Maram secara lengkap disini >> Bulughul Maram
,

Berikut adalah redaksi yang disebutkan dalam riwayat-riwayat masyhur dalam doa wudhu dari Nabi shallallahu alaihi wa sallam. Secara lengkap adalah sebagai berikut;

.
أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ اللَّهُمَّ اجْعَلْنِي مِنَ التَّوَّابِينَ وَاجْعَلْنِي مِنَ الْمُتَطَهِّرِينَ
.
سُبْحانَكَ اللَّهُمَّ وبِحَمْدِكَ ، أشْهَدُ أنْ لا إلهَ إِلاَّ أنْتَ ، أسْتَغْفِرُكَ وأتُوبُ إِلَيْكَ
.
Adapun lafadz pertama maka datang dari hadits Umar radhiyallahu anhu bahwa Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda;
.
مَنْ تَوَضَّأَ فَأَحْسَنَ الوُضُوءَ ثُمَّ قَالَ: أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ، اللَّهُمَّ اجْعَلْنِي مِنَ التَّوَّابِينَ،  وَاجْعَلْنِي مِنَ المُتَطَهِّرِينَ، فُتِحَتْ لَهُ ثَمَانِيَةُ أَبْوَابِ الجَنَّةِ يَدْخُلُ مِنْ أَيِّهَا شَاءَ
"Siapa yang memperbagus wudhunya, lalu membaca doa wudhu; 'asyhadu an lā ilāha illallahu wahdahu lā syarīkalah wa asyhadu anna muhammadan abduhu wa rasūluhu allahummaj'alni minat tawwābīna waj'alnī minal mutathohhirīn.' Maka akan dibukakan untuknya delapan pintu surga, dia memasuki dari pintu yang mana saja."
[ HR.Tirmidzi (55) dan ini lafadznya, Muslim (234) ]
.
Adapun tambahan lafadz yang kedua, maka dari Abu Said Al-Khudri radhiyallahu anhu berkata;
.
مَنْ تَوَضَّأَ فَفَرَغَ مِنْ وَضُوئِهِ ثُمَّ قَالَ: سُبْحَانَكَ اللهُمَّ  وَبِحَمْدِكَ، أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ، أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوبُ إِلَيْكَ، طَبَعَ اللهُ عَلَيْهَا بِطَابَعٍ، ثُمَّ رُفِعَتْ تَحْتَ الْعَرْشِ فَلَمْ تُكْسَرْ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ
"Siapa yang selesai wudhu lalu membaca doa, 'subhanakallahumma wa bihamdika asyhadu an laa ilaha illa anta astaghfiruka wa atubu ilaik'. Allah akan memberikannya tanda, lalu diangkat hingga ke bawah Arsy, dan tidak akan hancur hingga hari kiamat."
[ HR.An-Nasai dalam As-Sunan Al-Kubro (9831) ]
.
Berkata Imam Nawawi dalam Syarah Shahih Muslim (3/121);
.
فَفِيهِ أَنَّهُ يُسْتَحَبُّ للمتوضيء أَنْ يَقُولَ عَقِبَ وُضُوئِهِ أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ وَهَذَا مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ وَيَنْبَغِي أَنْ يَضُمَّ إِلَيْهِ مَا جَاءَ فِي رِوَايَةِ التِّرْمِذِيِّ مُتَّصِلَا بِهَذَا الْحَدِيثِ اللَّهُمَّ اجْعَلْنِي مِنَ التَّوَّابِينَ  وَاجْعَلْنِي مِنَ الْمُتَطَهِّرِينَ وَيُسْتَحَبُّ أن يضم إليه مارواه النَّسَائِيُّ فِي كِتَابِهِ عَمَلُ الْيَوْمِ وَاللَّيْلَةِ مَرْفُوعًا سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ وَحْدَكَ لَا شَرِيكَ لَكَ أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوبُ إِلَيْكَ
"Dan di hadits ini ada faedah keanjuran membaca doa setelah wudhu, (asyhadu an lā ilāha illahu wahdahu lā syarīkala wa asyhadu anna muhammadan abduhu wa rasūluhu), dan lafadz ini diriwayatkan Bukhari & Muslim. Dan dianjurkan untuk ditambahkan dari riwayat Tirmidzi sebagai sambungan dari doa ini, yaitu (allahummaj'alni minat tawwābīna waj'alni minal mutathohhirīn). Dan dianjurkan pula ditambah dengan riwayat An-Nasāi dalam kitab Amalul Yaumi wal Lailah, yaitu (subhanakallahumma wa bihamdika asyhadu allā ilāha illa anta wahdaka lā syarīka laka astaghfiruka wa atūbu ilaik)."
.
Syaikhona Kholil Bangkalan, dalam Matan Syarif menyebutkan tambahan redaksi dia wudhu pada lafadz yang pertama di atas, dengan menambah;
.
وَ اجْعَلْنِي مِنْ عِبَادِكَ الصَّالِحِيْنَ
.
Maka tambahan yang beliau sebut ini, mengikuti beberapa kitab-kitab fikih mutaakhkhirin dalam madzhab, dan sependek pengetahuan kami, tidak ada riwayat tambahan doa ini ataupun atsar. Dan yang pertama kali menyebut tambahan ini adalah Imam Al-Ghozāli dalam Bidāyatul Hidayah. Akan tetapi beliau menyebut tambahan dengan redaksi yang lebih panjang.
.
Dan jika ditanya, apakah tetap dianjurkan membaca tambahan tadi ? Maka kami sampaikan, yang utama tidak perlu menambahkan, kecuali yang ada riwayatnya saja.

