Rabu, 28 Desember 2022

,

 


Musim liburan telah tiba. Bisa dipastikan banyak dari kaum muslimin akan melaksanakan safar atau bepergian. Entah untuk menuju tempat-tempat wisata, atau pergi ke rumah sanak saudara. Maka, kiranya perlu disini kita memurojaah (mengulang kembali) beberapa fikih dalam safar. Yang akan kami ringkas dalam beberapa point-point berikut.

1. Safar adalah satu bagian dari siksaan tersendiri. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda;

السَّفَرُ قِطْعَةٌ مِنَ العَذَابِ، يَمْنَعُ أحَدَكُمْ طَعَامَهُ وشَرَابَهُ ونَوْمَهُ، فَإِذَا قَضَى نَهْمَتَهُ، فَلْيُعَجِّلْ إلى أهْلِهِ
"Safar adalah sepotong dari siksaan, karena safar menghalangi seseorang dari makannya, minumnya, dan tidurnya. Jika dia telah menyelesaikan urusannya, bersegeralah kembali kepada keluarganya."
[HR.Bukhari (1804), Muslim (1927)]

2. Diperbolehkan bagi musafir untuk mengqoshor sholat dzuhur, ashar, dan isya menjadi 2 rakaat saja. Allah Ta'ala berfirman;

وَإِذَا ضَرَبْتُمْ فِي الْأَرْضِ فَلَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ أَن تَقْصُرُوا مِنَ الصَّلَاةِ إِنْ خِفْتُمْ أَن يَفْتِنَكُمُ الَّذِينَ كَفَرُوا ۚ إِنَّ الْكَافِرِينَ كَانُوا لَكُمْ عَدُوًّا مُّبِينًا
"Dan jika kalian melakukan perjalanan di bumi maka tidak ada masalah kalian mengqoshor sholat, jika kalian khawatir atas orang-orang kafir. Sesungguhnya orang kafir adalah musuh yang nyata bagi kalian."
[QS An-Nisa; 101]

3.Untuk kebolehan qoshor sholat, ada beberapa syarat yang hendaknya diperhatikan. Diantaranya;

Pertama, jarak safar tidak kurang dari 4 burd / 16 farsakh. Jika dikonversikan setara dengan kurang lebih 84 km. Jika kurang, maka tidak boleh qoshor.
[HR.Bukhari, Malik, Asy-Syafii, Al-Baihaqi, dan selainnya secara mauquf kepada Ibnu Abbas & Ibnu Umar]

Kedua, kebolehan qoshor yg berlaku di tengah perjalanan adalah ketika sudah keluar dari sūr al-balad (pada hari ini bisa kita anggap sebagai batas kota). Oleh karenanya, sebelum keluar dari batas kota tidak boleh qoshor.

Ketiga, ketika sudah sampai di kota tujuan safar (sūr balad) masih boleh qoshor disana selama dia tinggal tidak lebih dari 3 hari di luar hari kedatangan dan hari kepulangan. Jika dia niat untuk tinggal ditujuan safar lebih dari itu, maka tidak boleh qoshor ketika sudah masuk batas kota tujuan.

Keempat, tidak bermakmum kepada orang yang shalat secara sempurna (empat rakaat). Atau kepada orang yang ragu apakah imamnya musafir atau bukan. Jika dia lakukan, maka tidak boleh shalat qoshor.

4. Diperbolehkan juga saat safar untuk jamak shalat (dzuhur dengan ashar, dan maghrib dengan isya'). Dengan syarat-syarat yang sama saat qoshor tadi.

5. Diantara rukhshoh atau kebolehan saat safar adalah, boleh tidak shalat jamaah, boleh tidak shalat jumat, boleh tidak puasa wajib, boleh mengusap di atas khuff.

6. Segala macam kebolehan dalam safar di atas adalah rukhshoh atau keringanan ibadah. Dan yang utama shalat secara biasa jika mudah dan memungkinkan, karena shalat sempurna adalah asal.

Wallahu Ta'ala A'lam

29 Desember 2022
Rumah nenek, Trenggalek Jawa Timur
Abu Harits Al-Jawi

_
Referensi:
Al-Manhaj Al-Qowim Syarh Masāil Ta'lim. Ibnu Hajar Al-Haitami. Surabaya, Nurul Huda. Tanpa tahun

Senin, 19 Desember 2022

,


Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda;


من تشبه بقوم فهو منهم

"Siapa yang bertasyabbuh (menyerupai) terhadap suatu kaum maka dia termasuk bagian dari mereka."


Sebagaimana yang tercantum dalam literatur fikih klasik, bahwa tidak diperbolehkan kaum muslimin mengikuti orang-orang kafir dalam perayaan-perayaan hari besar mereka. 


Berkata Syaikh Kamaluddin Ad-Damīri Asy-Syafii (w.1405 M) dalam Najm Wahhaj Syarah Minhaj;


يعزر من وافق الكفار في أعيادهم ... ومن قال لذمي: يا حاج، ومن هنأه بعيد

"Ditakzir (dihukum) orang yang mengikuti orang-orang kafir dalam hari-hari perayaan mereka ... Dan orang yang mengucapkan kepada orang kafir dzimmi, " Wahai pak haji", dan mengucap selamat hari raya kepadanya."

[An-Najm Al-Wahhaj Syarh Al-Minhaj. Kamaluddin Ad-Damiri. Jeddah, Darul Minhaj. Cetakan pertama. Tahun 2004. (Kitābul Asyribah)]


Berkata Khothib Syirbini Asy-Syafii (w.1570 M) dalam Al-Iqna';


وَيُعَزر من وَافق الْكفَّار فِي أعيادهم

"Dan ditakzir (dihukum) orang yang mengikuti orang kafir dalam hari-hari raya mereka."

[Al-Iqna' fi Halli Alfādz Abi Syujak. Khothib Syirbini. Kitābul Jināyāt. Fashl Fī Haddil Qodzf]


Al-Bujairimi Asy-Syafii (w.1806 M) menjelaskan makna muwāfaqotul kuffār fī a'yādihim;


قَوْلُهُ: (مَنْ وَافَقَ الْكُفَّارَ فِي أَعْيَادِهِمْ) بِأَنْ يَفْعَلَ مَا يَفْعَلُونَهُ فِي يَوْمِ عِيدِهِمْ وَهَذَا حَرَامٌ

"Dan ucapan penulis (orang yang mengikuti orang-orang kafir dalam ied mereka), yaitu dengan melakukan seperti perbuatan orang kafir saat hari raya mereka. Dan ini hukumnya adalah haram."

