Kamis, 28 September 2023

,

 


Dalam transliterasi ke bahasa Indonesia, maka ketiga hal di atas maknanya hampir sama. Antara الصديق dan الخليل juga الحبيب , yaitu kurang lebih orang yang memiliki kedekatan dengan orang lain. Namun, ada perbedaan yang cukup tersembunyi dari ketiga kata di atas. 


Sebagaimana yang disebutkan oleh Al-Baijūri dalam Hasyiyah Fathul Qorib, kata as-shodīq maknanya adalah;


من يفرح لفرحد و يحزن لحزنك

"Orang yang ikut bahagia dengan kebahagiaanmu, dan ikut sedih dengan kesedihanmu."


Dan kata shodīq bisa kita maknai sebagai teman yang dekat. Dimana telah berkata Imam Syafii rahimahullah;


من طلب صديقا من غير عيب فقد اتعب نفسه. ومن عاتب اخوانه على كل ذنب فقد اكثر اعداؤه

"Siapa yang mencari teman tanpa adanya aib, maka sunggug dia telah membuat dirinya lelah. Dan siapa yang mencela saudaranya atas semua dosa yang dilakukan, maka dia sedang memperbanyak musuhnya."


***


Sedangkan kata al-kholīl, maknanya adalah;


من يفرح لفرحك و يحزن لجزنك و تخللت محبته في أعضائك

"Orang yang bahagia dengan kebahagiaanmu, bersedih dengan kesedihanmu, dan rasa cintanya menyelubungi seluruh anggota tubuhmu."


Maka al-kholīl lebih intim daripada as-shodīq, dan Nabi shallallahu alaihi wa sallam pernah menyampaikan;


لو أني اتخذت خليلا لاتخذت أبا بكر خليلا

"Kalau sekiranya aku boleh mencari seorang kholīl, sungguh aku akan jadikan Abu Bakr sebagai kholīl-ku."


***


Sedangkan kata al-habīb, maknanya adalah;


من يفرح لفرحك ويحزن لحزنك وتخللت محبته في اعضاء ويفديك بماله

"Orang yang bahagia dengan kebahagiaanmu, bersedih dengan kesedihanmu, rasa cintanya menyelubungi seluruh tubuhmu, dan mengorbankan harta untukmu."


Maka kata al-habīb lebih intim lagi dari kedua istilah sebelumnya. Dan inilah makna dari apa yang diriwayatkan dari Nabi shallallahu alaihi wa sallam;


و أنا حبيب الله و لا فخر

"Dan aku adalah habīb-nya Allah, dan bukan bermaksud kesombongan."

[ HR.At-Tirmidzi (3616) ]


Wallahu Ta'ala A'lam


***


Jombang, 12 Rabiul Awwal 1445 H

Abu Harits Danang Santoso Al-Jawi

t.me/fiqhgram

Rabu, 27 September 2023

,


Dalam hadits yang disahihkan oleh Al-Hakim dan selainya, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda;


إنَّ ربكُم حَييٌ كريمٌ يستحيي مِنْ عبدِه إذا رَفعَ يَدَيهِ إليه أن يَرُدهما صِفْراَ -و عند الترمذي- خائبتين

"Sesungguhnya Rabb kalian Maha Pemalu Maha Pemurah, malu kepada seorang hamba yang dia mengangkat tangannya kepada-Nya lalu dikembalikan kedua tangan tadi dalam kondisi kosong (dalam riwayat Tirmidzi ada tambahan; merugi)."

[ HR. Abu Dawud (1488), At-Tirmidzi (3556) ]


Al-Hafidz Ibnu Hajar berkata tentang hadits ini;


أَخْرَجَهُ الْأَرْبَعَةُ إِلَّا النَّسَائِيَّ، وَصَحَّحَهُ الْحَاكِمُ 

"Diriwayatkan oleh Abu Dawud, At-Tirmidzi, dan Ibnu Majah, dan disahihkan oleh Al-Hakim."

[ Lihat Bulūghul Marām (1552) ]


Imam At-Tirmidzi sendiri mengatakan;


حديث حسن غريب

"Hadits ini hasan ghorib."


Dan perlu diketahui pula, bahwa hadits mengangkat tangan saat berdoa secara umum, dihukumi mutawatir maknawi. Bahkan As-Suyuthi menulis risalah khusus dalam pembahasan ini, dengan judul Fadhdhul Wi'ā fī Ahādits Rof'ul Yadain fīd Du'ā. Dimana beliau mengumpulkan riwayat hadits mengangkat tangan dari 28 sahabat Nabi shallallahu alaihi wa sallam, serta beberapa riwayat dari para tabi'in.


***


Sebagian kecil ulama mengatakan, tidak disunnahkan mengangkat tangan saat doa kecuali saat doa istisqo saja. Mereka berhujjah dengan hadits Anas radhiyallahu anhu;


أن النبي - صلَّى الله عليه وسلم - كان لا يرفعُ يديه في شيءٍ مِنَ الدُّعاء  إلا في الاستسقاء، فإنه كان يرفعُ يديه حتى يُرى بياضُ إبطيه 

"Bahwa Nabi shallallahu alaihi wa sallam tidak mengangkat kedua tangannya dalam doa sedikitpun, kecuali pada saat istisqō, maka beliau mengangkat kedua tangannya hingga terlihat putihnya kedua ketiak beliau."

[ HR. Abu Dawud (1170), An-Nasai (1513) ]


Maka kita katakan, maksud dari tidak mengangkat tangan disini adalah mengangkat tangan hingga sangat tinggi. Ini hanya beliau lakukan saat doa istisqō, dengan dalil lanjutan penjelasan dalam hadits tersebut. Bukan maksudnya menafikan seluruh mengangkat tangan, tapi menafikan tata cara mengangkat tangan. Oleh karenanya Al-Qisthilāni mengatakan;


أما حديث أنس المروي في الصحيحين و غيرهما ... فمؤول على أنه لا يرفعهما رفعا بليغا

"Adapun hadits Anas radhiyallahu yang diriwayatkan dalam shahihain dan selainnya ... Maka dimaknai bahwa tidak mengangkat kedua tangan dengan sangat tinggi."

[ Irsādus Sāri Syarh Shohīh Bukhāri (2/251) ]


***


Jika jelas demikian, maka kita bisa menentukan hukum asal. Bahwa hukum asalnya setiap doa, maka disunnahkan mengangkat kedua tangan. Di dalam doa apapun itu, seperti doa antara adzan dan iqomah, doa saat di Arofah, doa setelah shalat. Dan termasuk doa adalah mengaminkan doa orang lain, karena dia sehukum dengan doa sendiri. Seperti mengaminkan doa khotib shalat Jumat atau shalat Ied, mengaminkan doa orang lain pada kesempatan lainnya. Sampai ada dalil yang menjelaskan bahwa tata cara doanya tidak dengan mengangkat tangan. Seperti Khotib saat berdoa, maka dalil lain menunjukkan dia menunjuk jari, bukan mengangkat tangan. Oleh karenanya Ibnu Hajar Al-Haitami mengatakan;


رَفْعُ الْيَدَيْنِ سُنَّةٌ. فِي كُلِّ دُعَاءٍ خَارِجَ الصَّلَاةِ وَنَحْوِهَا وَمَنْ زَعَمَ أَنَّهُ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - لَمْ يَرْفَعْهُمَا إلَّا فِي دُعَاءِ الِاسْتِسْقَاءِ فَقَدْ سَهَا سَهْوًا بَيِّنًا وَغَلِطَ غَلَطًا فَاحِشًا

"Mengangkat kedua tangan adalah sunnah hukumnya, di semua doa di luar shalat dan semisalnya. Dan siapa yang mengklaim bahwa beliau shallallahu alaihi wa sallam tidak mengangkat kedua tangan kecuali dalam doa istisqō, maka dia sudah jelas kali dan sangat keliru.

[ Fatawa Fiqhiyyah Kubro (1/252) ]


Jika dikatakan bahwa hukum asal doa memang mengangkat tangan. Namun kita tidak mengangkat tangan kecuali ada dalil yang jelas Nabi shalallahu alaihi wa sallam mengangkat tangan, atau tidak mengangkat tangan ketika tidak diriwayatkan dari Nabi shallallahu alaihi wa sallam. Maka ini adalah logika yang bertententangan.


