Senin, 31 Juli 2023
Kamis, 20 Juli 2023
KHUTBAH PERTAMA
إن الحمد لله، نحمده ونستعينه ونستغفره، ونعوذ بالله من شرور أنفسنا وسيئات أعمالنا، من يهده الله فلا مضل له، ومن يضلل هادي له، وأشهد أن لا إله إلا لله، وحده لا شريك له، وأشهد أن محمدا عبده ورسوله.
﴿يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلا تَمُوتُنَّ إِلاَّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُون﴾ ﴿يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيراً وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالأَرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيباً﴾ ﴿يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلاً سَدِيداً يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزاً عَظِيماً﴾
اللهم صل و سلم على نبينا و حبيبنا محمد و على آله و صحبه و من سار على نهجه إلى يوم الدين، أما بعد
Kembali kita memuji dan memuja Allah Ta’ala, Rabb yang Maha Pengampun dan Pemaaf atas segala macam dosa. Yang begitu menyayangi makhluk dengan kasih sayang yang begitu besar, sehingga pada saat ini Allah Ta’ala juga masih menyayangi kita dengan memberikan hidayah yang memudahkan langkah kita kembali beribadah kepada Allah Ta’ala. Shalawat serta salam senantiasa kita haturkan kepada baginda yang mulia, Rasulillah Muhammad shallallahu alaihi wa sallam, yang menjadi tauladan kita dalam hidup dan beribadah kepada Allah Ta’ala.
Ma’asyiral muslimin jamaah sidang jum’at rahimani wa rahimakumullah
Sebagai seorang muslim, menjadi satu keyakinan dan kepercayaan yang hendaknya kita tanamkan dalam hati. Bahwa Allah Ta’ala adalah pencipta dan penguasa waktu yang bergulir dalam kehidupan ini. Baik hitungan tahun, bulan, hari, jam, menit, serta detik dalam kehidupan kita adalah ciptaan Allah Ta’ala. Oleh karenanya dalam hadits qudsi, bahwa Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda; Allah Ta’al berfirman;
يؤذيني ابن آدم يقول يا خيبة الدهر! فلا يقولن أحدكم يا خيبة الدهر فإني أنا الدهر أقلب ليله و نهاره فإذا شئت قبضتهما
“Telah menyakiti-Ku anak Adam dengan dia berkata; Duhai bulan yang membuat sial ! Maka janganlah salah seorang dari kalian mengatakan; Wahai bulan yang membuat sial ! Sesungguhnya Aku adalah waktu itu sendiri. Aku mempergulirkan waktu siang dan malam, maka jika Aku berkehendak Aku akan berhentikan keduanya.”
[HR.Muslim (2246) ]
Berkata Al-Qishtilani (w.923 H) dalam Irsyadus Sari li Syarh Shahih Bukhari (9/107);
أنا الدهر أي خالقه أو المدبر للأمور أو مقلب الدهر
“((Aku adalah waktu)) maksudnya adalah Allah pencipta waktu, atau pengatur segala macam urusan di sepanjang waktu, atau yang mempergulirkan waktu.”
Sedangkan Al-Khoththobiy (w.388 H) dalam A’lamul Hadits Syarah Shahih Bukhari (3/1904) berkata;
فإذا سب ابن آدم الدهر من أجل أنه فاعل هذه الأمور عاد سبه إلي لأني فاعلها و إنما الدهر زمان و وقت جعلت ظرفا لمواقع الأمور
“Maka jika manusia mencela waktu karena waktu yang melakukan peristiwa-peristiwa ini, celaan tersebut kembali kepada-Ku (yaitu Allah) karena Aku (Allah) yang mengaturnya. Sesungguhnya massa hanyalah jaman dan waktu yang Aku (Allah) jadikan sebagai pertanda atas kejadian-kejadian dan peristiwa.”
An-Nawawi (w.676 H) dalam Al-Minhaj Syarh Shahih Muslim ibn Al-Hajjaj (15/3) mengatakan;
و سببه أن العرب كان شأنها أن تسب الدهر عند النوازل و الحوادث و المصائب النازلة بها من موت أو هرم أو تلف مال أو غير ذلك
“Sebab hadits ini, bahwa dahulu masyarakat Arab biasa mencela waktu ketika terjadi peristiwa ataupun musibah semacam kematian, tua, hilangnya harta, atau yang semisal itu.”