[Hasyiyah Al-Bujairimi 'ala Al-Khothīb]


Oleh karenanya, hendaknya kaum muslimin tidak ikut-ikutan merayakan pesta natal, memakai kostum yang menjadi identitas khusus natal, juga tidak mengucapkan selamat natal. Hendaknya kita harus tahu, mana batas antara toleransi dan berpendirian. 


Wallahu Ta'ala A'lam


Oleh Abu Harits Al-Jawi


_


🔔 Jangan lupa ikuti akun-akun Fiqhgram berikut. 


🔰 www.instagram.com/fiqhgram

🔰 www.youtube.com/@fiqhgram

🔰 t.me/fiqhgram

🔰 www.facebook.com/fiqhgram

🔰 www.abuharits.com

Minggu, 18 Desember 2022

,


Berkata sahabat Zaid bin Arqom rodhiyallahu anhu;


نساؤه من أهل بيته و لكن أهل بيته من حرم الصدقة بعده، قال: من هم ؟ قال: هم آل علي و آل عقيل و آل جعفر و آل عباس


"((Istri-istri beliau shallallahu alaihi wa sallam adalah ahlu baitnya. Namun ahlu bait beliau shallallahu alaihi wa sallam adalah yang haram atasnya memakan sedekah setelah wafatnya Nabi shallallahu alaihi wa sallam)). Perawi bertanya: Siapakah mereka kalau begitu ? Beliau menjawab ((Mereka adalah keluarga Ali, Aqīl, Ja'far, dan Abbās))"

[HR.Muslim, disebutkan dalam Riyadhus Shalihih Bab Ikrōm Ahli Baiti Rasulillah shallallahu alaihi wa sallam]


Dalam riwayat lain disebutkan, bahwa istri beliau bukan ahli baitnya. Maka disini tidak ada pertentangan. Namun, bisa dikompromikan, bahwa jika yang dimaksud dalam pembahasan ahlul bait adalah tentang memuliakannya, maka istri-istri beliau juga termasuk. Namun, kalau pembahasan tentang yang haram memakan sedekah, maka hanya terbatas untuk Ālu Hāsyim (Bani Hasyim) dan Ālu Muththolib (Bani Muththolib). 


Maka bagi keturunan dari keluarga ini, diharamkan bagi mereka untuk memakan harta sedekah. Maksud sedekah disini adalah sedekah wajib, yang mencakup zakat, nadzar, atau kaffarah. Adapun sedekah yang bersifat sunnah maka boleh. Dalam Fathul Muin (hal, 180) disebutkan;


لخبر ((إن هذه الصدقات -اي الزكوات- إنما هي أوساخ الناس و إنها لا تحل لمحمد و لا لآله)) قال شيخنا: و كازكاة كل واجب كالنذر و الكفارة بخلاف التطوع و الهدية


"Hal ini berlandaskan hadits ((Sungguh sedekah ini -maksudnya zakat- adalah kotoran dari manusia, maka tidak halal bagi Muhammad dan keluarganya)). Berkata guru kami (Ibnu Hajar) : Dan seperti zakat, semua sedekah wajib seperti nadzar dan kaffarah, berbeda halnya sedekah sunnah atau hadiah (maka boleh)."


Dan di dalam al-Quran, kata sedekah juga dimaksud dengannya zakat. Seperti dalam ayat pembagian zakat. 


Wallahu Ta'ala A'lam


Oleh Abu Harits Al-Jawi


Kamis, 15 Desember 2022

,

  


KHUTBAH PERTAMA

إن الحمد لله، نحمده ونستعينه ونستغفره، ونعوذ بالله من شرور أنفسنا وسيئات أعمالنا، من يهده الله فلا مضل له، ومن يضلل هادي له، وأشهد أن لا إله إلا لله، وحده لا شريك له، وأشهد أن محمدا عبده ورسوله.

﴿يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُون﴾[1] ﴿يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيراً وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالْأَرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيباً﴾[2] ﴿يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلاً سَدِيداً يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزاً عَظِيماً﴾ [3]

اللهم صل و سلم على نبينا و حبيبنا محمد و على آله و صحبه و من سار على نهجه إلى يوم الدين، أما بعد


Kembali kita bersyukur kepada Allah Ta’ala, yang memberikan kenikmatan kepada seluruh ciptaan-Nya. Dan bagi kita sebagai seorang muslim, nikmat syariat Islam adalah sebaik-baik nikmat. Shalawat serta salam kita haturkan kepada baginda Rasulillah shallallahu alaihi wa sallam, yang telah mengajarkan kepada manusia jalan-jalan kebaikan. Dan pada kesempatan yagn singkat ini, kita manfaatkan untuk meningkatkan iman dan taqwa kepada Allah Ta’ala.


Maasyiral Muslimin Jamaah Jumat Rahimakumullah


Hari Jum’at memiliki keutamaan dibanding dengan hari-hari lainnya. Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda;

إِنَّ يَوْمَ الْجُمُعَةِ سَيِّدُ الْأَيَّامِ، وَأَعْظَمُهَا عِنْدَ اللَّهِ، وَهُوَ أَعْظَمُ عِنْدَ اللَّهِ مِنْ يَوْمِ الْأَضْحَى وَيَوْمِ الْفِطْرِ، فِيهِ خَمْسُ خِلَالٍ، خَلَقَ اللَّهُ فِيهِ آدَمَ، وَأَهْبَطَ اللَّهُ فِيهِ آدَمَ إِلَى الْأَرْضِ، وَفِيهِ تَوَفَّى اللَّهُ آدَمَ، وَفِيهِ سَاعَةٌ لَا يَسْأَلُ اللَّهَ فِيهَا الْعَبْدُ شَيْئًا إِلَّا أَعْطَاهُ، مَا لَمْ يَسْأَلْ حَرَامًا، وَفِيهِ تَقُومُ السَّاعَةُ، مَا مِنْ مَلَكٍ مُقَرَّبٍ، وَلَا سَمَاءٍ، وَلَا أَرْضٍ، وَلَا رِيَاحٍ، وَلَا جِبَالٍ، وَلَا بَحْرٍ، إِلَّا وَهُنَّ يُشْفِقْنَ مِنْ يَوْمِ الْجُمُعَةِ

 “Sesungguhnya hari jumat adalah penghulu hari, dan hari yang paling agung di sisi Allah. Dia lebih agung dari hari Iedul Adha dan Iedul Fitri. Di dalamnya ada lima hal. Allah ciptakan Adam, dan Allah turunkan Adam ke bumi, dan Allah wafatkan Adam, dan di dalamnya ada satu waktu yang tidaklah seorang hamba berdoa kecuali pasti akan dikabulkan selama bukan permintaan yang haram. Dan pada hari jumat akan terjadi kiamat, tidaklah ada dari malaikat yang dekat, langit, bumi, angin, gunung, dan samudera, kecuali semuanya merasa khawatir di hari Jum’at.”[4]


Maka disini akan kita sebutkan beberapa adab dan amalan yang berkenaan dengan hari Jum’at secara khusus.