Ketika kita menetapkan sebuah hukum asal, maka konsekuensinya adalah, jika tidak ada dalil maka kembali kepada hukum asal. Maka kaidah yang anda bangun pada pernyataan di atas, seperti anda menetapkan ada hukum asal dan meniadakan hukum asal pada waktu yang sama. Maka apa gunanya ada hukum asal ? Dan jika kalau dijawab; kalau begitu hukum asal doa tidak mengangkat tangan, maka ini malah semakin parah karena bertentangan dengan jumhur para ahli fikih dan ahli hadits yang menetapkan bahwa memang asalnya berdoa disunnahkan mengangkat tangan.


Kesimpulannya adalah, hukum asal berdoa atau mengaminkan doa dengan mengangkat tangan, kecuali ada dalil yang menjelaskan tidak mengangkat tangan.


Wallahu Ta'ala A'lam


Jombang, 12 Rabīul Awwal 1445 H

Abu Harits Danang Santoso Al-Jawi

t.me/fiqhgram

Senin, 25 September 2023

,


Dalam hadits Abdullah bin Umar radhiyallahu anhuma, disebutkan oleh Ibnu Hajar dalam Bulughul Maram hadits ke-4, bahwa Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda;


إذا بلغ الماء قلتين لم يحمل الخبث -و في لفظ- لم ينجس

"Jika air sudah mencapai dua qullah maka tidak akan membawa najis -dalam lafadz lain- tidak akan najis."

[ HR.Abu Dawud, Turmudzi, An-Nasai, dan Ibnu Majah ]

***

Sebagian ulama ada yang menghukumi hadits dua qullah ini dhoif. Seperti Ibnu Abdil Barr dalam At-Tamhīd (1/329) , Az-Zaila'i dalam Nashbur Rōyah (1/104-122), Ibnul 'Arobiy dalam 'Āridhotul Ahwadzi (1/74). 


Alasannya bermacam-macam; ada yang menghukumi haditsnya ma'lūl, ada idhtirōb pada matannya, dan juga ada rowi yang dhoif dalam beberapa jalurnya. 


Kendati demikian, banyak dari para huffādz hadits (ulama hadits) yang menshahihkan hadits ini. Diantaranya Ibnu Ma'īn, Ibnu Khuzaimah, Ibnu Hibban, Ad-Dāroquthni, Al-Baihaqi dan lainnya. Bahkan Al-Khoththōbi dalam Ma'ālimus Sunan Syarah Sunan Abi Dawud (1/36) mengatakan;


و كفى شاهدا على صحته أن نجوم الأرض من أهل الحديث قد صححوه و قالوا به و هم القدوة و عليهم المعول في هذا الباب

"Dan cukup menjadi saksi atas kesahihan hadits ini; para bintang di dunia dari kalangan ahli hadits yang sudah mensahihkannya. Mereka adalah panutan dalam hal ini dan rujukan dalam pembahasan ini."

***

Jika sudah nampak kesahihan hadits ini, maka perlu diketahui bahwa hadits ini menjadi dalil bahwa air terbagi menjadi dua macam; air sedikit dan air banyak. Air sedikit adalah air yang kurang dari dua qullah, berlandaskan dengan konteks (mafhūm khithōb) hadits di atas. Sedangkan air banyak adalah air yang mencapai dua qullah atau lebih berlandaskan dengan teks dari hadits di atas.


Dimana para fuqoha memberikan batasan, dua qullah itu sekitar kurang lebih 200 liter (bisa kurang bisa lebih).


Sedangkan madzhab Hanafī, berpendapat bahwa air sedikit atau banyak tidak ditentukan oleh qullah. Karena secara asal mereka tidak berpegang dengan hadits dua qullah. Namun mereka menggunakan 'urf (adat) dalam membatasi banyak atau sedikit. Dimana disebut sedikit jika disentuh air di satu ujung wadah, gelombangnya mencapai sisi yang berlawanan. Jika tidak mencapainya, maka dihukumi banyak. 


Maka pembatasan madzhab Hanafi ini tertolak, karena adanya hadits yang shahih. Maka selama hadits yang shahih sebagai sandaran, urf tidak berlaku jika bertentangan dengannya. 

***

Jika demikian adanya, maka para fuqoha menyampaikan. Bahwa air yang sedikit ketika kemasukan najis akan otomatis menjadi najis meski tidak ada berubah sama sekali. Karena sifat air yang sedikit adalah hamlu khobats (membawa najis) atau secara otomatis menjadi najis, sesuai mafhūm (konteks) hadits dua qullah yang menyampaikan lā yanjus (tidak najis) jika dua qullah atau banyak airnya. Dan jika airnya banyak, maka tidak otomatis jadi najis kecuali ada yang berubah salah satu dari tiga sifat airnya; warna, bau, dan rasa. 


Kendati demikian, boleh kita dalam hal ini bertaqlid kepada madzhab Maliki yang berpendapat, tidak memandang air banyak atau sedikit. Karena bagi mereka, hadits dua qullah tidak bisa menjadi hujjah. Sehingga air berapapun jumlahnya, tidak otomatis najis kecuali kalau ada yang berubah dari sifat airnya karena najis. 


Wallahu Ta'ala A'lam


***


Jombang, 11 Rabiul Awwal 1445

Abu Harits Danang Santoso

t.me/fiqhgram


#fikihhadits #bulughulmaram #fikihibadah 


***


REFERENSI:


1. https://shorturl.at/lyER2


2. Ibānatul Ahkām Syarh Bulūghul Marām. Abdussalam Alusy. Hasan Sulaiman An-Nūri. Alwi Abbas Al-Māliki. Mesir, Darul Alamiyyah. 


3. Fathul Muīn. Zainuddīn Al-Millibāri. Jakarta, Darul Kutub Al-Islamiyyah.

Sabtu, 23 September 2023

,

 



NASAB

Muhammad bin Abdullah bin Abdil Muththolib bin Hasyim bin Abdi Manāf bin Qushoi bin Kilāb bin Murroh bin Ka'b bin Luai bin Ghōlib bin Fihr bin Mālik An-Nadzhr bin Kinānah bin Khuzaimah bin Mudrikah bin Ilyās bin Mudhor bin Nizār bin Ma'd bin 'Adnān


Ini adalah nasab beliau shallallahu alaihi wa sallam yang telah disepakati oleh ummat. Adapun nasab Adnān hingga ke Nabi Adam maka para ulama menyampaikan;


لا يصح فيه شيء يعتمد

"Tidak ada sandaran yang shahih sama sekali."


***


NAMA DAN PANGGILAN

Nama beliau adalah Muhammad. Sedangkan kunyah beliau yang masyhur adalah Abul Qōsim. Diriwayatkan bahwa Jibril memberikan kunyah beliau dengan Abu Ibrāhīm. 


Adapun nama dan panggilan beliau banyak. Diantaranya Muhammad, Ahmad, Al-Hāsyir, Al-'Āqib, Al-Muqoffī, Al-Māhī, Nabiyyur Rohmah, Khōtamun Nabiyyīn. 


Adapun riwayat nama julukan beliau dengan Thoha dan Yāsīn, disebutkan oleh Ibnu Asākir dalam Tarikh Dimasyq, namun riwayatnya dhoif sekali. 

***


IBU

Ibu beliau adalah Aminah binti Wahb bin Abdi Manāf bin Zuhroh bin Kilāb bin Murroh bin Ka'b


***

KELAHIRAN

Pendapat yang masyhur dan shahih dalam hal ini, beliau lahir tepat di tahun gajah ('ām fīl). 


Adapun bulannya, maka Ibrohim bin Al-Mundzir, Kholīfah bin Khoyyāth, serta beberapa ulama lain menukil ijmak, bahwa beliau lahir pada hari senin bulan Rabiul Awwal. 


Adapun tanggalnya, maka ada empat pendapat yang masyhur;

Tanggal 2, tanggal 8, tanggal 10, dan tanggal 12.


Ketika lahir, beliau disusui oleh Tsuwaibah mantan budak Abu Lahab beberapa hari. Lalu disusui oleh Halīmah As-Sa'diyyah. 


Beliau lahir dalam kondisi yatim, dan di umur 6 tahun ibu beliau wafat, maka yang menjadi walinya adalah kakek beliau; Abdul Muththolib. Hingga kakeknya wafat saat beliau umur 8 tahun, lalu perwalian berpindah ke pamanya Abu Thōlib. 


Nabi shallallahu alaihi wa sallam tumbuh dalam penjagaan Allah Ta'ala dari keburukan. Beliau shallallahu alaihi wa sallam bersabda;


ما عبدت صنما قط و ما شربت خمرا قط و ما زلت أعرف أن الذي هم عليه كفر

"Aku tak pernah menyembah patung sama sekali, tak pernah meminum khomr sama sekali, dan aku tidak tahu bahwa yang dilakukan oleh orang-orang adalah kekufuran."