Oleh karenanya banyak dari ashāb yang tidak menyebutkan tambahan doa wudhu dari Imam Ghozāli ini dalam kitab-kitab mereka, seperti Imam Nawawi dalam Al-Adzkar atau lainnya. Bahkan kami dapati Dr.Mushthofa Al-Bugho dalam naskah Al-Hadiyyah Al-Mardhiyyah Syarah Muqoddimah Hadromiyyah, tidak disebutkan tambahan di atas.
.
Dan sebagai tambahan penjelasan, bahwa doa setelah wudhu ini juga dibaca setelah mandi, sebagaimana penjelasan Imam Nawawi dalam Syarah Shahih Muslim (3/121).
.
Wallahu Ta'ala A'lam
.
Jombang, 11 November 2023
Abu Harits Al-Jawi
t.me/fiqhgram | abuharits.com
.
#matansyarif #mulazamahalburuj #ngajikitab #faedahkitab #janganberhentingaji
.
Ikuti seri kajian kitab Al-Matn Asy-Syarīf karya Syaikhona Kholil Bangkalan di sini >> Matan Syarif
,

Metode as-sabr wa at-taqsīm adalah salah satu maslak ta'līl (metode dalam mencari suatu alasan akan suatu hukum) yang dibenarkan dalam ilmu ushūl fikih.


Dimana dalam metode ini, an-nādhir (peneliti) dituntut untuk menghadirkan semua kemungkinan akan alasan atas suatu hukum. Lantas, peneliti akan menguji semua kemungkinan alasan tersebut satu persatu; mengeliminasi alasan yang tak mampu menjawab ujian, dan akhirnya akan terverifikasi alasan terakhirnya.

As-sabr maknanya secara bahasa adalah ikhtibār (pengujian/pengecekan). Sedang at-taqsīm adalah pembagian atau pemecahan. Sebagaimana yang disampaikan oleh guru kami, Syaikh Saīd Al-Jābirī hafidzahullah;

"Sejatinya secara praktis at-taqsīm lebih didahulukan daripada as-sabr. Namun para ahli ushūl fikih mendahulukan as-sabr dalam penyebutan, karena dialah tujuan atau inti dari metode ini."

Sebagai contoh, dalam masalah riba. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam menyebutkan beberapa jenis komoditas, yaitu; gandum, kurma, garam. Lalu para fuqoha berbeda pendapat mengenai apakah alasan hukum benda-benda tersebut masuk kategori riba. Ada yang mengatakan al-iqtiyāt (makanan pokok), ada yang mengatakan al-kail (takaran), ada yang mengatakan at-thu'm (makanan).

Maka peneliti akan menguji satu persatu dari ketiga alasan di atas. Jika al-iqtiyāt, apakah ketiga komoditas itu semua makanan pokok ? Jika al-kail, apakah ketiga komoditas itu dijual dengan takaran ? Jika at-thu'm, apakah ketiga komoditas itu jenis makanan ?

Allah Ta'ala pun menerapkan metode ini dalam membatalkan ketuhanan selain Allah. Dimana  Allah menguji alasan patung-patung menjadi tuhan. Alasan pertama, karena mereka muncul tanpa adanya pencipta sebelumnya. Alasan kedua, karena mereka pencipta diri mereka sendiri. Alasan ketiga, karena mereka menciptakan semesta. Maka tentu semua alasan ini batal dan tereliminasi, hingga tidak patutlah berhala-berhala itu menyandang gelar ketuhanan.

أَمْ خُلِقُوا مِنْ غَيْرِ شَيْءٍ أَمْ هُمُ الْخَالِقُونَ * أَمْ خَلَقُوا السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ ۚ بَل لَّا يُوقِنُونَ
"Apakah mereka diciptakan tanpa asal-usul atau merekalah pencipta * Ataukah mereka menciptakan langit dan bumi ? Bahkan mereka tidak yakin."
[ QS At-Thūr ayat 35-36 ]

Wallahu Ta'ala A'lam

Jombang, 9 November 2023
Abu Harits Al-Jawi
t.me/fiqhgram | abuharits.com

#lubbulushul #usulfikih #faedahkitab #faedahkajian #janganberhentingaji

Minggu, 12 November 2023

,

Ketika seseorang berazam (sangat menginginkan) untuk berbuat kemaksiatan dan dosa, maka 'azzam tersebut akan dihisab oleh Allah Ta'ala kelak.