Pertama, disunnahkan membaca surat al-Kahfi di malam Jum’at atau pagi harinya. Dan yang utama dibaca selepas shalat shubuh di hari Jum’at. Hal ini berdasarkan sabda Nabi shallallahu alaihi wa sallam;

من قرأ سورة الكهف في يوم الجمعة أضاء له من النور ما بين الجمعتين

 “Siapa yang membaca surat al-Kahfi pada hari jum’at Allah akan berikan cahaya baginya antara dua jum’atnya.”[5]


Kedua, memperbanyak membaca shalawat kepada Nabi shallallahu alaihi wa sallam. Sebagaimana sabda Nabi shallallahu alaihi wa sallam;

إن من أفضل أيامكم يوم الجمعة، فأكثروا علي من الصلاة فيه، فإن صلاتكم معروضة علي

 Termasuk hari yang utama adalah hari jum’at, maka perbanyaklah shalawat kepadaku di dalamnya, sesungguhnya shalawat kalian akan disampaikan kepadaku.”[6]


Ketiga, memperbanyak doa, karena hari jumat adalah hari yang utama dan ada waktu istijabah. Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda;

فيها ساعة لا يوافقها عبد مسلم، وهو قائم يصلي، يسأل الله تعالى شيئاً إلا أعطاه إياه

 Di dalamnya ada satu waktu yang tidaklah seorang muslim di waktu itu dia berdiri shalat, serta meminta kepada Allah Ta’ala sesuatu, kecuali Allah akan berikan kepadanya.”[7]


Keempat, tidak menyibukkan diri dengan kegiatan duniawi ketika adzan jumat sudah dikumandangkan. Allah Ta’ala berfirman;

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا نُودِيَ لِلصَّلَاةِ مِنْ يَوْمِ الْجُمُعَةِ فَاسْعَوْا إِلَى ذِكْرِ اللَّهِ وَذَرُوا الْبَيْعَ ذَلِكُمْ خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ

 “Wahai orang-orang yang beriman jika telah diserukan untuk shalat di hari jumat maka bersegeralah untuk mendatanginya, dan tinggalkanlah jual beli. Yang demikian itu lebih baik untuk kalian jika kalian mengetahui.”[8]


Kelima, bersegera datang ke masjid, dengan mandi terlebih dahulu, memakai pakaian yang baik, serta wewangian, memberishkan diri dengan memotong kuku, mencukur bulu, dan lainnya. Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda;

مَنِ اغْتَسَلَ يَوْمَ الجُمُعَةِ غُسْلَ الجَنَابَةِ ثُمَّ رَاحَ، فَكَأَنَّمَا قَرَّبَ بَدَنَةً، وَمَنْ رَاحَ فِي السَّاعَةِ الثَّانِيَةِ، فَكَأَنَّمَا قَرَّبَ بَقَرَةً، وَمَنْ رَاحَ فِي السَّاعَةِ الثَّالِثَةِ، فَكَأَنَّمَا قَرَّبَ كَبْشًا أَقْرَنَ، وَمَنْ رَاحَ فِي السَّاعَةِ الرَّابِعَةِ، فَكَأَنَّمَا قَرَّبَ دَجَاجَةً، وَمَنْ رَاحَ فِي السَّاعَةِ الخَامِسَةِ، فَكَأَنَّمَا قَرَّبَ بَيْضَةً، فَإِذَا خَرَجَ الإِمَامُ حَضَرَتِ المَلاَئِكَةُ يَسْتَمِعُونَ الذِّكْرَ

“Siapa yang mandi jumat seperti mandi junub, lalu dia berangkat dengan segera, maka seperti berkurban onta. Dan siapa yang berangkat berikutnya maka seperti berkurban sapi. Dan siapa yang berangkat berikutnya maka seperti berkurban kambing bertanduk. Dan siapa yang berangkat berikutnya maka seperti berkurban ayam. Dan siapa yang berangkat berikutnya maka seperti berkurban telur. Jika imam sudah keluar, malaikat pun hadir jamaah dan mendengarkan khutbah.”[9]

مَنِ اغْتَسَلَ يَوْمَ الْجُمُعَةِ فَأَحْسَنَ غُسْلَهُ، وَتَطَهَّرَ فَأَحْسَنَ طُهُورَهُ، وَلَبِسَ مِنْ أَحْسَنِ ثِيَابِهِ، وَمَسَّ مَا كَتَبَ اللَّهُ لَهُ مِنْ طِيبِ أَهْلِهِ، ثُمَّ أَتَى الْجُمُعَةَ وَلَمْ يَلْغُ وَلَمْ يُفَرِّقْ بَيْنَ اثْنَيْنِ، غُفِرَ لَهُ مَا بَيْنَهُ وَبَيْنَ الْجُمُعَةِ الْأُخْرَى

“Siapa yang mandi di hari jumat dengan baik, lantas bersuci, dan memakai pakaian terbaiknya, dan memakai wewangian yang ada di rumahnya, lalu dia datang shalat jumat. Dia tidak berkata jelek, tidak memisahkan diantara dua orang yang duduk, maka akan diampuni dosanya antara hari jumat itu dengan jumat berikutnya.”[10]

 

Keenam, ketika sudah hadir di masjid, maka hendaknya shalat sunnah, minimal dua rakaat tahiyatul masjid. Lalu mendengarkan khutbah dengan seksama, sereta mengikuti shalat jumat secara khusyuk. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda;