Di umur 12 tahun, Nabi shallallahu alaihi wa sallam pergi bersama pamannya ke Syam untuk berdagang. Ketika sampai Bushrō (kota di barat daya Suriah). Maka bertemu dengan biarawan Yahudi; Bahīrō. Lalu memberitahu Abu Tholib bahwa ini adalah calon nabi terakhir. Dia tahu hal itu karena apa yang dia sampaikan;

إنكم حين أقبلتم من العقبة لم يبق شجر و لا حجر إلا خر ساجدا و لا يسجد إلا لنبي و إنا نجده في كتبنا

"Ketika kalian meninggalkan Aqobah, maka pepohonan dan batu tunduk sujud, dan tidaklah mereka bersujud kecuali kepada seorang nabi. Dan kami tahu dari kitab-kitab suci kami."


Maka beliau diperintahkan untuk kembali, karena khawatir diketahui oleh orang Yahudi. 


***


WAFAT

Di hari rabu, dua hari terakhir bulan Safar, Nabi shallallahu alaihi wa sallam mulai sakit di rumah Sayyidah Maimūnah. 


Beliau wafat pada hari senin tanggal 12 Rabiul Awwal tahun 11 Hijriyyah. Dan beliau di kuburkan pada hari selasa, pendapat lain mengatakan malam selasa. Sedangkan umur beliau ketika itu 63 tahun, menurut pendapat yang paling shahih.


Nabi shallallahu alaihi wa sallam dikafani dengan tiga lembar kain putih. Tidak ada qomīsh (atasan) juga imāmah (sorban). Beliau dikuburkan dalam liang lahat, lalu diletakkan beberapa batu menutup lahatnya, dan kubur beliau musaththoh (diratakan bagian atasnya, tidak digundukkan), lalu diperciki air di atasnya.


***


BEBERAPA SIFAT NABI SHALLALLAHU ALAIHI WA SALLAM

Postur tubuh beliau tidak terlalu tinggi tidak terlalu pendek, warna kulit beliau tidak terlalu putih juga tidak coklat, rambut beliau ikal (tidak keriting juga tidak lurus). Tubuh beliau bagus, pundaknya lebar, rambut beliau panjang sebahu, terkadang setelinga, tulang beliau besar. Wajah beliau sedikit bundar, mata beliau seperti bercelak namun bukan bercelak, bulu mata beliau panjang, di tubuh beliau ada bulu tipis dari dada hingga pusar (masrubah).


Jika berjalan memantapkan langkah kaki, wajah beliau bercahaya seperti rembulan. Pakaian yang beliau senangi adalah qomīsh (jubah), yang berwarna putih, dan habiroh (sejenis burdah yang ada sedikit corak merah). Lengan baju beliau sampai pergelangan tangan. Terkadang beliau memakai jubah merah, terkadang memakai sejenis sarung dan ridā' (atasan), terkadang memakai dua pakaian hijau, terkadang memakai imamah (sorban) hitam. Beliau memakai cincin, khuf, juga na'l (sandal). 


***


KETURUNAN

Putra beliau ada 3; Al-Qōsim, Abdullah, Ibrahim. Putri beliau ada 4; Zainab, Fāthimah, Ruqoyyah, dan Ummu Kultsum. Semuanya adalah anak beliau dengan Khodījah, kecuali Ibrahim maka anak beliau dengan Māriyah Al-Qibthiyyah.


***


PAMAN & BIBI JALUR AYAH

Paman beliau ada 11; Al-Hārits, Qutsam, Az-Zubair, Hamzah, Al-Abbas, Abu Thōlib, Abu Lahab, Abdul Ka'bah, Hajl, Dhirōr, dan Al-Ghoidaq. 


Adapun bibi beliau ada 6; Shofiyyah (ibu Zubair bin Awwam), 'Ātikah, Barrah, Arwā, Umaimah, dan Ummu Hakīm. 


***


ISTRI-ISTRI

Istri beliau ada 9; Khodījah, Saudah, 'Āisyah, Hafshoh, Ummu Habībah, Ummu Salamah, Zainab binti Jahsy, Maimūnah, Juwairiyyah, dan Shofiyyah. 


Sedangkan budak perempuan beliau ada 2; Māriyah dan Roihānah. 


***


PEMBANTU

Beliau juga memiliki beberapa orang yang biasa membantu keseharian beliau. Diantaranya; Anas bin Mālik, Hindun bin Hāritsah, Asmā' bin Hāritsah, Robī'ah bin Ka'b, Abdullah bin Mas'ud yang biasa menyiapkan sandal beliau shallallahu alaihi wa sallam, Uqbah bin Āmir yang menuntut baghal beliau ketika safar, dan lainnya. 


***


JURU TULIS

Ibnu Asākir menyebut ada 23 juru tulis beliau, diantaranya; Abu Bakr, Umar, Utsman, Ali, Tholhah, Az-Zubair, Ubay bin Ka'b, Zaid bin Tsabit, Muawiyyah bin Abi Sufyan, Muhammad Maslamah, dan lainnya. Dan yang paling sering adalah Zaid bin Tsābit dan Muawwiyah.


***


PARA UTUSAN NABI

1. Amr bin Umayyah Adh-Dhumari kepada Najāsy raja Habasyah

2. Dihyah bin Kholīfah Al-Kalbī kepada Heraklius penguasa Romawi.

3. Abdullah bin Hudzāfah As-Sahmi kepada Misro penguasa Persia.

4. Hāthib bin Abi Balta'ah Al-Lakhmī kepada Al-Muqouqis penguasa Mesir.

5. Amr bin Āsh kepada penguasa Oman.

6. Salīth bin Amr Al-Āmiri kepada penguasa Yamāmah.

7. Syujā' bin Wahb Al-Asadī kepada penguasa Balqō' (daerah Syam).

8. Abu Musa Al-Asy'arī dan Mu'adz bin Jabal ke Yaman.


***


MUADZIN NABI

1. Bilal bin Rabah di Madinah

2. Ibnu Ummi Maktum di Madinah

3. Abu Mahdzūroh di Makkah

4. Sa'id Al-Qurodz di Quba'


***


PEPERANGAN NABI

1. Badar

2. Uhud

3. Khondaq

4. Bani Quroidzoh

5. Bani Mushtholiq

6. Khoibar

7. Fathu Makkah

8. Hunain

9. Thōif


***


AKHLAQ NABI

Nabi shalallahu alaihi wa sallam adalah orang yang sangat dermawan, terlebih lagi di bulan Ramadhan. Beliau adalah orang yang paling baik akhlaknya, harum baunya, sempurna akalnya, baik dalam bergaul, paling bertaqwa dan takut kepada Allah, tidak pernah marah karena diri sendiri kecuali ada pelanggaran terhadap hak Allah Ta'ala.


Akhlak beliau cerminan Al-Quran, menunaikan kebutuhan keluarga, tidak ada beda dalam memutuskan hukum di antara manusia, tidak pernah mencela makanan, dan memakan apa yang ada. 


Beliau menerima hadiah dan membalasnya, senang mengunjungi orang sakit, memenuhi undangan siapapun itu, tidak merendahkan seseorang. Ketika berbicara, beliau berbicara dengan jelas dan pelan. Tidak berbicara kecuali saat dibutuhkan, selalu berdzikir dalam majelisnya. Majelis beliau adalah majelis yang lembut dan penuh ketenang serta kebaikan. 


***


BENDA MILIK NABI

Beliau memiliki beberapa kuda bernama As-Sakb, Sabhah, Al-Murtajiz, dan Al-Ward. Baghal beliau bernama Duldul. Beliau punya onta bernama Al-'Adhbā' dan Al-Qoshwā'. Beliau punya keledai bernama 'Ufair. Beliau punya beberapa pedang, diantaranya bernama Dzul Fiqōr.


***


KEKHUSUSAN NABI

Kekhususan Nabi shallallahu alaihi wa sallam terbagi menjadi empat jenis;


Pertama, hal-hal yang sifatnya wajib bagi Nabi shallallahu alaihi wa sallam namun tidak bagi umatnya. Seperti kurban, shalat malam (lalu dihapus kewajibannya atas beliau), tetap menghadapi musuh berapapun jumlahnya.


Kedua, hal-hal yang sifatnya haram dan terlarang bagi beliau. Seperti bersyair, tulis menulis, dan ketika sudah memakai baju perang maka haram untuk melepas sampai bertemu musuh, haram memakan zakat.