.
Hal ini dilandasi oleh hadits Abu Bakroh radhiyallallahu anhu, bahwa Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda;
.
إذا التقى المسلمان بسيفهما فالقاتل و المقتول في النار
"Jika dua orang muslim sudah bertemu dengan pedangnya, maka si pembunuh dan terbunuh di neraka."
.
Maka para sahabat pun bertanya, "Wahai Rasulullah, kalau si pembunuh maka jelas alasan masuk nerakanya. Bagaimana dengan si terbunuh ?!" Maka beliau menjawab;
.
إنه كان حريصا على قتل صاحبه
"Sesungguhnya dia sangat menginginkan untuk membunuh yang lainnya."
[ HR.Bukhari & Muslim, lihat Riyadhus Sholihin hadits no.10 ]
.
Maka disitu Nabi shallallahu alaihi wa sallam menyebutkan alasan, mengapa si terbunuh juga masuk neraka. Yaitu, karena dia juga sangat ingin untuk membunuh.
.
Namun, bagaimana dengan riwayat yang menyampaikan bahwa niat hati itu dimaafkan ? Maka Ibnu 'Allan Al-Makki (1057 H) dalam Dalīlul Fālihīn Syarh Riyādhus Shōlihīn;
.
ففي الحديث العقاب على من عزم على المعصية بقلبه و وطن نفسه عليها و يحمل ما جاء في الأحاديث من العفو عن الخواطر على غير ذلك بأن مر ذلك بفكره
"Maka dalam hadits ini ada pelajaran bahwa dibalas atas orang yang berazzam untuk melakukan maksiat dan berusaha mewujudkannya. Sedangkan hadits-hadits pemaafan hal tersebut, ditafsirkan maksudnya jika hal tersebut hanya sebatas lintasan pikiran saja."
.
Wallahu Ta'ala A'lam
.
Jombang, 5 November 2023
Abu Harits Al-Jawi
t.me/fiqhgram
.
#riyadushsholihin #faedahkajian #faedahkitab #fikihsuluk #janganberhentingaji
,

Ketika orang desa datang ke pasar di kota, maka sejatinya mereka sedang mencari rezeki melalui perdagangan hasil bumi atau produk tangan yang dimiliki. Maka, jika ada oknum-oknum yang memanfaatkan kepolosan mereka yang tidak mengetahui sistem pasar, lalu ingin menjualkan barang mereka. Padahal orang kampung itu sedang butuh uang saat itu. Namun karena sebab oknum-oknum pasar tersebut, akhirnya mereka tidak bisa leluasa menjual dagangannya.


Maka praktek semacam ini dilarang oleh Nabi shallallahu alaihi wa sallam. Dimana beliau shallallahu alaihi wa sallam bersabda;

لا بيعَ حاضرٌ لباد دعوا الناس يرزق الله بعضهم من بعض
"Tidak ada penjualan orang kota untuk orang desa. Biarkanlah manusia, Allah telah memberikan rezeki sebagian manusia dari sebagian yang lain."
[ HR.Muslim (1522) ]

Hadits ini menjadi landasan terlarangnya praktek penjualan orang kota untuk orang desa yang membawa barang dagangannya. Hal ini karena beberapa alasan; seperti orang desa ingin menjual saat itu, namun orang pasar mencoba memonopoli dan menahan barangnya tidak langsung di jual.

Dan para fuqoha memberikan syarat-syarat atau bentuk yang memperbolehkan penjualan orang kota untuk orang desa. Diantaranya;

Pertama, jika memang orang kota dimintai tolong oleh orang desa untuk menjualkan dagangannya.

Kedua, barang yang dijual bukan barang yang menjadi kebutuhan umum masyarakat, seperti furnitur atau semisal.

Ketiga, orang desa ingin menjual saat itu, dan orang kota membantu menjualkan saat itu juga, tidak dimonopoli dengan disimpan.