Maka sebagai seorang muslim, dilarang bagi kita untuk menisbatkan kesialan kepada satu waktu tertentu, seperti bulan atau tahun atau hari. Seperti bulan yang kita berada di dalamnya saat ini, yaitu bulan Suro. Tidak boleh kita menganggap bulan Suro adalah bulan sial membawa petaka. Sehingga kita tidak boleh mengadakan hajatan, tidak boleh pindah rumah, atau berdiam diri di rumah di malam satu Suro karena menganggap keluar rumah di malam satu Suro membawa sial. Hal ini karena dua alasan;
Pertama, dilarang menisbatkan kesialan yang terjadi kepada satu bulan tertentu. Sebagaimana sudah jelas dalam hadits yang kita baca di atas, beserta penjelasan dari para ulama akan makna hadits tersebut.
Kedua, dilarang menisbatkan kesialan kepada sesuatu yang tidak ada landasan syar’i, yang tidak memiliki dalil sama sekali dari Al-Quran ataupun hadits. Oleh karenanya Nabi shallallallahu alaihi wa sallam mengatakan;
((لا طيرة و خيرها الفأل)) قالوا: و ما الفأل ؟ قال ((الكلمة الصالحة يسمعها أحدكم))
“((Tidak ada yang namanya tiyaroh, sebaik-baiknya adalah al-fa’l)) Para sahabat bertanya: Apakah fa’l itu ? Beliau menjawab ((Kata-kata yang baik yang kalian mendengarnya)).”
[ HR.Bukhari (5754) dan Muslim (2223) ]
Berkata An-Nawawi dalam Syarah Shahih Muslim (14/218-219);
التيطر التشاءم و أصله الشيء المكروه من قول أو فعل أو مرئي و كانوا يتطيرون بالسوانح و البوارح فينفرون الظباء و الطيور فإن أخذت ذات اليمين تبركوا به و مضوا في سفرهم و حوائجهم و إن أخذت ذات الشمال رجعوا عن سفرهم و حاجاتهم و تشاءموا بها ... فنفى الشرع ذلك
“Tathoyyur adalah menganggap sial dan asalnya adalah sesuatu yang dibenci dari ucapan, perbuatan, atau apa yang dipandang. Dahulu masyarakat Arab menganggap sial dengan berlalunya hewan ke arah kanan atau ke arah kiri. Dimana mereka akan melepaskan kambing gunung atau burung, jika berlalu ke arah kanan maka mereka menganggap ada keberkahan dan melanjutkan safarnya atau hajatnya. Jika berlalu ke arah kiri maka mereka menganggap sial dan tidak melanjutkan safar atau hajatnya … Oleh karenanya syariat menghapus kepercayaan semacam ini.”
أقول قولي هذا و أستغفر الله لي و لكم و لسائر المسلمين و المسلمات و المؤمنين و المؤمنات و استغفروه إنه هو الغفور الرحيم
KHUTBAH KEDUA
الحمد لله الذي أرسل رسوله بالهدى و دين الحق ليظهر له على الدين كله و كفى بالله شهيدا، أشهد أن لا إلـه إلا الله وحده لا شريك له و أشهد أن محمدا عبده و رسوله. صلوات الله و سلامه عليه و على آله و صحبه أجمعين. فيا عباد الله اتقوا ربكم و تزودوا فإن خير الزاد التقوى.
Ma’asyiral muslimin jamaah sidang jum’at rahimani wa rahimakumullah
Dari penjelasan dan pemaparan pada khutbah pertama tadi, maka jelaslah bagi kita bahwa menyakini bulan-bulan tertentu (termasuk bulan Suro) adalah bulan sial, merupakan keyakinan yang salah dan tidak diperkenankan dalam Islam. Maka hendaknya kita hilangkan keyakinan semcam ini. Dan sebaliknya, seorang muslim hendaknya memiliki sikap optimis dalam menjalankan kehidupannya. Dalam mengerjakan satu hal, hendaknya dia selalu berfikir positif dan selalu meminta pertolongan dan perlindungan Allah Ta’ala. Adapun jika nantinya memang ada musibah atau hal yang kurang baik terjadi, maka kita juga kembalikan semuanya kepada Allah dan meyakini memang ini adalah takdir Allah Ta’ala. Sungguh dengan keyakinan semacam ini, hidup akan terasa lebih tenang dan tentram tanpa dihantui rasa takut, was-was atau semacamnya.