إذا جاء أحدكم يوم الجمعة، والإمام يخطب، فليركع ركعتين، وليتجوز فيهما

 “Jika salah seorang dari kalian datang hari jumat sedangkan imam sedang berkhutbah, maka hendaknya dia shalat dua rakaat secara ringkas.”[11]


Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam juga bersabda dalam hadits yang lain;

إذا قلت لصاحبك يوم الجمعة: أنصت، والإمام يخطب، فقد لغوت

“Jika kamu berkata kepada orang yang disampingmu di hari jum’at, Diamlah ! Sedangkan imam sedang berkhutbah, maka sungguh kamu telah berbuat sia-sia.”[12]


Kendati demikian, jika memang dibutuhkan untuk mengingatkan orang lain agar tidak berisik atau ramai saat khutbah. Tetap diperbolehkan dengan isyarat, jika dengan isyarat belum faham, maka boleh dengan ucapan seminimal mungkin.[13]

 

أقول قولي هذا و أستغفر الله و لكم و لسائر المسلمين و المسلمات و المؤمنين و المؤمنات و استغفروه إنه هو الغفور الرحيم

 

KHUTBAH KEDUA

الحمد لله الذي أرسل رسوله بالهدى و دين الحق ليظهره على الدين كله و كفى بالله شهيدا. أشهد أن لا إله إلا الله إقرارا له و توحيدا. و أشهد أن محمدا عبده و رسوله و كان بالمؤمنين رؤوفا رحيماً. فيا عباد الله اتقوا ربكم و اتقوا يوما ترجعون فيه إلى الله ثم توفى كل نفس ما كسبت و هو لا يظلمون. أما بعد


Maasyiral Muslimin Jamaah Jumat Rahimakumullah

            

        Sebagaimana yang sudah kita sampaikan pada khutbah pertama tadi. Ada beberapa adab, amalan-amalan yang bisa kita kerjakan ketika di hari jumat. Dan sebagai seorang yang mencintai Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, tentunya kita berusaha semaksimal mungkin untuk berupaya meneladani contoh dan ajaran beliau.

إن الله و ملائكته يصلون على النبي يايها الذين آمنوا صلوا عليه و سلموا تسليما اللهم صل و سلم على محمد و على آل محمد و الحمد لله رب العالمين

اللهم اغفر للمسلمين و المسلمات و المؤمنين و المؤمنات الأحياء منهم و الأموات إنك قريب مجيب الدعوات يا قاضي الحاجات

ربنا ظلمنا أنفسنا و إن لم تغفر لنا و ترحمنا لنكونن من الخاسرين. الله أمنا في أوطاننا و أصلح ولاة أمورنا

ربنا اجعل هذا البلد آمنا و اجنبنا و بنينا أن نعبد الأصنام

ربنا هب لنا من أزواجنا و ذرياتنا قرة أعين و اجعلنا للمتقين إماما

اللهم أعنا على ذكرك و شكرك و حسن عبادتك

ربنا آتنا في الدنيا حسنة و في الآخرة حسنة و قنا عذاب النار. و صلى الله على نبينا محمد و على آله و سلم تسليما كثيرا. ثم أقيموا الصلاة ...

[1] QS Ali Imron : 102

[2] QS An-Nisa : 1

[3] QS Al-Ahzab : 70-71

[4] HR. Ibnu Majah (1084)

[5] HR.Al-Baihaqi dalam Sunan Kubro (5996)

[6] HR.Abu Dawud (1047)                                         

[7] HR.Bukhari (893), Muslim (852)

[8] QS Al-Hujurat: 6

[9] HR.Bukhari (881)

[10] HR.Ibnu Majah (1097)

[11] HR.Muslim (875)

[12] HR.Bukhari (892), Muslim (851)

[13] Lihat Al-Uddah Syarh Al-Umdah. Ali bin Ibrahim Al-Aththor Asy-Syafii. Beirut, Darul Basyair Al-Islamiyyah. Tahun 2006.


_

Download khutbah jum'at ini dalam format pdf dengan klik disini

Rabu, 14 Desember 2022

,

Assalamualaikum. Ahsanallahu ilaykum ustadz, Bisa beri kami faidah, tentang ayat dalam surat An Nuur ayat 32, dimana Allah akan memberikan rezeki kepada orang yang menikah, tapi disisi lain dalam madzhab syafi'i memakruhkan menikah dalam keadaan tidak bisa menafkahi. Ana hanya ingin paham pandangan ulama madzhab syafi'i, belakangan ini ana kepikiran soal ini.


Hamba Allah


JAWAB

Waalaikumussalam warohmatullah wabarokatuh. Wallahu yuhsin ilaik.

Sebagaimana yang Allah Ta'ala sebutkan dalam surat An-Nur ayat 32;

وَأَنكِحُوا۟ ٱلْأَيَٰمَىٰ مِنكُمْ وَٱلصَّٰلِحِينَ مِنْ عِبَادِكُمْ وَإِمَآئِكُمْ ۚ إِن يَكُونُوا۟ فُقَرَآءَ يُغْنِهِمُ ٱللَّهُ مِن فَضْلِهِۦ ۗ وَٱللَّهُ وَٰسِعٌ عَلِيمٌ

"Dan nikahkanlah orang-orang yang sedirian diantara kamu, dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya. Dan Allah Maha luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui."


Maka berkata Imam Jalaluddin As-Suyuthi Asy-Syafii (w.911 H) rahimahullah dalam tafsirnya Al-Iklil;

فيه الحث على النكاح وأنه مجلبة للرزق أخرج ابن جرير عن ابن مسعود قال: "التمسوا الغنى في النكاح" يقول الله: {إِنْ يَكُونُوا فُقَرَاءَ يُغْنِهِمُ اللَّهُ مِنْ فَضْلِهِ}

"Di dalam ayat ini adalah dorongan untuk menikah, dan bahwa menikah adalah sebab datangnya rezeki. Ibnu Jarir meriwayatkan dari Ibnu Mas'ud radhiyallahu anhu, berkata: Carilah kecukupan dalam pernikahan. Allah pun berfirman: Jika mereka miskin Allah yang akan memberikan kecukupan kepada mereka dengan keutamaan-Nya."[Al-Iklil fi Istinbath At-Tanzil. Jalaluddin As-Suyuthi]


Dan, ketika kita membaca ayat 32 ini, hendaknya juga memperhatikan ayat yang berikutnya, yaitu ayat 33, dimana Allah Ta'ala berfirman;