Ketiga, hal yang dibolehkan untuk beliau namun tidak diperkenankan untuk umatnya. Seperti puasa wishōl (menyambung dua puasa tanpa buka), memilih harta ghonimah sebelum pembagian, mendapatkan seperlima ghonimah, menikahi lebih dari 4 wanita, menikah tanpa wali dan saksi.


Keempat, kekhususan beliau shallallahu alaihi wa sallam berupa fadhīlah dan keutamaan. Seperti istri beliau tidak boleh dinikai siapapun setelah beliau wafat, istri beliau adalah wanita-wanita terbaik, para sahabat Nabi shallallahu alaihi wa sallam adalah generasi terbaik, umat beliau adalah umat terbaik, umatnya terjaga dari bersepakat atas dosa, beliau adalah penghulu anak Adam, beliau yang pertama kali dibangkitkan pada hari kiamat, hati beliau tidak tertidur meski matanya tertidur, bisa melihat orang yang ada di belakangnya dalam shalat, jasad beliau tidak dimakan tanah, dan berdusta atas nama beliau tidak seperti berdusta atas nama selain beliau.


Allahumma sholli wa sallim wa bārik 'ala nabiyyina wa sayyidina wa habībina Muhammadin wa ālihi wa shohbihi ajma'īn. 'Adada mā dzakaroka biha dzākirūn wa ghofala 'an dzikrika ghōfilūn.


Wallahu Ta'ala A'lam wa Ahkam


Mojokerto, 9 Rabīul Awwal 1445 H

Abu Harits Danang Santoso Al-Jawi

t.me/fiqhgram


***


Diringkas dari kitab Tahdzīb As-Sīroh An-Nabawiyyah. Imam Abu Zakariya Yahya bin Syarof An-Nawawi (676 H). Riyadh, Robīthoh Ālam Islamiy Hadiah Ālamiyyah Lit Ta'rīf bir Rosul wa Nushrotihi. Cetakan ketujuh. Tahun 2012.

Senin, 18 September 2023

,

 


Menoleh tanpa ada kebutuhan, ke arah manapun baik ke samping kanan atau kiri, atau melihat ke arah atas, hukumnya adalah makruh. 


Dalil atas hal ini, adalah hadits Aisyah radhiyallah anha ketika bertanya tentang orang yang menoleh saat shalat, maka Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda;


هذا اختلاس يختلسه الشيطان من صلاة العبد

"Itu adalah curian yang dicuri oleh setan dari shalat seorang hamba."

[ HR.Bukhari (718) ]


Juga hadits Anas radhiyallahu anhu, bahwa Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda;


ما بال أقوام يرفعون أبصارهم إلى السماء في صلاتهم لينتهن عن ذلك أو لتخطفن أبصارهم

"Mengapa orang-orang melihat ke langit dalam shalat mereka, hendaknya mereka berhenti atau pandangan mereka akan disambar."

[ HR.Bukhari (779), Muslim (490) ]


Kecuali jika ada hajat dan kebutuhan untuk menoleh, maka hilang hukum makruhnya. Sebagaimana dalam hadits Sahl bin Handzolah radhiyallahu anhu, bahwa Nabi shallallahu alaihi wa sallam mengutus beberapa sahabat untuk menjaga di sebuah jalan, maka disebutkan;


فجعل رسول الله صلى الله عليه و سلم يصلي و هو يلتفت إلى الشعب

"Maka Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam shalat dan beliau menoleh ke arah jalan tersebut."

[ HR.Abu Dawud (916) ]


***


Ada yang mengatakan bahwa menoleh saat shalat hukumnya adalah haram. Mereka berdalil dengan hadits Abu Dzar radhiyallahu anhu bahwa Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda;


لا يزال الله عز وجل مقبلا على العبد، وهو في صلاته، ما لم يلتفت، فإذا التفت انصرف عنه

"Allah senantiasa menghadap hamba-Nya ketika hamba tersebut shalat, selama dia tidak berpaling. Jika dia berpaling, maka Allah juga akan berpaling darinya."

[ HR.Abu Dawud (909) ]


Maka jawabannya, kalau seandainya menoleh ini hukumnya haram. Tentu bisa diberikan udzur karena sebab darurat, bukan hanya sekedar hajat atau kebutuhan. Sedangkan dalam hadits jelas, Nabi shallallahu alaihi wa sallam menoleh karena suatu kebutuhan dan bukan darurat. Demikian juga pada kasus sahabat Abu Bakar yang menoleh ketika menjadi imam, lalu Nabi shallallahu alaihi wa sallam datang. Dan kita katakan;


الضرورات تبيح المحظورات و الحاجات تبيح المكروهات

"Kedaruratan memperbolehkan keharaman, kebutuhan memperbolehkan kemakruhan."


***


Hukum makruh menoleh ini berlaku, ketika menoleh dengan kepalanya saja. Adapun menoleh dan dadanya ikut berpindah dari arah kiblat, maka membatalkan shalat. Karena menghadap kiblat adalah syarat sah shalat. 


Adapun melirik dengan pandangan mata, maka hukumnya boleh. Dan ibarot Ibnu Hajar dalam Al-Manhaj Al-Qowim mengatakan;


و لا بأس بلمح العين بغير التفات

"Dan tidak masalah dengan melirikkan pandangan mata tanpa menoleh."


Wallahu Ta'ala A'lam wa Ahkam


***


Jombang, 4 Rabiul Awwal 1445

Abu Harits Danang Santoso Al-Jawi

t.me/fiqhgram


#fikihsyafii #fikihibadah #fikihshalat


***

Referensi:

1.Al-Muqoddimah Al-Hadromiiyyah. Abdullah bin Abdurrahman Bafadhol. 


2.Al-Manhaj Al-Qowim Syarh Masail Taklim. Ibnu Hajar Al-Haitami. 


3.Busyrol Karim Syarh Masail Taklim. Said Ba'asyan. 


4. Al-Hadiyyah Al-Mardhiyyah Syarh Muqoddimah Hadromiyyah. Mushthofa Al-Bugho.

Minggu, 17 September 2023

,

 


Waktu normal bagi wanita adalah 6 atau 7 hari. Dalil utama dalam hal ini adalah istiqrō' (penelitian induktif Imam Syafii). Adapun hadits Hamnah radhiyallahu anha, dimana beliau mengalami istihādhoh, maka Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda;


إنما هذه ركضة من ركضات الشيطان فتحيضي ستة أيام أو سبعة أيام في علم الله ثم اغتسلي
"Sesungguhnya ini adalah hentakan dari hentakan setan, maka haidhlah selama 6 atau 7 hari dan Allah Maha Mengetahui, lalu mandilah ..."
[ HR.Abu Dawud (287) & Syafii dalam Al-Musnad (110) ]

Maka hadits ini menjadi dalil isti'ās (dalil sampingan) saja, dan bukan dalil utama. Alasan karena ada ihtimāl (kemungkinan) bahwa penentuan Nabi shallallahu alaihi wa sallam kepada Sayyidah Hamnah radhiyallahu anha bukan bermaksud itu adat umum haidh wanita, namun adat khusus kebiasaan Hamnah radhiyallahu anha. Oleh karenanya Imam Ar-Rofii dalam Syarah Musnad Asy-Syafii (4/73-74) menukil ucapan Imam Syafi'i dalam mengomentari hadits ini;

وهذا يدل على أنها كانت تعرف أيام حيضها ستًّا أو سبعًا فلذلك قال لها رسول الله - صلى الله عليه وسلم - ما قال
"Dan hal ini menunjukkan bahwa Hamnah mengetahui waktu haidhnya; yaitu 6 atau 7 hari. Oleh karenanya Nabi shalallahu alaihi wa sallam menyampaikan apa yang beliau sampaikan."
[ Syarah Musnad Asy-Syafii. Imam Ar-Rofii. Qatar, Wizāritul Auqōf was Syu'ūn Al-Islamiyyah. Cetakan pertama ]

***

Adapun batas maksimal haidh wanita adalah 15 hari (360 jam). Dan dalam hal ini ada tiga gambaran;

Pertama, darah keluar secara terus menerus selama 15 hari tanpa terputus, dan tidak melewati 15 hari. Maka ini haidh.

Kedua, darah keluar secara terus menerus dan berhenti sebelum mencapai 15 hari. Maka ini juga haidh.

Ketiga, darah keluar terputus-putus dalam jangka waktu tidak lebih dari 15 hari, dan jumlah waktu keluar darah mencapai 24 jam atau lebih. Maka ini juga haidh.