إن الله و ملائكته يصلون على النبي يايها الذين آمنوا صلوا عليه و سلموا تسليما اللهم صل و سلم على محمد و على آل محمد و الحمد لله رب العالمين
اللهم اغفر للمسلمين و المسلمات و المؤمنين و المؤمنات الأحياء منهم و الأموات إنك قريب مجيب الدعوات يا قاضي الحاجات
ربنا ظلمنا أنفسنا و إن لم تغفر لنا و ترحمنا لنكونن من الخاسرين. اللهم اغفر لنا ذنوبنا و كفر عنا سيئاتنا و توفنا مع الأبرار. اللهم أمنا في أوطاننا و أصلح ولاة أمورنا. اللهم أرنا الحق حقا و ارزقنا اتباعه و أرنا الباطل باطلا و ارزقنا اجتنابه.
اللهم آت نفسي نقواها و زكها أنت خير من زكاها أنت وليها و مولاها. ربنا اغفر لنا و لإخواننا الذين سبقونا بالإيمان و لا تجعل في قلوبنا غلا للذين آمنوا ربنا إنك غفور رحيم. ربنا آتنا في الدنيا حسنة و في الآخرة حسنة و قنا عذاب النار. و صلى الله على نبينا و حبيبنا محمد و على آله و صحبه أجمعين، و الحمد لله رب العالمين. أقيموا الصلاة ...
Download khutbah jum'at; Bulan Suro dalam format pdf dengan klik disini
Jumat, 07 Juli 2023
Sebelumnya perlu kita fahami bersama, mengenai hukum membacakan Al-Quran secara umum yang diperuntukkan bagi mayit yang sudah wafat. Maka kami katakan, dalam madzhab Syafii sendiri yang masyhur dan menjadi mu'tamad, diperbolehkan membacakan Al-Quran diperuntukkan bagi mayit secara umum.
Diantara landasan yang dipakai dalam hal ini adalah, hadits yang shahih diriwayatkan oleh Bukhari (218) dan Muslim (292), dari Ibnu Abbas Radhiyallahu anhu;
مر النبي صلى الله عليه و سلم بقبرين فقال؛ ((إنهما ليعذبان و ما يعذبان في كبير ...)) ثم أخذ جريدة رطبة فشقها نصفين فغرز في كل قبر واحدة قالوا؛ يا ررسول الله لما فعلت هذَا ؟ قال ((لعله يخفف عنهما ما لم ييبسا))
"Nabi shallallahu alaihi wa sallam melewati dua kuburan, maka beliau bersabda ((Keduanya sedang diadzab, dan tidaklah di adzab karena dosa besar ...)) Kemudian beliau mengambil pelepah kurma yang basah lalu merobeknya menjadi dua dan menancapkannya di masing-masing kuburan. Maka sahabat pun bertanya; kenapa engkau melakukan itu wahai Rasulullah ? Beliau menjawab ((Semoga keduanya diringankan adzabnya selama belum kering pelepahnya))."
Dalam Syarah Shahih Muslim, Imam Nawawi pun menyampaikan;
وَاسْتَحَبَّ الْعُلَمَاءُ قِرَاءَةَ الْقُرْآنِ عِنْدَ الْقَبْرِ لِهَذَا الْحَدِيثِ لِأَنَّهُ إِذَا كَانَ يُرْجَى التَّخْفِيفُ بِتَسْبِيحِ الْجَرِيدِ فَتِلَاوَةُ الْقُرْآنِ أَوْلَى وَاللَّهُ أَعْلَمُ
"Dan para ulama menganjurkan pembacaan Al-Quran di sisi kubur karena hadits ini (hadits jarīdah); karena jika diharapkan mayit mendapat keringanan adzab kubur dengan pelepah kurma, maka dengan pembacaan Al-Quran lebih utama."