Al-Ghomrōwi (1337 H) berkata;

و أما لو ابتدأ البادي بقوله أتركه عندك لتبيعه أو انتفي عموم الحاجة إليه أو قصد بيعه حالا فأخذه الحاضر ليبيعه كذلك فلا يحرم في الجميع
"Dan adapun kalau seandainya orang kampung tadi yang meminta kepada orang kota dengan berkata misalkan; aku titipkan daganganku kepadamu supaya engkau jualkan. Atau barang tersebut bukan sebuah kebutuh ygan banyak dari masyarakat. Atau dia ingin menjualkan saat itu, dan orang kota membantu untuk menjualkan saat itu juga. Maka di semua hal ini, penjualan orang kota untuk orang desa tidak diharamkan."
[ Anwārul Masālik Syarh Umdatus Sālik wa Uddatun Nāsik, hal.210 ]

Wallahu Ta'ala A'lam

Jombang, 7 November 2023
Abu Harits Al-Jawi
t.me/fiqhgram

#ngajiumdatussalik #faedahkitab #faedahkajian #fikihmuamalah #janganberhentingaji

Minggu, 05 November 2023

,

Beliau adalah Abu Ya'qub Yusuf bin Yahya Al-Buwaithi Al-Qurosyi Al-Mishri. Salah satu murid Imam Syafii di Mesir yang paling menonjol diantara murid-murid lainnya. Bahkan Imam Nawawi mengatakan;


إن أبا يعقوب  البويطي أجل من المزني و الربيع المرادي
"Sesungguhnya Abu Ya'qub Al-Buwaithi lebih utama daripada Al-Muzani dan Robi' Al-Murodi."

Beliau adalah seorang yang alim lagi sholeh. Bahkan ketika Imam Syafii masih hidup, tak jarang ada orang yang bertanya kepada beliau tentang suatu masalah, lalu beliau mengatakan, "Tanyakan ke Abu Ya'qub saja."

Beliau adalah orang yang suka puasa, shalat, dan membaca Al-Quran. Bahkan Ibnu Abi Al-Jarud mengatakan, "Al-Buwaithi dulu pernah menjadi tetanggaku, dan ketika aku terbangun di malam hari, aku selalu mendengar dia membaca Al-Quran saat shalat malam.

Sebelum Imam Syafii wafat, beliau memberikan wasiat kepada para murid yang lain, sembari mengatakan;

ليس أحد أحق بمجلسي من أبي يعقوب و ليس أحد من أصحابي أعلم منه
" Tidak ada orang yang lebih berhak untuk menduduki majelisku selain Abu Ya'qub. Dan tidak ada dari muridku yang lebih berilmu melebihinya."

Maka, setelah Imam Syafii wafat, beliau pun menggantikan Imam Syafii dan mengajar di majelis yang ditinggalkan. Beliau pun meriwayatkan ilmu Imam Syafii, dalam kitab Mukhtashor Al-Buwaithi, atau Ikhtilaf Syafii wa Malik.

***

Saat peristiwa mihnah (cobaan) pada masa kekhilafaan Abbasiyyah, tentang masalah ke-makhluk-an Al-Quran, maka beliau termasuk ulama yang mendapat siksaan dan dipenjara, karena tetap teguh memegang aqidah salaf. Bahwa Al-Quran adalah kalamullah dan bukan makhluk.  Bahkan dalam Thobaqot Fuqoha Syafiiyyah (2/682), Ibnu Sholah menyebutkan, "Al-Buwaithi adalah salah satu dari barisan ulama yang sabar menerima siksaan dalam peristiwa ujian Al-Quran tersebut, dan jumlah mereka sedikit. Mereka adalah Al-Buwaithi, Ahmad bin Hanbal, Ahmad bin Nashr Al-Khuza'i, Muhammad bin Nuh, Nu'aim bin Hammad, dan Al-Adzrami."

Beliau meninggal di penjara Baghdad pada bulan Rajab tahun 231 H.

Wallahu Ta'ala A'lam

Jombang, 24 Oktober 2023
Abu Harits Al-Jawi
t.me/fiqhgram

#biografi #ulama #biografiulama

***

Referensi:
1. Thobaqot Asy-Syafiiyyah. Taqiyuddin ibn Qodhi Syuhbah (851 H). (Beirut, Darun Nasyr 'Alam Al-Kutub). Cetakan pertama. Tahun 1407 H.

2. Thobaqot Al-Fuqoha Asy-Syafiiyyah. Abu Amr Taqiyuddin Ibnu Sholah (643 H). (Beirut, Darul Basyair Al-Islamiyyah). Cetakan pertama. Tahun 1992 M.
,

Dalam pembahasan syarat wudhu (masuk padanya mandi wajib) salah satu syarat yang biasa disebutkan oleh para fuqoha adalah mengetahui tentang kefardhuan berwudhu yang akan dilakukan. Seperti ibarot yang pada umumnya -yang bisa dilihat di Al-Yāqūt An-Nāfīs atau Muqoddimah Hadromiyyah, atau lainnya-  disebutkan;


العلم بفرضيته
"Mengetahui kefardhuan wudhu tersebut."

Namun Syaikhona Kholil dalam Al-Matn As-Syarīf membuat sedikit perubahan dalam ibarot tersebut, dengan mengatakan;

معرفة كيفية الوضوء
"Mengetahui tata cara berwudhu."