Dalil dalam hal ini juga adalah istiqrō' Imam Syafii. Meski juga ada riwayat dari Athō' bin Rabāh rahimahullah beliau berkata;

أكثر الحيض خمسة عشر يوما
"Batas maksimal haidh adalah 15 hari."
[ HR.Al-Baihaqi dalam Sunan Kubro (1536) ]

Maka ini pun tidak menjadi dalil utama, namun menjadi dalil isti'nās (dalil sampingan) saja. Karena madzhab tidak menjadikan qoul tabiin menjadi dalil tersendiri.

Wallahu Ta'ala A'lam wa Ahkam

***

Jombang, 2 Rabiul Awwal 1444 H
Abu Harits Danang Santoso Al-Jawi
t.me/fiqhgram

#fikihibadah #fikihwanita #haidh #ngajifathulqorib

Kamis, 14 September 2023

,


KHUTBAH PERTAMA


إن الحمد لله، نحمده ونستعينه ونستغفره، ونعوذ بالله من شرور أنفسنا وسيئات أعمالنا، من يهده الله فلا مضل له، ومن يضلل هادي له، وأشهد أن لا إله إلا لله، وحده لا شريك له، وأشهد أن محمدا عبده ورسوله.

﴿يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلا تَمُوتُنَّ إِلاَّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُون ﴿يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيراً وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالأَرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيباً﴾ ﴿يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلاً سَدِيداً يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزاً عَظِيماً﴾

اللهم صل و سلم على نبينا و حبيبنا محمد و على آله و صحبه و من سار على نهجه إلى يوم الدين، أما بعد

 

Kembali kita bersyukur kepada Allah Ta’ala, yang telah memberikan karunia dan kebaikan kepada seluruh alam semesta, dengan diutusnya Rasulillah Muhammad shallallahu alaihi wa sallam dengan membawa risalah-Nya. Shalawat serta salam senantiasa kita haturkan kepada baginda Rasulillah shallallahu alaihi wa sallam, sang penebar kebaikan ke alam semesta. Dan pada kesempatan yang spenuh berkah ini, marilah kita memanfaatkannya untuk meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Allah Ta’ala dengan menjalankan ibadah dan ketaatan dengan sebaik-baiknya.

 

Ma’asyiral muslimin jamaah sidang jum’at rahimani wa rahimakumullah

Imam Nawawi rahimahullah dalam Tahdzib Siroh Nabawiyyah (hal.21) menyampaikan, bahwa Ibrahim bin Al-Mundzir guru Imam Bukhari serta Kholifah bin Khoyyath, serta ulama lainnya menukilkan ijma’ (kesepakatan ulama) bahwa Nabi shallallahu alaihi wa sallam lahir pada hari senin bulan Rabiul Awwal. Namun para ulama berselisih tepatnya di tanggal berapakah beliau lahir. Ada yang mengatakan beliau lahir tanggal 2, ada yang mengatakan tanggal 8, ada yang mengatakan tanggal 10, ada yang mengatakan 12. Namun terlepas dari perselisihan ini, ada satu hal yang pasti, bahwa lebih dari 1400 tahun yang lalu, seorang pembawa kebaikan untuk alam semesta, yaitu Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam, dilahirkan di dunia ini.

Kelahiran Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam, menjadi sebuah awal dari kebahagian semesta. Awal dari solusi atas berbagai macam nestapa, kedzaliman, keburukan, dan keputus-asaan umat manusia dalam mencari makna kehidupan. Menjadi awal akan disebarkannya agama Islam yang mengajarkan kebaikan untuk manusia.

Kegelapan bumi dengan berbagai macam kedzaliman pun dihapuskan, kesyirikan pun ditumpas, berbagai macam tindakan keji pun dihilangkan, sejak Nabi shallallahu alaihi wa sallam diutus menjadi utusan Allah Ta’ala. Dimana Allah Ta’ala berfirman;


هُوَ الَّذِي بَعَثَ فِي الْأُمِّيِّينَ رَسُولاً مِنْهُمْ يَتْلُوا عَلَيْهِمْ آياتِهِ وَيُزَكِّيهِمْ وَيُعَلِّمُهُمُ الْكِتابَ وَالْحِكْمَةَ وَإِنْ كانُوا مِنْ قَبْلُ لَفِي ضَلالٍ مُبِينٍ

Dialah (Allah) Yang mengutus diantara orang-orang yang ummi (buta huruf) seorang Rasul (Muhammad) dari kalangan mereka sendiri. Yang membacakan kepada mereka ayat-ayat Allah Ta’ala, yang mensucikan mereka, juga mengajarkan kepada mereka Al-Kitab (Quran) dan Hikmah (hadits), dan mereka dahulu benar-benar dalam kesesatan yang nyata.”

[ QS Al-Jumu’ah ayat 2 ]

Al-Hafidz Ibnu Katsir (w.774 H) dalam tafsirnya mengatakan;


وَهَذِهِ الْآيَةُ هِيَ مِصْدَاقُ إِجَابَةِ اللَّهِ لِخَلِيلِهِ إِبْرَاهِيمَ، حِينَ دَعَا لِأَهْلِ مَكَّةَ أَنْ يَبْعَثَ الله فيهم رسولا مِنْهُمْ، يَتْلُو عَلَيْهِمْ آيَاتِهِ وَيُزَكِّيهِمْ وَيُعَلِّمُهُمُ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ، فَبَعَثَهُ اللَّهُ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى وَلَهُ الْحَمْدُ وَالْمِنَّةُ عَلَى حِينِ فَتْرَةٍ مِنَ الرُّسُلِ وَطُمُوسٍ مِنَ السُّبُلِ، وَقَدِ اشْتَدَّتِ الْحَاجَةُ إِلَيْهِ، وَقَدْ مَقَتَ اللَّهُ أَهْلَ الْأَرْضِ عَرَبَهُمْ وَعَجَمَهُمْ إِلَّا بَقَايَا مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ

“Ayat ini menjadi jawaban dari Allah Ta’ala atas permintaan kekasih-Nya Ibrahim alaihissalam, ketika berdoa untuk penduduk Makkah agar Allah mengutus kepada mereka seorang rasul dari kalangan mereka sendiri. Yang membacakan ayat-ayatNya, mensucikan mereka, serta mengajarkan mereka Al-Quran dan As-Sunnah. Maka Allah pun mengutus beliau shallallahu alaihi wa sallam. Maka segala puji serta sanjungan hanya bagi Allah, ketika masa kekosongan dari para rasul serta hilangnya jalan-jalan (kebaikan). Dan sungguh sangat butuh manusia kepada jalan kebaikan, dan Allah Ta’ala telah memurkai penduduk bumi baik orang Arab atau orang Ajam (non Arab), kecuali sebagian kecil dari Ahli Kitab.”

 

Ma’asyiral musilmin jamaah sidang jumat rahimakumullah

Oleh karenanya patut kita berbahagia dengan diutusnya Nabi shallallahu alaihi wa sallam sebagai pembawa risalah Islam. Allah Ta’ala berfirman;


قُلْ بِفَضْلِ اللَّهِ وَبِرَحْمَتِهِ فَبِذَلِكَ فَلْيَفْرَحُوا هُوَ خَيْرٌ مِمَّا يَجْمَعُونَ

“Katakanlah, dengan sebab keutamaan Allah dan rahmat-Nya maka hendaknya mereka bergembira. Hal itu lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan.”

[ QS Yunus ayat 58 ]

Berkata Imam Abu Ja’far Ath-Thobari (w.310 H) dalam tasirnya;


أيها الناس، الذي تفضل به عليكم، وهو الإسلام، فبيَّنه لكم، ودعاكم إليه (وبرحمته) ، التي رحمكم بها، فأنزلها إليكم، فعلَّمكم ما لم تكونوا تعلمون من كتابه، وبصَّركم بها معالم دينكم، وذلك القرآن (فبذلك فليفرحوا)

“Wahai manusia, yang Allah telah memberi keutamaan atas kalian berupa Islam, dan Dia menjelaskan untuk kalian, dan menyeru kalian kepadanya. (Dengan rahmat-Nya) yang Allah merahmati kalian, sehingga Dia turunkan rahmat itu kepada kalian dan mengajarkan hal yang tidak kalian ketahui dari kitab-Nya, dan memberitahu kalian syariat agama kalian; itulah Al-Quran. Dengan hal tersebut hendaknya kalian bergembira.”