وَلْيَسْتَعْفِفِ ٱلَّذِينَ لَا يَجِدُونَ نِكَاحًا حَتَّىٰ يُغْنِيَهُمُ ٱللَّهُ مِن فَضْلِهِ

"Dan orang-orang yang tidak mampu menikah hendaklah menjaga kesucian (diri)nya, sehingga Allah memampukan mereka dengan karunia-Nya..." [QS An-Nur ayat 33]


Imam As-Suyuthi menjelaskan maksud dari ketidakmampuan menikah disini dalam tafsirnya. Beliau mengatakan;

فيه استحباب الصبر عن النكاح لمن لا يقدر على أهبته والاستعفاف بأن يكسر شهوته بالصوم كما بينه الحديث

"Di dalam ayat ini ada dorongan untuk bersabar untuk tidak menikah, bagi orang yang tidak mampu atas uhbah nikah. Serta menjaga kesucian dirinya dengan menundukkah syahwatnya dengan puasa, sebagaimana dijelaskan dalam hadits." [Al-Iklil. Jalaluddin As-Suyuthi]


Sedangkan maksud dari uhbah nikah, sebagaimana dijelaskan oleh para ahli fikih. Diantaranya Syaikhul Islam Zakariya Al-Anshori (w.976 H) rahimahullah dalam Fathul Wahhab menjelasnya;

 إنْ وَجَدَ أُهْبَتَهُ  مِنْ مَهْرٍ وَكُسْوَةِ فَصْلِ التَّمْكِينِ وَنَفَقَةِ يَوْمِهِ تَحْصِينًا لِدِينِهِ

"Jika memiliki uhbah nikah, yaitu mahar, setelah pakaian untuk satu musim ketika dia menikah, serta nafkah hari pernikahannya, sebagai penjagaan atas agamanya." [ Fathul Wahhab. Zakariya Al-Anshori. Darul Fikr. Tahun 1994 ]


Lebih jelas lagi, Syaikh Ibrahim Al-Bajuri (w. 1277 H) rahimahullah mengatakan;

و المراد بالمهر الحال منه و بالنفقة نفقة يوم النكاج و ليلته و بالكسوة كسوة فصل التمكين

"Maksud dari mahar adalah mahar yang dia wajib bayar ketika itu (bukan mahar hutang), dan maksud nafkah adalah nafkah siang hari dan malamnya di hari dia menikah, dan pakaian adalah setelan pakaian satu musim dia berhubungan dengan istrinya." [ Hasyiyah Al-Bajuri 'ala Fathil Qorib. Ibrahim Al-Bajuri. Mesir, Darul Alamiyah. Tahun 2018. (2/187) ]


Maknanya adalah, kalau orang memiliki kemampuan, minimal membayar mahar, memberikan makan satu hari di hari pernikahan, serta memberikan satu setel pakaian satu musim, dia termasuk orang yang mempu menikah secara ekonomi. Dan bukan yang dimaksud mampu menikah secara fikih dari sisi finansial adalah orang yang sudah memiliki pekerjaan yang tetap, atau berekonomi mapan. Meskipun secara adat masyarakat hendaknya demikian.


Kesimpulan dari pertanyaan di atas. Bahwa tidak ada kontradiksi antara surat An-Nur ayat 32 dengan hukum yang diberikan ahli fikih dalam memakruhkan nikah bagi orang yang tak memiliki uhbah nikah. Karena, ayat 32 berlaku bagi orang yang memang memiliki uhbah, yang batas minimalnya sudah disebutkan di atas. Dimana kalaupun orang memiliki uhbah nikah pada hari ini, bukankah masih disebut orang fakir ? Maka orang yang memiliki uhbah nikah pun dia berkemungkinan disebut fakir, sehingga kedepannya akan diberikan kecukupan oleh Allah. Sedangkan, kalau tidak memiliki kemampuan uhbah nikah sama sekali, ini bahkan memang bukan hanya disebut fakir, tapi memang tidak siap menikah. Makanya di ayat 33, Allah menyampaikan hukum yang berkenaan dengan type kedua ini. Maka perlu diluruskan pemahaman makruh menikah bagi orang yang tidak bisa menafkahi disini, bukan maksudnya nikah sepanjang hidup, namun tidak mampu memberikan uhbah nikah.


Wallahu Ta'ala A'lam

Dijawab oleh Abu Harits Al-Jawi


_

Jangan lupa ikuti akun-akun Fiqhgram berikut. 


🔰 www.instagram.com/fiqhgram

🔰 www.youtube.com/@fiqhgram

🔰 t.me/fiqhgram

🔰 www.facebook.com/fiqhgram

🔰 www.abuharits.com

_

Pertanyaan bisa dikirimkan melalui kolom komentar dengan menyertakan nama dan daerah asal. Barokallahu fikum.

Selasa, 13 Desember 2022

,

Assalamualaikum ustad, mohon ijin bertanya ustad, tentang cukuran qaza seperti apa contohnya , dan hukum nya apa ustad?


Hamba Allah di Purwakarta

JAWAB
Waalaikumussalam warohmatullah wabarokatuh

Qoza' adalah mencukur habis (menggundul) sebagian rambut dan membiarkan sebagian rambut yang lain. Model potongan qoza' seperti ini adalah makruh. Sebagaimana riwayat;

عن نافعٍ، عن ابنِ عُمَرَ رضِي الله عنهما: ((أنَّ رَسولَ الله صلَّى اللهُ عليه وسلَّم نهى عن القَزَعِ)) قال: قلتُ لنافعٍ: وما القَزَعُ؟ قال: يُحلَقُ بَعضُ رأسِ الصَّبيِّ، ويُترَكُ بَعضٌ 
"Dari Nafi' dari Ibnu Umar radhiyallahu anhu (Bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam melarang qoza'). Perawi mengatakan: Aku bertanya kepada Nafi' apa itu qoza' ? Beliau menjawab: Mencukur habis sebagian kepala anak dan membiarkan panjang sebagian yang lain."
[HR.Bukhari (5920), Muslim (2120)]

Syaikh Ibrahim Al-Bajuri mengatakan;