Tentu saja, ibarot Syaikhona Kholil lebih luas dibandingkan dengan ibarot sebelumnya. Disini terlihat bagaimana Syaikhona Kholil cukup mendalam dalam fikihnya. Hal ini nampak secara sengaja dilakukan agar mencakup wudhu yang bersifat fardhu ataupun yang bersifat sunnah. Dan ini lebih tepat secara dhohir. Dikarenakan syarat ini dimunculkan oleh para fuqoha, sehubungan dengan pembahasan niat. Sedangkan, wudhu membutuhkan niat baik wudhu yang bersifat fardhu ataupun yang bersifat sunnah.

Dalam pembahasan niat, kita akan mendapati beberapa syarat niat. Hal ini sebagaimana yang telah dibahas oleh para fuqoha, diantaranya Imam As-Suyūthi dalam Al-Asybāh wan Nadzōir. Diisyaratkan oleh Abu Bakr Al-Ahdal (1035 H) dalam nadzom Al-Farōid Al-Bahiyyah;

و شرطُها التمييزُ و الإسلامُ * و العلمُ بالمَنوِي يَا هُمامُ
"Dan syaratnya (niat) adalah tamyīz dan Islam * Serta mengetahui terhadap yang akan diniatkan wahai Humam."

Wallahu Ta'ala A'lam

Jombang, 4 November 2023
Abu Harits Al-Jawi
t.me/fiqhgram

#matansyarif #faedahkitab #faedahkajian #ngajikitabkuning #janganberhentingaji

***

Simak kajian kitab Al-Matn As-Syarif disini >> Matan Syarif

Jumat, 03 November 2023

,

Perlu kita ketahui, hutang dalam pembahasan fikih terbagi menjadi dua jenis;


Pertama, hutang karena sebab muamalah atau transaksi seperti karena sebab dagang atau penyewaan, syirkah (kerjasama kerja), dan seterusnya. Hutang ini biasa disebut dengan dain (الدَّيْن).

Kedua, hutang murni permintaan orang sejumlah uang yang nanti akan dia kembalikan, yang ini diistilahkan dengan qordh (القَرْض).

Adapun jenis hutang pertama, maka sejatinya dia tumbuh dari sebuah akad muamalah atau transaksi ekonomi, maka hukumnya pun bersifat ekonomis. Dimana ada tempo pembayaran, dan lain sebagainya. Sedangkan, untuk hutang jenis kedua, maka sejatinya dia adalah sebuah akad yang bersifat irfāq (murni pemberian bantuan).

Oleh karenanya, para fuqoha memberikan satu syarat dalam jenis hutang kedua; tidak ada batas tempo pembayaran yang dipersyaratkan saat memberikan hutang. Berkata Ibnu Naqīb Al-Mishri (769 H) dalam Umdatus Sālik wa 'Uddatun Nāsik;

و لا يجوز فيه شرط الأجل
"Dan (dalam akad qordh) tidak boleh ada syarat tempo pembayaran tertentu."

Dan apabila syarat tempo pembayaran diberikan dalam akad, maka syarat tempo tidak dianggap, dan akad qord (hutang) tetap sah. Maka uang hasil hutangnya pun halal. Kecuali kalau misal ada tujuan dalam pemberian tempo tersebut sedang si penghutang mampu membayar, maka akad qord tidak sah.

Namun Imam Malik berpendapat boleh dan sah memberikan tempo pembayaran dalam akad qord, sebagaimana yang dinukil oleh Imam Al-Mawardi dalam Al-Hāwi Al-Kabīr.

Al-Ghomrōwi (1337 H) dalam Anwārul Masālik Syarh Umdatus Sālik (hal.218) menjelaskan;

فإن شرط فإن كان المقترض موسرا و كان للمقرض حظ في الأجل كأن كان الزمن زمن نهب فسد عقد القرض و إلا فسد الشرط و صح العقد
"Dan apabila mempersyaratkan; jika penghutang mampu membayar sedangkan bagi pemberi hutang tujuan dalam pemberian tempo seperti saat itu adalah saat huru-hara, maka akad qordh batal. Namun jika tidak ada, maka syarat tempo tidak dianggap dan akad hutang tetap sah."

Dalam Fiqh Manhaji disebutkan;

إذا شرط أجل في العقد فلا يلزم الوفاء به و يعتبر لاغيا
"Jika dipersyaratkan tempo maka tidak ada kewajiban menepati tempo tersebut, dan syarat tempo tidak dianggap."

Al-Māwardi (450 H) dalam Al-Hāwi Al-Kabīr menyatakan;

و قال مالك يجوز القرض مؤجلا و يلزم فيه الأجل و لا يجوز للمقرض المطالبة به قبل أجله
"Dan pendapat Imam Malik; boleh akad qord dengan tempo pembayaran dan wajib dipenuhi tempo pembayaran tersebut, dan tidak boleh bagi pemberi hutang menagih hutangnya sebelum jatuh tempo."