[ Al-Minhāj Syarh Shahīh Muslim ibn Al-Hajāj. Imam Nawawi. Beirut, Dar Ihyaut Turots Al-Arobit. Cetakan kedua. Tahun 1392 H. (3/202) ]
Landasan lainnya, Imam Ath-Thabrāni (w.360 H) dalam Mu'jam Kabirnya meriwayatkan dengan sanadnya;
عن عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ الْعَلَاءِ بْنِ اللَّجْلَاجِ، عَنْ أَبِيهِ، قَالَ: قَالَ لِي أَبِي: " يَا بُنَيَّ إِذَا أَنَا مُتُّ فَأَلْحِدْنِي، فَإِذَا وَضَعْتَنِي فِي لَحْدِي فَقُلْ: بِسْمِ اللهِ وَعَلَى مِلَّةِ رَسُولِ اللهِ، ثُمَّ سِنَّ عَلَيَّ الثَّرَى سِنًّا، ثُمَّ اقْرَأْ عِنْدَ رَأْسِي بِفَاتِحَةِ الْبَقَرَةِ وَخَاتِمَتِهَا، فَإِنِّي سَمِعْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ ذَلِكَ
"Dari Abdurrahman bin Al-'Alaa bin Al-Lajlaj berkata, berkata ayahku kepadaku; 'Wahai anakku, jika aku meninggal maka kuburkan aku dalam lahad, dan ketika kau meletakkanku dalam lahad maka bacalah bismillah wa 'ala millati Rasulillah. Kemudian timbunlah atasku tanah, lalu bacakan di sisi kepalaku awal surat Al-Baqoroh dan penutupnya, sesungguhnya aku mendengar Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam mensabdakan hal itu."
[ HR.Ath-Thabrani dalam Mu'jam Kabir (491), Ibnu Hajar Al-Haitsāmi dalam Majma' Zawāid (4243) dan beliau berkata; perawinya terpercaya ]
Dalam riwayat Abu Bakar Al-Khollāl Al-Hanbali (w.311 H) bukan marfu ke Nabi shallallahu alaihi wa sallam, namun mauquf kepada Ibnu Umar, dimana disebutkan;
فَإِنِّي سَمِعْتُ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ عُمَرَ يَقُولُ ذَلِكَ
"Aku mendengar Abdullah bin Umar mengatakan hal itu."
Beliau Abu Bakr Al-Khollāl (w.311 H) dalam kitabnya Al-Qirōah indal Qobri juga meriwayatkan dengan sanadnya;
أَخْبَرَنِي رَوْحُ بْنُ الْفَرَجِ، قَالَ: سَمِعْتُ الْحَسَنَ بْنَ الصَّبَّاحِ الزَّعْفَرَانِيَّ، يَقُولُ: " سَأَلْتُ الشَّافِعِيَّ عَنِ الْقِرَاءَةِ عِنْدَ الْقَبْرِ فَقَالَ: لَا بَأْسَ بِهِ "
"Mengabarkan padaku Rouh bin Al-Faraj, aku mendengar Al-Hasan bin Shobbah Az-Za'faroni (murid Imam Syafii) mengatakan; Aku bertanya kepada Imam Syafii tentang membaca Al-Quran di sisi kubur, maka beliau menjawab, 'Tidak mengapa'."
[ Al-Qiroah Iindal Qobri dicetak dalam kitab Al-Amr bi Ma'ruf wan Nahyi Anil Munkar min Masāil Imam Ahmad bin Hanbal. Abu Bakr Al-Khollāl. Beirut, Darul Kutub Al-Ilmiyyah. Tahqiq Dr Yahya Murod. Cetakan pertama. Tahun 2003 ]
Hal ini ditegaskan oleh Imam Nawawi dalam beberapa kitabnya, seperti Al-Majmu' (2/594), Al-Adzkar (hal.162), juga Riyādhus Shōlihin (hal.284) hadits no.947, dimana beliau mengatakan;
قال الشافعي والأصحاب: يُستحبّ أن يقرؤوا عنده شيئاً من القرآن، قالوا: فإن ختموا القرآن كلَّه كان حسناً
"Berkata Imam Syafii dan ulama madzhab, dianjurkan jamaah untuk membacakan di sisi jenazah sebagian dari Al-Quran, jika mereka membaca sampai khatam, maka bagus."
[ Al-Adzkar. Imam Nawawi. Tahqiq Abdul Qodir Al-Arnauth. Beirut, Darul Fikr. Cetakan baru. Tahun 1994. Hal,162 ]
Sedang Al-Bujairimiy dalam hasyiyahnya atas Mughnil Muhtaj (2/311) juga mengatakan;
وَيُسْتَحَبُّ أَنْ يُقْرَأَ عِنْدَهُ شَيْءٌ مِنْ الْقُرْآنِ، وَإِنْ خَتَمُوا الْقُرْآنَ كَانَ أَفْضَلَ؛ شَرْحُ الرَّوْضِ اهـ
"Dan dianjurkan untuk dibacakan disisi jenazah atau orang yang sudah meninggal sebagian Al-Quran, dan jika dibaca sampai khatam maka lebih afdhol, Syarah Roudhotut Thōlib."