Lantas, bagaimana kita mengekspresikan wujud syukur kita atas kelahiran Nabi shallallahu alaihi wa sallam, serta diutusnya beliau membawa syariat Islam yang membawa kebaikan kepada alam semesta ini ? Tentu saja kita bersyukur kepada Allah Ta’ala dan mengeskpresikan kecintaan kepada Nabi shallallahu alaihi wa sallam dengan ketaatan dan ibadah kepada Allah. Allah Ta'ala berfirman;

يَعْمَلُونَ لَهُ مَا يَشاءُ مِنْ مَحارِيبَ وَتَماثِيلَ وَجِفانٍ كَالْجَوابِ وَقُدُورٍ راسِياتٍ اعْمَلُوا آلَ داوُدَ شُكْراً وَقَلِيلٌ مِنْ عِبادِيَ الشَّكُورُ

“Dan mereka (para jin) bekerja sesuai kehendak Sulaiman membuat mihrab-mihrab, patung, tempat air, serta wadah-wadah yang kuat. Beramallah wahai keluarga Dawud, dan sedikit dari hamba-hambaKu yang bersyukur.”

Berkata Imam Ath-Thobari dalam tafsirnya;

وقلنا لهم اعملوا بطاعة الله يا آل داود شكرًا له على ما أنعم عليكم من النعم التي خصكم بها عن سائر خلقه مع الشكر له على سائر نعمه التي عمكم بها مع سائر خلقه

“Dan kami katakan kepada mereka (keluarga Dawud) beramallah dengan ketaatan kepada Allah Ta’ala sebagai bentuk syukur kepada-Nya atas kenikmatan yang khusus atas kalian dan kenikmatan yang umum.”

 

أقول قولي هذا و أستغفر الله لي و لكم و لسائر المسلمين و المسلمات و المؤمنين و المؤمنات و استغفروه إنه هو الغفور الرحيم

 

KHUTBAH KEDUA

الحمد لله الذي أرسل رسوله بالهدى و دين الحق ليظهر له على الدين كله و كفى بالله شهيدا، أشهد أن لا إلـه إلا الله وحده لا شريك له و أشهد أن محمدا عبده و رسوله. صلوات الله و سلامه عليه و على آله و صحبه أجمعين. فيا عباد الله اتقوا ربكم و تزودوا فإن خير الزاد التقوى. 


Ma’asyiral muslimin jamaah sidang jum’at rahimani wa rahimakumullah

Maka, bentuk syukur kita atas kelahiran dan diutusnya Nabi shallallahu alaihi wa sallam kepada alam semesta adalah dengan mengikuti petunjuknya dalam mewujudkan ketaatan kepada Allah Ta’ala. Bukan malah dengan berpesta pora dengan menghadirkan hal-hal yang maksiat serta dilarang oleh Allah Ta’ala. Dengan alasan, bahwa ini adalah wujud cinta kepada Nabi shallallahu alaihi wa sallam, dan ekspresi cinta tidak butuh dalil ?! Benar, ekspresi cinta tidak butuh dalil, namun dia tetap butuh aturan. Karena kalau ekspresi cinta sudah melanggar aturan, maka dia layak untuk mendapatkan hukuman. Semoga kita menjadi hamba-hamba yang benar-benar cinta kepada Nabi shallallahu alaihi wa sallam dan selalu bersyukur atas diutusnya beliau kepada umat manusia.

 

إن الله و ملائكته يصلون على النبي يايها الذين آمنوا صلوا عليه و سلموا تسليما اللهم صل و سلم على محمد و على آل محمد و الحمد لله رب العالمين

اللهم اغفر للمسلمين و المسلمات و المؤمنين و المؤمنات الأحياء منهم و الأموات إنك قريب مجيب الدعوات يا قاضي الحاجات

ربنا ظلمنا أنفسنا و إن لم تغفر لنا و ترحمنا لنكونن من الخاسرين. اللهم اغفر لنا ذنوبنا و كفر عنا سيئاتنا و توفنا مع الأبرار. اللهم أمنا في أوطاننا و أصلح ولاة أمورنا. اللهم اجعل هذا البلد آمنا و اجنبنا و بنينا أن نعبد الأصنام.

اللهم آت نفسي نقواها و زكها أنت خير من زكاها أنت وليها و مولاها. ربنا آتنا في الدنيا حسنة و في الآخرة حسنة و قنا عذاب النار. و صلى الله على نبينا و حبيبنا محمد و على آله و صحبه أجمعين، و الحمد لله رب العالمين. أقيموا الصلاة ...

***

Jombang, 15 September 2023

Abu Harits Danang Santoso Al-Jawi


- Download naskah khutbah jumat ini dengan klik disini

,



Al-Hāfidz Ibnu Hajar dalam Bulughul Marom di hadits kelima meriwayatkan;

وَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ - رضي الله عنه - قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم -: «لا يَغْتَسِلْ أَحَدُكُمْ فِي الْمَاءِ الدَّائِمِ وَهُوَ جُنُبٌ» أَخْرَجَهُ مُسْلِمٌ، وَلِلْبُخَارِيِّ: «لَا يَبُولَنَّ أَحَدُكُمْ فِي الْمَاءِ الدَّائِمِ الَّذِي لَا يَجْرِي، ثُمَّ يَغْتَسِلُ فِيهِ»، وَلِمُسْلِمٍ: «مِنْهُ» ، وَلِأَبِي دَاوُدَ: «وَلَا يَغْتَسِلُ فِيهِ مِنَ الْجَنَابَةِ»

"Dari Abu Hurairah radhiyallah anhu berkata, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda; 

- ((Jangan mandi salah seorang kalian di air yang menggenang sedang dia dalam kondisi junub)) HR.Muslim, dan dalam lafadz Bukhari;

- ((Jangan kencing salah seorang dari kalian di air menggenang yang tidak mengalir, lalu di mandi di dalamnya)), dan dalam lafadz Muslim;

- ((Lalu dia mandi dari air itu)), dan dalam riwayat Abu Dawud;

- ((Dan jangan dia mandi di dalam air itu untuk mandi junub))"

***

Dari apa yang dikumpulkan oleh Al-Hafidz Ibnu Hajar dalam satu hadits ini dengan berbagai redaksi, ada beberapa gambaran larangan dari Nabi shallallahu alaihi wa sallam. 

Pertama, mandi junub dengan mencelupkan diri pada air yang menggenang.

Kedua, kencing di air menggenang, lalu dia mandi junub dengan air tadi dengan memasukkan diri ke dalamnya. 

Ketiga, kencing di air yang menggenang, lalu dia mandi junub dengan air tadi dengan menciduk airnya.

Ta'lil atau alasan mengapa untuk kasus pertama dilarang, karena air yang digunakan untuk mandi junub tersebut, akan menjadi air musta'mal, yang statusnya hanya suci saja tanpa bisa menjadi mensucikan kembali. Dan hal ini berlaku jika air kurang dari 2 qullah (sekitar 200 liter). Jika mencapai 2 qullah atau lebih, tidak ada menjadi musta'mal

Adapun untuk kasus kedua dan ketiga, alasannya jelas karena air yang dikencingi menjadi air mutanajjis yang statusnya tidak suci, apalagi mensucikan.

Maka dalam semua kasus tadi, ta'līl-nya (alasan hukumnya) adalah karena ifsādul mā' (merusak status air yang suci mensucikan). 

***

Adapun perincian hukum tentang mandi di air yang menggenang, maka terbagi menjadi dua;

Pertama, jika airnya kurang dari dua qullah, maka makruh hukumnya mandi dengan mencelupkan diri ke dalamnya. Dan larangan tadi diturunkan ke derajat makruh, karena air musta'mal bisa disucikan dengan mukātsaroh (ditambahkan air hingga mencapai dua qullah). 

Kedua, jika air dua qullah atau lebih, maka tidak mengapa mandi dengan mencelupkan diri ke dalamnya, karena status air tidak akan berubah menjadi musta'mal. 

Sebagai catatan pula, hal ini berlaku untuk mandi yang bersifat wajib. Karena mandi sunnah atau bahkan mandi 'ādah (seperti untuk kesegaran badan misalnya), tidak merubah status air secara syar'i. 

***

Adapun hukum kencing dalam air menggenang, maka perinciannya sebagai berikut;

Pertama, hukum asal dari kencing dalam air, baik air sedikit (kurang dari dua qullah), atau air banyak (dua qullah atau lebih) adalah haram. Dihukumi haram karena merubah status air turun ke derajat mutanajjis, bukan suci saja. Sehingga air tidak akan bisa digunakan untuk apapun, kecuali dibuang atau menyiram tanaman misalnya. 