Wallahu Ta'ala A'lam

Jombang, 3 November 2023
Abu Harits Al-Jawi
t.me/fiqhgram

#umdatussalik #faedahkitab #muamalahsyafiiyyah #fikihmuamalah #janganberhentingaji
,

Dalam hadits Aisyah radhiyallahu anhu yang shahih beliau menyampaikan;


كُنْتُ أَغْتَسِلُ أَنَا وَرَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْ إِنَاءٍ وَاحِدٍ. تَخْتَلِفُ أَيْدِينَا  فِيهِ. مِنَ الجنابة.
"Aku pernah mandi junub bersama Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam dari satu wadah, dan tangan kami bergantian di wadah tersebut."
HR.Bukhari (261), Muslim (321) dan ini lafadznya, Ibnu Hibban (5393) juga Al-Baihaqi dalam As-Sunan Al-Kubro menambahkan;

وَتَلْتَقِي
"Dan bertemu (tangan kami)."

Al-Hafidz Ibnu Hajar (852 H) dalam Bulughul Maram menyebutkan tambahan lafadz Ibnu Hibban di atas. Dan tentu saja, kalimat iltiqō' (bertemu) tangan memberikan isyarat bahwa tangan Aisyah radhiyallallahu anha dan tangan Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersentuhan kulit dengan kulit. Dan kita ketahui pula, bahwa bersentuhan kulit dengan kulit antara yang bukan mahram adalah sebab hadats kecil.

Maka, bisa diambil faedah dari tambahan lafadz tersebut, bahwasanya hadats kecil yang muncul di tengah-tengah mandi wajib (baik junub atau haidh), tidak membatalkan mandi tersebut. Maka tidak perlu mengulang mandinya ketika ditengah-tengah terjadi hadats kecil; seperti kentut, kencing, atau bersentuhan dengan yang bukan mahram.

Wallahu Ta'ala A'lam

Jombang, 2 November 2023
Abu Harits Al-Jawi
t.me/fiqhgram

#bulughulmaram #faedahkajian #faedahkitab #janganberhentingaji #fikihhadits #fikihibadah

***

Simak serial kajian kitab Bulughul Maram disini >> Bulughul Maram

Kamis, 02 November 2023

,

Diantara maslak illah (metode pencarian ta'lil atau alasan hukum) dalam usul fikih adalah melalui al-īmā'. Yaitu penyebutan alasan hukum bersamaan dengan hukum itu sendiri, secara isyarat.

Al-īmā' sendiri memiliki beberapa model, salah satunya adalah dengan menyebut pelarangan atas sesuatu dari hal yang bisa membuat perintah tidak dijalankan. Syaikhul Islam Zakariya Al-Anshori mengistilahkan dengan;

المنع مما قد يفوت المطلوب
"Pelarangan (pembuat syariat) dari perkara yang memungkinkan bisa menyia-nyiakan perintah."

Kasus yang dibuat contoh oleh beliau dalam Ghoyatul Wushūl adalah perintah datang shalat jumat dan larangan jual beli saat adzan jumat sudah dikumandangkan.

فإذا ندي للصلاة من يوم الجمعة فاسعوا إلى ذكر الله و ذروا البيع
"Dan apabila telah dikumandangkan adzan untuk shalat hari jumat; maka segeralah datang untuk shalat dan tinggalkan jual beli."
[ QS Al-Jumuah ayat 9 ]

Maka Syaikhul Islam menyampaikan berlandaskan dengan maslak illah menggunakan īmā' dengan metode tersebut;

فالمنع من البيع وقت نداء الجمعة الذي قد يفوتها لو لم يكن لمظنة تفويتها لكان بعيدا
"Maka larangan jual beli saat adzan jumat yang bisa jadi akan menyia-nyiakan shalat jumat itu sendiri; kalau bukan karena alasan jual beli itu akan menghalangi seorang untuk datang shalat jumat (yg mana itu perintah -edt), maka tentu susunan kalimat ini akan dianggap tidak pas dalam berbahasa."

Maka dari ta'lil (pengajuan alasan hukum) di atas, jika maksud dari larangan jual beli supaya orang bisa datang shalat jumat; tidak berlaku bagi wanita. Karena secara asal, wanita tidak ada perintah untuk shalat jumat, sebagaimana dijelaskan dalam hadits. Oleh karenanya, jika yang berjual beli adalah wanita saat adzan jumat, tidak terlarang.

Wallahu Ta'ala A'lam

Jombang, 1 November 2023
Abu Harits Al-Jawi
t.me/fiqhgram

#lubbulushul #faedahkitab #faedahkajian #fikihjumat #ngajiushulfikih #janganberhentingaji
,

Bersiwak disunnahkan ketika berwudhu menurut kesepakatan para ulama, tidak ada khilaf dalam hal ini. Namun terjadi khilaf, dalam hal kapankah bersiwak saat wudhu ?!