ويكره القزع وهو حلق بعض الشعر وابقاء بعضه. ومنه الشوشة المعروفة وما يفعله المزين عند الختن وهو المسمى بالامراس
"Dan makruh qoza', yaitu mencukur habis sebagian rambut dan membiarkan sebagian lain. Termasuk model qoza' adalah model syusyah (meninggalkan rambut panjang untuk dikuncir), juga amros (menggundul sebagian rambut) yang dilakukan ketika khitan."
[ Hasyiyah Al-Bajuri. Ibrahim Al-Bajuri. Mesir, Darul Alamiyyah. (2/615) ]

Sedangkan Syaikh Ibnu Hajar Al-Haitami menyampaikan;

ويكره القزع وهو حلق بعض الرأس للنهي عنه ولا بأس بحلق جميعه لمن لا يخف عليه تعهده وتركه لمن يخف عليه. ولو خشي من تركه مشقة سن له حلقه
"Dan dimakruhkan qoza', yaitu menggundul sebagian rambut, karena ada larangan dalam ha ini. Dan tidak mengapa menggundul seluruh rambut bagi orang yang tidak terasa mudah untuk merawatnya, dan tidak menggundul bagi orang yang bisa merawatnya. Kalau dia biarkan rambutnya panjang maka akan timbul kesulitan maka disunnahkan untuk digundul."
[ Al-Manhaj Al-Qowim Syarh Masail At-Ta'lim. Ibnu Hajar Al-Haitami. Surabaya, Nurul Huda. Hal, 10 ]

Wallahu Ta'ala A'lam

Dijawab oleh Abu Harits Al-Jawi

_
Jangan lupa ikuti akun-akun Fiqhgram berikut. 

🔰 www.instagram.com/fiqhgram
🔰 www.youtube.com/@fiqhgram
🔰 t.me/fiqhgram
🔰 www.facebook.com/fiqhgram
🔰 www.abuharits.com

Kamis, 08 Desember 2022

,


Berkata Syaikh Muhammad bin Ali As-Sobban (w.1206 H) rahimahullah;


إن مبادئ كل عـلـم عشـرة …. الحـدّ والموضــوع ثم الثمرة

ونســـبته وفضله والواضع …. والاسم والاستمداد حُكم الشارع

مسائلٌ والبعضُ بالبعض اكتفى …. ومن دَرى الجميع حـاز الشرفا

Sungguh pondasi setiap ilmu ada sepuluh * Definisi, tema bahasan, dan buahnya

Nisbatnya, keutamannya, dan peletak dasar * Nama, sumber, dan hukum belajar

Masalah-masalah, dan sebagian melengkapi lainnya * Siapa yang tahu semua maka dia mulia


DEFINISI USUL FIKIH

Syaikhul Islam Zakariya Al-Ansori (w.926 H) dalam Lubbul Usul memberikan definisi usul fikih;


أدلة الفقه الإحمالية و طرق استفادة جزئياتها و حال المستفيد

“Dalil-dalil fikih yang bersifat umum, tata cara mengambil faedah hukum dari perinciannya, serta sifat dan syarat mujtahid.”


Dan definisi ini yang kiranya komperhensif serta menjadi pendapat keumuman pakar usul. Oleh karenanya Syaikh Al-Matiri dalam Sullamul Wusul mengatakan;


أصوله الأدلة الإجمالية * و حال مستدلها و الكيقية

Usul fikih adalah dalil-dalil umum * Dan kriteria mujtahid serta tata cara (berdalil)


TEMA BAHASAN USUL FIKIH

Tema bahasan usul fikih adalah syari yang umum, dari sisi ketetapannya, akan muncul hukum-hukum dan kaidah umum. Berbeda dengan tema bahasan fikih, dimana fokusnya lebih kepada perbuatan mukallaf dari sisi wajib, sunnah, dan lain-lain. [Ilmu Usul Fikih. Abdul Wahhab Kholaf. Hal,9-10]


BUAH ILMU USUL FIKIH

Diantara buah atau hasil dari mempelajari usul fikih adalah, seorang pelajar mampu untuk menerapkan kaidah-kaidah usul dan pandangannya terhadap dalil-dalil yang terperinci. Yang dari sana kelak muncullah hukum-hukum syar’i yang ditunjukkan untuk kasus-kasus tertentu. [Ibid. Hal,11]


NISBAT USUL FIKIH

Usul fikih masuk ke dalam kelompok ilmu fikih, dan lebih luas lagi usul fikih masuk ke dalam ranah ilmu syariat Islam. Karena pembahasan di dalamnya berhubungan dengan dalil-dalil syariat Islam.


KEUTAMAAN USUL FIKIH

Ilmu usul fikih memiliki keutamaan seperti ilmu syari yang lainnya, terkhusus lagi ilmu alat. Karena dengan usul fikih, seseorang mulai menapaki pintu fikih dengan lebih luas. Dimana dengan usul fikih, seseorang akan bisa memahami dalil dengan benar, serta bagaimana penerapan dan mendudukkan dalil tersebut. Sedangkan Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda;


فرب حامل فقه ليس بفقيه و رب حامل فقه إلى من هو أفقه منه

“Bisa jadi orang yang membawa dalil dia orang yang kurang faham pendalilannya, dan bisa jadi orang membawa ilmu kepada orang yang lebih faham darinya.” 

[HR.Abu Dawud dan selainnya]


PELETAK DASAR USUL FIKIH

Adapun usul fikih sebagai sebuah ilmu terapan yang belum terkodifikasikan secara khusus, maka sudah ada sejak zaman Nabi shallallahu alaihi wa sallam. Kemudian di zaman setelah beliau, ada beberapa kasus-kasus yang mana dituntut para sahabat untuk memberikan putusan hukum dengan istinbat dari wahyu warisan Nabi shallallahu alaihi wa sallam.


Sedangkan, usul fikih sebagai cabang ilmu tersendiri maka mulai dicetuskan oleh Muhammad bin Idris Asy-Syafi’i atau lebih dikenal dengan Imam Syafii (w.204 H). Dimana beliau untuk pertama kalinya mengumpulkan kaidah-kaidah dan tata cara istinbat hukum dari al-Quran serta hadits, di dalam satu kitab yang berjudul Al-Risalah.


NAMA

Cabang ilmu ini dinamakan usul fikih, yang tersusun dari dua kata. Pertama, kata usul yang maknanya pondasi. Kedua, kata fikih yang maknanya adalah cabang.