_
Adapun pengkhususan membaca surat Yāsīn untuk mayit atau di sisi kubur, maka beberapa fuqoha menganjurkannya. Diantaranya At-Tūrbasytiy (w.661 H) mengatakan;
وأما حديثه الآخر: (اقرءوا على موتاكم (يس)) فإنه يحمل على ما ذكرناه، ويحمل أيضاً على أنه أمر بقراءتها عند من قضى نحبه في بيته أو دون مدفنه
"Adapun hadits lainnya ((Bacakan atas mayit kalian surat Yasin)) maka tafsirnya kepada orang yang hendak meninggal, namun juga berlaku bagi yang sudah meninggal, dibacakan di rumah atau selepas penguburannya."
[ Al-Masīr fi Syarh Mashōbīh As-Sunnah. Tahqiq Abdul Hamid Handawiy. Maktabah Nizar Mushthofa Al-Baz. Cetakan kedua. Tahun 2008. (2/385) ]
Hal ini pun dinukil oleh Ibnu Allān (w.1067 H) dalam kitabnya Dalīlul Fālihīn Syarh Riyādhus Shōlihīn (6/392). Ibnu Roslān (w.844 H) menukilkan pendapat Muhibbuddīn At-Thobari (w.694 H) dengan mengatakan;
ورده المحب الطبري في "الأحكام" وغيره في القراءة، وسلم له ذلك في التلقين
"Dan Muhibuddin Ath-Thobari dalam kitabnya Al-Ahkām dan lainnya, membantah hal tersebut (bacaan surat Yasin hanya untuk yang sudah meninggal saja -edt), namun menerima hal tersebut dalam talqīn."
[ Syarah Sunan Abu Dawud Ibnu Roslān. Mesir, Darul Falah. Cetakan pertama. Tahun 2016. (13/341) ]
Dan ini juga pendapat dari Ibnu Rif'ah yang oleh Ibnu Hajar Al-Haitami dalam Tuhfatul Muhtāj (3/93) dikuatkan dengan mengatakan;
وَأَخَذَ ابْنُ الرِّفْعَةِ بِقَضِيَّتِهِ وَهُوَ أَوْجَهُ فِي الْمَعْنَى إذْ لَا صَارِفَ عَنْ ظَاهِرِهِ
"Dan Ibnu Rif'ah berpendapat sesuai teks hadits (dibaca untuk Yasin bagi yang sudah meninggal -edt), dan ini lebih tepat karena tidak ada indikasi yang mengalihkan tafsir mautākum dari makna aslinya."
Namun, jumhur fuqoha madzhab tetap berpendapat kekhususan surat Yasin hanya berlaku bagi yang akan meninggal saja. Inilah dhohir pendapat Al-Khothīb Asy-Syirbini dalam Mughnil Muhtaj (2/5-6), Syamsuddin Ar-Romli dalam Nihāyatul Muhtāj (2/437). Dan ini yang juga yang sesuai dengan tafsiran Ibnu Hibbān sebagai ulama hadits terdahulu.
Menguatkan pendapat kedua ini, dimana Ad-Dailamiy (w.509 H) meriwayatkan secara marfū' dari hadits Abu Dzar Al-Ghifariy;
مَا مِنْ مَيِّتٍ يَمُوتُ فَيُقْرَأُ عِنْدَهُ يس، إلَّا هَوَّنَ اللَّهُ عَلَيْهِ
"Tidak ada seorang mayit yang hendak meninggal lalu dibacakan disisinya surat Yasin kecuali Allah akan berikan kemudahan padanya."
[ HR.Ad-Dailamiy dalam Al-Firdaus bi Ma`tsūril Khithōb (6099). Lihat At-Talkhīs Al-Kabīr. Ibnu Hajar Al-Asqolāni. (2/213) hadits no,735 ]
Kesimpulannya, pengkhususan membaca surat Yasīn untuk jenazah yang sudah meninggal merupakan pendapat sebagian fuqoha. Namun yang menjadi pilihan bagi kami, pengkhususan ini berlaku bagi yang hendak meninggal saja. Karena lebih sesuai dengan tafsiran banyak dari para fuqohā madzhab serta para ulama mutaqoddimīn. Namun boleh membaca Al-Quran secara umum di sisi mayit yang sudah meninggal, bahkan di sisi kuburannya. Meskipun sebagian ulama pun mengingkari hal ini.
Wallahu Ta'ala A'lam
Ditulis oleh Abu Harits Al-Jawi
Pengasuh Fiqhgram