Maka disini ada dua pendapat dalam madzhab syafii yang masyhur dan satu pendapat diluar madzhab;

Pertama, dilakukan setelah membaca basmalah; yaitu antara membasuh tangan dan sebelum berkumur. Dengan alasan kalau maksudnya sunnah siwak disini adalah sunnah fi'liyyah dalam wudhu, maka harus dilakukan setelah masuk amaliyyah wudhu.

Kedua, dilakukan sebelum basmalah karena siwak disini masuk kategori sunnah fi'liyyah sebelum wudhu.

Ketiga, dilakukan siwak bersamaan dengan berkumur.

Dalam Busyrol Karīm Syarah Muqoddimah Hadromiyyah, disebutkan bahwa pendapat pertama dipilih oleh Ibnu Hajar. Sedangkan pendapat kedua dipilih oleh Ar-Romli dengan penulis Muqoddimah Hadromiyyah; Abdullah Bafadhol (918 H).

Adapun pendapat ketiga, maka ini pendapat madzhab Hanafi dan Maliki, serta Hanbali.

Adapun Syaikhona Kholil Bangkalan, maka secara jelas dalam Matan Syarif-nya menguatkan pendapat kedua. Dimana beliau menyampaikan dalam pasal sunnah-sunnah wudhu;

استقبال القبلة و السواك و التسمية ...
"Menghadap kiblat, siwak, membaca basmalah ... "

Hal ini dikuatkan dengan hadits Aisyah radhiyallahu anha;

أنَّ النبيَّ - صلى الله عليه وسلم - كانَ لا يَرقُدُ من ليلٍ ولا نهارٍ فيَستَيقِظُ
إلا تَسَوَّكَ قبلَ أن يَتَوَضَّأ
"Bahwa Nabi shallallahu alaihi wa sallam beliau tidaklah tidur malam hari atau siang, lalu beliau bangun, kecuali beliau pasti bersiwak sebelum berwudhu."
[ HR.Abu Dawud (57) dan ini lafadznya, Ibnu Abi Syaibah dalam Al-Mushonnaf (1807), dan dihukumi hasan lighoirihi oleh Al-Arnauth dalam tahqiq Sunan Abi Dawud ]

Wallahu Ta'ala A'lam

Abu Harits Al-Jawi
t.me/fiqhgram

#matansyarif #faedahkitab #faedahkajian #fikihibadah #ngajikitabkuning

***

Simak kajian kitab Al-Matn Asy-Syarif karya Syaikhona Kholil disini >> Kajian Matan Syarif

Rabu, 01 November 2023

,

 

Dalam hadits Ibnu Abbas radhiyallahu anhuma yang diriwayatkan oleh Bukhari dalam shahihnya serta lainnya, bahwa beliau bermalam di rumah bibinya Maiumah istri Nabi shallallahu alaihi wa sallam. Lalu menemani beliau shalat malam. Lalu disebutkan;


ثم اضطجع فنام حتى نفخ ثم أتاه المنادي فآذنه بالصلاة فقام معه إلى الصلاة فصلى و لم يتوضأ
"...Lalu beliau berbaring dan tidur hingga mendengkur (lelap -edt), kemudian datanglah muadzin yang mengumandangkan adzan (shalat shubuh). Maka beliau pun beranjak untuk shalat tanpa berwudhu (kembali)."
[ Shahih Bukhari (1/39), cetakan Nurul Huda Surabaya ]

Riwayat ini akan menjadi problem ketika dipertemukan dengan hadits lainnya yang berbunyi;

العين وكاء السه فمن نام فليتوضأ
"Mata adalah pengikat pantat, maka siapa yang tidur hendaknya dia berwudhu."

Namun, para ahli fikih menjelaskan bahwa tidur membatalkan wudhu kecuali bagi Nabi shallallahu alaihi alaihi wa sallam, maka tidak membatalkan wudhunya. Oleh karenanya dalam hadits Ibnu Abbas tersebut, Nabi shallallahu alaihi wa sallam tidur sampai mendengkur yang menunjukkan lelap, namun beliau tidak berwudhu kembali. Menguatkan hal ini adalah isyarat dari Nabi shallallahu alahih wa sallam dalam riwayat yang lainnya;

إنما تنام عيني و لا ينام قلبي
"Sesungguhnya yang tidur adalah mataku, tidak dengan hatiku."

Akan tetapi kisah Nabi shallallahu alahi wa sallam bersama para sahabat yang terlewat dari shalat shubuh, akan menjadi bantahan atas hal ini. Kalau hati Nabi shallallahu alahi wa sallam memang tidak tidur, maka bagaimana beliau bisa terlewat waktu shubuh ?! Maka diantara jawaban yang disajikan oleh fuqoha, sebagaimana dinukil oleh Imam Nawawi dalam Al-Majmu'. Bahwa hati beliau tidak tidur sehingga bisa merasakan apa yang terjadi pada fisik beliau. Adapun yang terjadi di luar fisik beliau, maka tidak masalah beliau tidak mengetahuinya; seperti terbit matahari. Karena hal tersebut tidak terasa dalam fisik beliau.