ISTIMDAD ATAU SUMBER USUL FIKIH

Ilmu usul fikih bersumber dari tiga dasar, Al-Quran, hadits, dan bahasa Arab. Adapun Al-Quran dan hadits, tentu menjadi sumber ilmu usul fikih karena tujuan dari usul fikih adalah menentukan hukum-hukum syar’i, sedangkan sumber hukum syar’i adalah Al-Quran dan hadits.


Adapun bahasa Arab juga menjadi sumber usul fikih, karena Al-Quran dan hadits berbahasa Arab, maka tentunya untuk mengetahui maksud dari dalil harus memiliki kemampuan yang cukup dalam ilmu bahasa Arab. Oleh karenanya dalam pembahasan usul fikih nanti ada siyagh, istitsna, dan lainnya. [Kholid Al-Juhany]


HUKUM MEMPELAJARI

Hukum mempelajari ilmu usul fikih adalah fardhu kifayah, karena dia termasuk ilmu alat. Dan Allah Ta’ala berfirman;


وَمَا كَانَ الْمُؤْمِنُونَ لِيَنْفِرُوا كَافَّةً فَلَوْلَا نَفَرَ مِنْ كُلِّ فِرْقَةٍ مِنْهُمْ طَائِفَةٌ لِيَتَفَقَّهُوا فِي الدِّينِ وَلِيُنْذِرُوا قَوْمَهُمْ إِذَا رَجَعُوا إِلَيْهِمْ لَعَلَّهُمْ يَحْذَرُونَ

“Dan hendaknya orang-orang mukmin tidaklah pergi jihad semua, hendaknya sebagian orang ada yang belajar agama (secara mendalam) supaya mereka bisa mengingatkan kaummnya ketika mereka kembali. Semoga mereka bisa mengambil peringatan.”

[QS At-Taubah: 122]


MASALAH-MASALAH DALAM USUL FIKIH

Masalah dalam usul fikih mencakup permasalahan yang menjadi keharusan bagi seorang mujtahid untuk mengetahuinya untuk mampu nantinya beristinbat hukum. Seperti lafadz amr (perintah) memberikan faedah wajib, dan lafadz nahy (larangan) memberikan faedah haram, dan seterusnya.


Wallahu Ta’ala A’lam

Oleh Abu Harits Al-Jawi


Referensi:

Ghoyatul Wusul fi Syarh Lubbil Usul. Zakariya Al-Ansori Asy-Syafii. Mesir, Darul Kutub Al-Arabiyyah Al-Kubro.


Ilmu Usul Fiqh. Abdul Wahhab Kholaf. Beirut, Darul Kutub Al-Ilmiyyah.


www.alukah.net

Selasa, 06 Desember 2022

,

 


Untuk lesbian (sihāq/musāhaqoh), maka hukumannya adalah ta'zir (hukuman ditentukan sesuai keputusan hakim dan tidak sampai derajat had). Dalilnya, karena tidak ada nash shorih mengenai hukuman (had) pelakunya, maka dikembalikan kepada takzir. 

Untuk gay (lūthiy), maka hukuman bagi fāil (pelakunya yang berperan sebagai lelaki) seperti hukum zina. Jika muhson (sudah pernah menikah dan hubungan suami istri secara sah), dihukum rajam (dilempari batu sampai mati. Jika bukan muhson, maka dicampuk 100 kali dan diasingkan setahun. Adapun bagi maf'ūl (yang berperan sebagai wanita) dicambuk 100 kali secara dan diasingkan setahun, baik muhson atau bukan muhson.


Ini adalah pendapat mu'tamad madzhab Syafii. Dalilnya, karena dalam Al-Quran perbuatan homoseksual dan zina sama-sama disebutkan dengan istilah fāhisyah. Oleh karenanya, hukuman zina diqiyaskan kepada hukuman homoseksual. Adapun untuk maf'ul, tidak dibunuh karena kedudukannya sama dengan bahīmah (hewan). Dimana ketika seseorang menyetubuhi hewan, disunnahkan dibunuh hewan tersebut. Sedangkan untuk manusia, tidak boleh nyawa dihilangkan dengan sesuatu yang bersifat sunnah. Oleh karenanya hadits yang menyatakan maf'ul ikut dibunuh ada isykāl, sebagaimana dijelaskan Ibnu Hajar dalam Tuhfatul Muhtaj. Dan, hukum maf'ul pun dikembalikan kepada takzir karena tidak ada hukum secara gamblang menjelaskan hal ini. 

Untuk biseksual, maka sesuai hukum di atas jika melakukan laki-laki dengan laki-laki, atau wanita dengan wanita. 

Transgender, jika sampai derajat merubah alat kelamin atau menumbuhkan payudara, atau merubah bentuk fisik lain, maka haram hukumnya, dan mendapat takzīr. 

Hukum di atas berlaku, jika pelaku tidak menghalalkan perbuatannya. Namun, jika dia menghalalkan perbuatan tersebut, maka hukumannya adalah dipenggal kepalanya karena dia sudah murtad. 

Wallahu Ta'ala A'lam


Oleh Abu Harits Al-Jawi

_

Source:

Hasyiyah Bajuri 'ala Fathil Qorib. Ibrahim Al-Bajuri. 


Al-Iqna' fi Halli Alfadz Abi Syuja'. Muhammad bin Muhammad Al-Khothib Asy-Syirbini. 


Al-Fiqh Al-Manhaji ala Madzhab Imam Syafii. Mushtofa Al-Bugho, Mushtofa Al-Khinn, Ali Asy-Syurbaji. 


Tuhfatul Muhtaj Syarh Al-Minhaj. Ahmad bin Muhammad Ibnu Hajar Al-Haitami. 

Minggu, 04 Desember 2022

,



PERTANYAAN

Assalamualaikum, mau bertanya


Berkaitan dengan shalat jamak/qoshor. Kalau kita shalat dzuhur (sebenarnya mau dijamak) tapi lupa menghadirkan niat jamak. Apakah kita boleh membatalkan sholat dzuhur kita agar niatnya bs diganti dg jamak atau harus tetap melanjutkan shlat dzuhur tsb ?


Barokallahufiikum ustadzi


Hamba Allah di Jakarta


JAWABAN

Waalaikumussalam warohmatullah wabarokatuh. Wa fīkum barokallahu. 