Kedua, dikecualikan dari hal pertama di atas, satu kondisi. Yaitu jika airnya banyak (dua qullah atau lebih), dan kencing tidak merubah sifat air. Maka hukumnya turun menjadi makruh, karena tidak merubah status air. Namun tetap terlarang, karena menimbulkan rasa jijik secara tabiat bagi orang lain. 

Sebagai tambahan catatan, air yang mustabhir (sangat-sangat banyak seperti danau yang luas atau laut), maka tidak mengapa kencing di tempat tersebut. Karena status air tidak berubah, dan secara tabiat orang lain tidak akan merasa jijik. 

Wallahu Ta'ala A'lam wa Ahkam

***

Jombang, 28 Safar 1445 H
Abu Harits Danang Santoso Al-Jawi

#ngajibulughulmarom #ngajikitab #fikihsyafii #fikihbersuci #fikihhadits

~ Seri kajian fikih hadits dari kitab Bulūghul Marōm, bisa disimak di kanal youtube Fiqhgram

Selasa, 12 September 2023

,



Nama beliau adalah Ahmad bin Ali bin Hajar Al-Asqolāni Asy-Syāfii Al-Mishri. Kunyah beliau adalah Abul Fadhl, julukannya adalah Syihābuddīn, dan beliau lebih dikenal dengan sebutan Ibnu Hajar, nisbah kepada kakeknya. Beliau memiliki julukan Al-Hāfidz, yang maknanya beliau adalah orang yang menghafal paling tidak seratus ribu hadits, dengan sanadnya. Bukan hanya menghafal, beliau adalah orang yang begitu memahami seluk beluk hadits, mulai dari sanad, matan, hingga fikih hadits.

Lahir pada bulan Sya'ban tahun 773 H di Mesir, dan beliau hidup yatim setelah ditinggal ibunya wafat saat masih kecil. Beliau pun diasuh oleh ayahnya. Di umur 5 tahun, beliau masuk ke Maktab (sekolah untuk usia dini) sebagaimana anak-anak di zamannya. Dan beliau hafal Al-Quran di umur 9 tahun. Dalam proses belajarnya, beliau mempelajari banyak sekali kitab-kitab dan sebagian bahkan di hafalnya.

***

Dalam perjalanan belajar fikih, maka beliau menempuh jalur madzhab Syafii. Beliau pun mempelajarinya dari para punggawa fikih di zamannya. Beliau mempelajari Al-Hāwi Ash-Shoghīr Mukhtashor Asy-Syarh Al-Kabīr karya Abdul Ghoffar bin Abdul Karīm Al-Qozwīni Asy-Syafii (w.662 H). Mempelajari Roudhotut Tholībin karya Imam Nawawi kepada Sirōjuddīn Al-Bulqīni (w.805 H). Belajar Minhajut Thōlibin-nya Imam Nawawi kepada Ibnu Mulaqqin (w.804 H), disertai  syarah beliau (beliau memiliki 3 syarah Minhaj; Ujālatul Muhtāj, Umdatul Muhtāj, dan Tuhfatul Muhtāj). Belajar Jam'ul Jawāmi'-nya Tājuddīn As-Subkī kepada Al-Izz ibn Jamāah.

Lalu Allah pun berikan ilham kepadanya hingga fokus besarnya kepada hadits. Maka beliau habiskan siang dan malam untuk berkhidmah kepada sabda-sabda Nabi shallallahu alaihi wa sallam. Mulai dari menghafal, mempelajari sanad, ilmu rijālul hadits, ilal hadits, sanad hadjts, serta fikih hadits. Beliau pun bermulazamah kepada pembesar ilmu hadits di zaman itu; Zainuddīn Al-Irōqi, dan belajar kepada beliau selama 10 tahun. Hingga gurunya menyebutnya, sebagai muridnya yang paling mengetahui ilmu hadits !!

Lalu beliau melakukan perjalan ke negeri-negeri Syām serta Hijāz, dan mengumpulkan riwayat sanad hadits di dunia. Membaca Shahih Bukhari kepada 'Afīf An-Naisaburi, juga kepada Abdurrahim bin Rozīn, juga beliau sempat mendapati beberapa murid Al-Qōsim bin 'Asākir dan meriwayatkan dari mereka.

Maka lahirlah karya-karya besar beliau dalam hadits. Seperti Bulūghul Marōm, Fathul Bāri Syarh Shohīh Bukhōri, Al-Talkhīs Al-Habīr Takhrīj Asy-Syarh Al-Kabīr Imam Rofī'i Asy-Syafii, Nukhbatul Fikar (ilmu usul hadits), Mu'jam Mufahros (sanad hadits), Tahdzībut Tahdzīb (ilmu rijalul hadits), Lisānul Mīzān (ilmu jarh wa ta'dil), dan masih banyak lagi.

***

Beliau pun tak lupa mengajarkan ilmunya di berbagai tempat di Mesir kepada para santri, demi melanjutkan estafet keilmuan Islam ini. Maka muncullah nama-nama tersohor dari murid-murid beliau. Seperti As-Sakhōwi, Jalāluddīn Asy-Suyūthi, dan Syaikhul Islam Zakariya Al-Anshōri.

Beliau pun menjabat sebagai qōdhi (hakim) beberapa kali, bahkan beliau menjabat sebagai qōdhī qudhōt (hakim agung) di zamannya.

Hingga akhirnya beliau wafat pada tahun 852 H pada umur 79 tahun. Jenazah beliau dishalatkan di musholla Al-Mukminin di Ar-Romīlah, daerah di luar Kairo, lalu dipindahkan ke Al-Qorrōfah Al-Wustho.

Rahimahullah ta'ala rahmatan wāsi'ah.

***

Jombang, 27 Safar 1445 H
Abu Harits Danang Santoso Al-Jāwi
t.me/fiqhgram

#biografi #ngajibulughulmarom #ngajikitab

***

Referensi:
1. Tulisan Muhammad Hāmid Al-Faqqā (Ketua Jamaah Anshōr Sunnah Muhammadiyyah Mesir) dalam tahqīq beliau terhadap Bulūghul Maram. Dicetak ulang Maktabah Usaha Keluarga, Semarang.

2. Muqoddimah Ibānatul Ahkām Syarh Bulūghul Marōm.

Senin, 11 September 2023

,
Rebo wekasan berasal dari bahasa jawa. Rebo maknanya adalah hari Rabu, sedangkan wekasan maknanya adalah terakhir. Secara istilah rebo wekasan sendiri adalah hari Rabu terakhir dari bulan Safar. Dimana diyakini, bahwa hari Rabu tersebut, turun berbagai macam bala' dan hal buruk. Sehingga bagi orang yang meyakininya, menganjurkan untuk banyak berdoa atau ibadah dengan tata cara tertentu agar terhindar dari bala' yang turun tersebut. Akhirnya muncullah doa tolak bala' rebo wekasan serta shalat rebo wekasan. Bahkan diriwayatkan dalam literatur orang Syi'ah, dari imam mereka, bahwa di hari rebo wekasan turun 320.000 bala'. Mereka mengatakan;

عن الأمام الصادق (عليه السلام )؛ ينزل في كل سنه ثلاثمائه وعشرون الف بليه من البليات ذلك في يوم الأربعاء الأخير من شهر صفر فيكون ذلك أصعب أيام السنه كلها
"Dari Imam As-Shodiq alaihissalam; turun di setiap tahun 320.000 bala' di hari Rabu terakhir di bulan Safar, maka hari itu menjadi hari terberat dalam satu tahun."
[ Lihat disini ]

***

Secara asal, keyakinan ini didapati dari sebagian kalangan sufisme dan orang Syiah. Landasan dalam hal ada yang mengatakan dengan kasyāf (penglihatan dari sufi). Sebagian lain berdalil dengan tatābu' hawādits (melihat dari peristiwa-peristiwa yang terjadi), dimana banyak peristiwa atau hal buruk terjadi di hari Rabu Wekasan ini. Orang Syiah sendiri menganggap ini hari sial dan nahas, melalui riwayat dari imam-imam mereka. Namun adakah dalil syar'i yang menunjukkan secara jelas bahwa khusus rebo wekasan ini memang jatuh bala' ? Sepanjang yang kami ketahui, tidak ada sama sekali.