Wallahu Ta'ala A'lam

Abu Harits Al-Jawi
t.me/fiqhgram

#faedahkajian #fikihhadits #shahihbukhari #janganberhentingaji #faedahkitab
,

Hukum asal dalam masalah bekas air mandi atau wudhu secara syar'i, yang sunnah adalah tidak dikeringkan sebagaimana ibarat Nawawi dalam Minhajut Tholibin; baik dengan alat seperti handuk ataupun dengan tangan saja. Hal ini didasari hadits  Maimunah radhiyallahu anha yang shahih;


فأتيته بالمنديل فرده فجعل ينفض الماء بيده
"Lalu aku bawakan kain maka beliau menolaknya, dan beliau pun mengibaskan air menggunakan tangannya."

Kemudian, jika tetap dilakukan tanpa ada udzur, bagaimana hukumnya ? Maka yang menjadi pendapat jumhur ahli fikih mutaakhirin, hal tersebut berhukum makruh. Sebagaimana disebutkan oleh para pensyarah Al-Minhaj dan muhasyi-nya. Penulis Yaqut Nafis pun memasukkannya dalam rumpun makruhāt wudhū'.

Hanya saja sebagian ahli fikih berpendapat, jika dilakukan maka hukumnya mubah. Mereka beralasan dengan hadits Maimunah di atas. Serta hadits Salman Al-Farisi radhiyallahu anhu dalam Sunan Ibnu Majah;

كان رسول الله صلى الله عليه و سلم توضأ فقلب جبة صوف كانت عليه فمسح بها وجهه
"Bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam berwudhu lalu membalikkan jubbah wol yang beliau pakai dan mengusap wajahnya (dari air bekas wudhu -edt)."

Maka, jika Nabi shallallahu alaihi wa sallam melakukannya, tentu tidaklah perbuatan tersebut dihukumi makruh, akan tetapi mubah. Demikian pendapat Al-Athor dalam Syarah Umdatul Ahkam, juga Ibnu Mulaqqin.

Namun, bisa dijawab bahwa kemakruhan ini dikuatkan dengan sebuah riwayat dari Abu Hurairah radhiyallahu anha secara marfu';

لَا تَنْفضُوا أيْدِيَكُمْ فإنَّها مَراوِحُ الشَّيْطانِ
"Jangan keringkan tangan-tangkan kalian, sesungguhnya hal tersebut menjadi kesejukan bagi setan."

Hadits ini diriwayatkan oleh Ibnu Hibban dalam Ad-Dhu'afa (1/204), Abu Hatim dalam Al-Ilal dan beliau berkata; hadits ini munkar. Juga diriwayatkan oleh As-Suyuthi dalam Al-Jami' As-Shoghir (1884).

Maka kita tahu hadits ini tingkat kedhoifannya cukup parah, bahkan disebutkan ada perawi yang munkar. Tentu tak dapat menjadi hujjah sama sekali bahkan dalam urusan fadhilah amal (kesunnahan).

Namun, pendapat mayoritas ashab masih punya alasan lain, yakni mengenai definisi makruh itu sendiri. Jika setiap hal yang menyelisihi hukum sunnah secara fikih dikategorikan makruh, maka tentu mengeringkan bekas mandi atau bersuci ini bisa dimasukkan dalam kategori tadi. Karena yang sunnah adalah tidak mengeringkan, maka mengeringkan hukumnya makruh. Kecuali kalau kita katakan bahwa tidak mengeringkan bukan sunnah secara asal, dan ini pendapat di luar madzhab secara asal, seperti pendapat madzhab Hambali. Olehnya, kemakruhan ini tetap menjadi pendapat madzhab yang dipilih jumhur ashab, dengan alasan mukholafatus sunnah (menyelisihi yang hukumnya sunnah).

Dan jika dikatakan, berarti Nabi shallallahu alaihi wa sallam melakukan hal makruh ?! Maka dijawab, hal tersebut makruh bagi umatnya, dan tidak berlaku bagi beliau. Karena posisi beliau adalah sedang memberi penjelasan akan hukum tersebut yang tidak sampai derajat haram. Sebagaimana dalam riwayat bahwa beliau juga pernah minum sambil berdiri, atau kencing sambil berdiri yang kesemuanya ini secara fikih dihukumi makruh.

Wallahu Ta'ala A'lam

Abu Harits Al-Jawi
t.me/fiqhgram

#faedahkajian #bulughulmaram #janganberhentingaji #fikihhadits

***

Simak kajian kitab Bulughul Maram disini >> Kajian Bulughul Maram