Kalau ini shalat jamak, maka boleh niat jamak di tengah atau bahkan akhir shalat pertama. Jadi tidak harus dari awal niat jamak. Misalkan, di awal shalat dia tidak meniatkan jamak dengan ashar. Lalu di tengah shalat dhuhur dia ingat ingin jamak, maka boleh dia niat jamak di tengah-tengah shalat dan tidak perlu membatalkan shalatnya dan mulai dari awal dengan niat jamak. Dalam I'anatut Tholibin (2/103) disebutkan;


تكفي نية الجمع و لو مع السلام من الأولى لحصول الغرض

"Cukup niat jamak (taqdim) meski bersamaan dengan salam shalat pertama, karena tujuan jamak sudah tercapai."


Ini kalau jamak taqdim. Tapi kalau jamak ta'khir, niatnya jamaknya harus sudah ada sebelum habis waktu shalat pertama (shalat dhuhur atau maghrib). 


Adapun kalau ada qoshornya, maka niat qoshor ini harus dilaksanakan di awal takbiratul ihram shalat. Kalau lupa belum niat qoshor, dan baru ingat di tengah shalat, maka tidak boleh lanjut qoshor, tapi lanjut shalat sempurna 4 rakaat. Kalau diiringi dengan jamak taqdim, maka dia niat jamak di tengah shalatnya tidak masalah, karena yang tidak sah adalah qoshornya. Dalam I'anatut Tholibin (2/102) mengenai niat qoshor, disebutkan;


فلو نوى بعد الإحرام لم ينفعه و يجب الإتمام

"Kalau berniat setelah takbiratul ihram (dalam sholat qoshor) maka tidak bermanfaat niatnya, dan wajib dia selesaikan shalat tersebut dengan sempurna (tanpa qoshor)."


Lalu apakah kalau begitu boleh membatalkan shalatnya saja, lalu mengulang shalat sambip niat qoshor ? Ini juga tidak diperbolehkan. Karena amal wajib yang sudah dimulai tidak boleh dibatalkan kecuali dengan hal yang bersifat wajib pula. Sedangkan qoshor shalat ini sifatnya hanya rukhshoh atau keringanan. Bahkan, dalam madzhab ketika safar shalat sempurna lebih utama daripada qoshor. Dalam I'anatut Tholibin (1/97) juga disebutkan;


و أشعر تعبيره بالجواز أن الأفضل الاتمام

"Dan ungkapan penulis dengan kata boleh, memberikan isyarat bahwa yang utama adalah shalat sempurna (bukan qoshor)."


Wallahu Ta'ala A'lam


Dijawab oleh Abu Harits Al-Jawi


_

Kirim pertanyaan melalui link berikut : tanya ustadz

Kamis, 01 Desember 2022

,



PERTANYAAN

Assalamuallaikum ustad

Afwan ana bertanya sunnah nya ketika akhwat berziarah ke makam itu apakah alas kaki juga di lepas ? Sedangkan bagian kaki ini adalah aurat bagi akhwat

Hamba Allah, Mojokerto

JAWABAN

Waalaikumussalam warohmatullah wabarokatuh

Perlu diketahui, bahwa hukum berziarah kubur untuk wanita adalah dimakruhkan (kurang disukai), hal ini sebagaimana hadits Ibnu Abbas radhiyallahu anhuma;

لعن رسول الله صلى الله عليه و سلم زائرات القبور و المتخذين عليها المساجد و السرج
"Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam melaknat peziarah kubur wanita, dan orang-orang yang menjadikan di kuburan masjid-masjid dan penerangan."
[ HR.Abu Dawud (2/94) No.3236 ]

Berkata Abu Bakr Syatho Al-Bakri Asy-Syafii;

و إنما لم تحرم لأنه صلى الله عليه و سلم مر بامرأة تبكي على قبر صبي لها فقال لها اتقي الله و اصبري، متفق عليه. فلو كانت الزيارة حراما لنهى عنها
"Sesungguhnya hukum ziarah kubur wanita tidaklah haram, karena Nabi shallallahu alaihi wa sallam pernah melewati seorang wanita yang menangis di sisi kubur anaknya, maka beliau bersabda ((Bertaqwalah kepada Allah dan bersabarlah)) HR.Bukhari Muslim. Kalau sekiranya hukum ziarah kubur wanita adalah haram, tentu Nabi shallallahu alaihi wa sallam akan melarangnya."
[ I'anatut Tholibin. Abu Bakr Utsman bin Muhammad Syatho Ad-Dimyathi Al-Bakri. Surabaya, Pustaka As-Salam. Tanpa tahun ]

Dan sebagaimana yang ditanyakan penulis. Kalaulah memang ada wanita yang ziarah kubur. Maka boleh dia melepas sandalnya. Dengan syarat, bahwa aurotnya tidak terlihat (masih memakai kaos kaki atau semisalnya). Namun jika sandal atau sepatunya dilepas, namun aurotnya malah terbuka maka ini dilarang dan bisa jadi wajib tetap memakai sandalnya. Dalam hadits Anas diisyaratkan bahwa memakai sandal di kuburan diperbolehkan (apalagi karena menutup aurot). Bahwa Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda;

إن العبد إذا وضع في قبره و تولى عنه أصحابه إنه ليسمع قرع نعالهم
"Sesungguhnya hamba ketika sudah diletakkan di kuburnya, lalu para peziarah beranjak pulang. Dia bisa mendengar suara tapak sandal mereka."
[ HR.Abu Dawud (2/92) No.3231 ]

Bahkan dianjurkan ketika ziarah kubur, tidak memakai pakaian yang mencolok, tidak memakai wewangian atau perhiasan, dan berusaha semaksimal mungkin menutup dirinya. Berkata Ibnu Hajar Al-Haitami;

و أن تذهب في نحو خودج مما يستر شخصها عن الأجانب قيسن لها و لو شابة
"Dan kalau bisa hendaknya wanita yang ziarah menggunakan tandu atau hal yang bisa menutupi dirinya dari orang asing yang bukan mahramnya, maka ini disunnahkan bahkan untuk wanita muda."
[ Tuhfatul Muhtaj syarh Al-Minhaj. Ibnu Hajar Al-Haitami Asy-Syafii. Beirut, Darul Kutub Al-Ilmiyyah. Cetakan keenam. Tahun 2017. (1/435) ]

Wallahu Ta'ala A'lam


Dijawab oleh Abu Harits Al-Jawi

_
Kirim pertanyaan melalui link berikut >> QnA