***

Dalam aturan keyakinan seorang muslim, kita pasti tahu bahwa bala' dan musibah datangnya dari Allah. Dan Allah bisa menurunkan bala' serta musibah kapanpun. Dan turunnya takdir bala' atau musibah, adalah sesuatu yang bersifat ghoib. Tidak diketahui oleh makhluknya, kecuali yang Allah Ta'ala. Allah Ta'ala berfirman;

قُل لَّا يَعْلَمُ مَن فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ الْغَيْبَ إِلَّا اللَّهُ ۚ وَمَا يَشْعُرُونَ أَيَّانَ يُبْعَثُونَ

"Katakanlah Muhammad bahwa tidak ada yang mengetahui hal ghoib baik penduduk bumi maupun penduduk langit, kecuali Allah. Dan mereka tidak akan mengetahui kapan mereka dibangkitkan."
[ QS An-Naml ayat 65 ]

Maka tidak boleh seorang meyakini akan datangnya suatu bala' pada waktu tertentu tanpa berlandaskan dengan dalil syar'i, kemudian menjadi sebuah keyakinan umum. Bahkan keyakinan rebo wekasan sendiri ini bisa jadi masuk dalam sabda Nabi shallallahu alaihi wa sallam;

لا عَدْوَى ولا طِيَرَةَ، ولا هامَةَ ولا صَفَرَ، وفِرَّ مِنَ المَجْذُومِ كما تَفِرُّ مِنَ الأسَدِ
"Tidak ada penyakit menular (yang menular dengan tanpa izin Allah), tidak ada anggapan sial dengan burung, tidak ada anggapan sial dengan burung hantu, tidak ada anggapan sial dengan bulan Safar, dan larilah dari kusta seperti lari dari singa."
[ HR.Bukhari (5707) ]

***

Adapun amalan shalat rebo wekasan, adalah shalat yang dilaksanakan sebanyak empat rakat. Di setiap rakaat membaca surat Al-Fatihah lalu membaca surat Al-Kautsar 17 kali, lalu membaca surat Al-Ikhlas 5 kali, lalu membaca surat Al-Falaq dan An-Nas (mu'awwidzatain) sebanyak satu kali. Sumber dari hal ini adalah kitab Kanzun Najah was Surur karya Abdul Hamid bin Muhammad Quds Al-Makki. Maka ini tidak ada landasan sama sekali. Bahkan KH.Hasyim Asy'ari memfatwakan larangan dalam hal itu, beliau mengatakan;

اورا ويناع فيتواه اجاء اجاء لن علاكوني صلاة رابو وكاسان لن صلاة هدية كاع كاسبوت اع سؤال كارنا صلاة لورو ايكو ماهو اورا انا اصلى في الشرع. والدليل على ذلك خلو الكتب المعتمدة عن ذكرها كايا كتاب تقريب، المنهاج القويم، فتح المعين ، التحرير لن سافندوكور كايا كتاب النهاية المهذب لن احياء علوم الدين، كابيه ماهو أورا انا كاع نوتور صلاة كاع كاسبوت

"Tidak boleh berfatwa mengajak dan melakukan shalat rebo wekasan dan shalat hadiah yg disebutkan dalam pertanyaan. Karena kedua shalat tersebur tidak memiliki dasar dalam syariat. Alasannya adalah karena tidak disebutkan dalam literatur-literatur fikih yang menjadi pegangan seperti kitab Taqrib, Manhaj Qowim, Fathul Muin, Tahrir, dan kitab yang di atasnya seperti Nihayatul Muhtaj, Muhadzdzab, dan Ihya Ulumuddin. Semuanya tidak ada yang menyebutkan shalat yang ditanyakan."
[ Lihat disini ]

Bahkan, shalat rebo wekasan ini kami dapati tata caranya diajarkan pula oleh orang-orang Syiah yang tak diragukan lagi tentang kesesatan mereka. Diriwayatkan dari Imam Ash-Shodiq;

فمن صلى في ذلك اليوم أربع ركعات يقراء في كل ركعه منها بعد الحمد سورة الكوثر (17 مره) وسورة الأخلاص (5 مرات ) والمعوذتين (مره واحده ) و يدعو بعد التسليم بهذا الدعاءحفظه الله بكرمه من جميع البلايا التي تنزل في ذلك اليوم ولم تحم حوله بليه من تلك البلايا الى تمام السنه

"Siapa yang shalat di hari itu 4 rakaat, membaca di setiap rakaat setelah Al-Fatihah; surat Al-Kautsar 17 kali, Al-Ikhlas 5 kali, Muawwidzatain 1 kali, lalu berdoa setelah salam dengan doa ini, Allah akan jaga dia dari semua bala' yg turun di hari itu dan sepanjang tahun."
[ Lihat disini ]

***

Kesimpulan dari pembahasan ini, kami ringkas dalam beberapa point berikut;

Pertama, keyakinan rebo wekasan adalah hari merupakan keyakinan yang tidak dibenarkan dalam syariat Islam. Sebagaimana hadits Nabi shallallahu alaihi wa sallam. 

Kedua, keyakinan sial rebo wekasan berasal dari sebagian orang sufi serta orang Syiah. Yang mana orang Syiah telah dipastikan oleh para ulama tentang kesesatannya. 

Ketiga, amalan khusus rebo wekasan seperti shalat atau lainnya, tidak dibenarkan dalam syariat Islam. Bahkan difatwakan haram oleh KH.Hasyim Asyari, tentang shalat khusus rebo wekasan. 

Keempat, hendaknya seorang muslim memiliki sifat tafa'ul (optimisme) dalam menjalani kehidupan, bukan malah dibayang-bayangi ketakutan dari bala' yang tidak jelas sumber referensinya. 

Wallahu Ta'ala A'lam wa Ahkam

***

Jombang, Selasa 26 Safar 1445
Abu Harits Danang Santoso Al-Jawi


#sejenak #fikihibadah #rebowekasan
,



Pagi kemarin, si Hārits (putra kami) bertanya, "Bii, kalau tanganku berdarah, terus tak usapkan bajuku, najis nggak ?"

Maka menjawab pertanyaan penanya, kami berikan jawaban berikut.

***

Darah adalah najis, dan ini merupakan ijma' (kesepakatan ulama) sebagaimana yang dinukil oleh Imam Nawawi dalam Al-Majmū', Al-Qurthubī dalam Al-Jāmi' li Ahkāmil Qurān, Al-Hāfidz Ibnu Hajar dalam Fathul Bāri, serta Ibnu Rusyd dalam Bidāyatul Mujtahid.

Diantara landasan dalam hal ini adalag firman Allah Ta'ala dalam surat Al-An'ām ayat 145;

قُل لاَّ أَجِدُ فِيمَا أُوْحِيَ إِلَيَّ مُحَرَّماً عَلَى طَاعِمٍ يَطْعَمُهُ إِلاَّ أَن يَكُونَ مَيْتَةً أَوْ دَماً مَّسْفُوحاً أَوْ لَحْمَ خِنزِيرٍ فَإِنَّهُ رِجْسٌ أَوْ فِسْقاً أُهِلَّ لِغَيْرِ اللّهِ بِهِ فَمَنِ اضْطُرَّ غَيْرَ بَاغٍ وَلاَ عَادٍ فَإِنَّ رَبَّكَ غَفُورٌ رَّحِيم
"Katakanlah aku tidak mendapati hal haram untuk dikonsumsi dalam yang diwahyukan kepadaku kecuali bangkai, darah yang mengalir, serta daging babi; itu semua adalah rijs (najis), atau kefasikan yang disembelih selain untuk Allah Ta'ala ..."

***

Lantas, apakah berarti semua najis darah secara mutlak dihukumi sama, tanpa ada pengecualian ? Maka kita sampaikan, dalam perpektif madzhab Syafii, hal ini ada perincian. Ada darah yang dimaafkan pada pakaian dan badan, sehingga kalau semisal orang shalat, tetap dianggap sah dengan adanya darah tersebut. Dan perincian tersebut adalah sebagai berikut;

Pertama, darah orang itu sendiri. Maka dia dimaafkan secara mutlak, baik banyak atau sedikit. Kecuali jika sebab keluarnya darah adalah dirinya sendiri, maka hanya dimaafkan jika sedikit.

Kedua, jika itu bukan darah orang tersebut (bisa darah orang lain atau hewan). Maka dimaafkan jika sedikit, dan tidak dimaafkan jika banyak. Namun khusus darah anjing dan babi, maka tidak dimaafkan sama sekali.

Wallahu Ta'ala A'lam wa Ahkam


Jombang, 2 September 2023
Abu Hārits Danang Santoso Al-Jāwi

***

Referensi :
1. Al-Muqoddimah Al-Hadromiyyah. Abdullah bin Abdurrahman Bāfadhl
2. Al-Manhaj Al-Qowim Syarh Masāil At-Ta'līm. Ibnu Hajar Al-Haitami.
3. Busyrol Karīm Syarh Masāil Ta'lim. Sa'īd Bā'asyān.