Selasa, 22 Februari 2022

,
Berikut beberapa tips dalam menjaga hubungan dan relasi dengan orang lain. 

1. Tepo sliro, yaitu kita harus bisa mengagungkan dan menghormati yang tua dan menyayangi yang muda. Dalam syariat, diistilahkan dengan tauqīr al-kabīr wa ihtirōm ash-shoghīr. Dalam hadits disebutkan;

ليس منا من لا يرحم صغيرنا و يوقر صغيرنا

"Bukan termasuk adab kami tidak menyayangi yang muda dan tidak menghormati yang tua."

2. Kita harus lebih melihat kepada kebaikan orang daripada melihat kepada keburukan dan kesalahan orang.

3. Kita harus bersikap lemah lembut, memaafkan, dan mengedepankan musyawarah. Dalam al-Quran diseburkan;

و لو كنت فظا غليظ القلب لانفضوا من حولك فاعف عنهم و استغفر لهم و شاورهم في الأمر

"Kalau sekiranya kau keras hati dan buruk perangai, niscaya mereka yang ada disekitarmu akan bubar. Maka maafkan mereka, mintakan ampunan, dan bermusyawarahlah."

4. Belajar untuk bisa memberi jasa kepada orang lain dan juga membalas jasa orang lain kepada kita. Dalam al-Quran disebutkan;

و لا تنسوا الفضل بينكم

"Dan janganlah kalian melupakan keutamaan diantara kalian."

5. Taghōful 'an al-akhthō`, yaitu belajar berpura-pura tidak mengetahui kesalahan orang kepada kita. Dalam al-Quran disebutkan;

وَإِذْ أَسَرَّ النَّبِيُّ إِلَىٰ بَعْضِ أَزْوَاجِهِ حَدِيثًا فَلَمَّا نَبَّأَتْ بِهِ وَأَظْهَرَهُ اللَّهُ عَلَيْهِ عَرَّفَ بَعْضَهُ وَأَعْرَضَ عَن بَعْضٍ ۖ 

"Dan ketika Nabi memberitahukan rahasia kepada salah satu istrinya, lalu dia mengabarkan rahasia itu pada yang lain, dan Allah menunjukkan kepada nabi-Nya, maka dia mengabarkan kepada istrinya sebagian dan berpaling atas sebagian lainnya."

6. Murō'āt ma'āsyir al-ākhorīn, yaitu menjaga perasaan orang lain dalam berinteraksi dan berhubungan. 

7. Memikirkan dan memperkirakan akibat dari sesuatu sebelum kita melakukan suatu tindakan. 

8. Al-Wafā` bi asy-Syurūth, yaitu kita harus memiliki sikap wafa` (memenuhi) atas perjanjian dan persyaratan dengan pihak-pihak terkait. Misal, kita izin ke takmir masjid untuk mengadakan pengajian ustadz fulan, maka ketika kita ingin mendatangkan ustadz yang lain kita harus izin kembali. 

9. Berterimakasih kepada orang lain. Dalam hadits disebutkan;

لا يشكر الله من لا يشكر الناس

"Tidak berterimakasih kepada Allah orang yang tidak berterimakasih kepada manusia."

10. Saling memberi hadiah, sebagaimana dalam hadits;

تهادوا تحابوا

"Salinglah kalian memberi hadiah niscaya kalian akan saling mencintai."

Wallahu A'lam

Resume kajian guru kami KH. Dr. Agus Hasan Bashori hafidzahullah wa ro'āhu

Musholla Nuansa Ubalan, Pacet, Mojokerto
Senin, 21 Februari 2022
Abu Harits Al-Jāwi

Minggu, 20 Februari 2022

,
TANYA
Assalamulaikum
Di dalam kitab Al Khulashoh Al Fiqhiyyah 'ala Madzhab As Sadah Asy Syafi'iyyah dikatakan bahwa zakat pada biji-bijian adalah yang merupakan makanan pokok dan dapat disimpan, apakah maksudnya kedua sifat ini terkumpul semuanya atau salah satunya saja sudah mewajibkan zakat, misalnya jagung, jagung  bukan makanan pokok namun ia dapat disimpan, apakah berlaku zakat pertanian di dalamnya ?

Hamba Allah, NTB

JAWAB
Waalaikumussalam warohmatullah wabarokatuh
Perlu diketahui bahwa hasil pertanian yang wajib dizakati harus memenuhi dua kriteria : pertama, dia harus bahan makanan pokok (yuqtāt). Kedua, dia harus bisa disimpan untuk waktu yang lama (yuddakhor). Dua kriteria ini harus terpenuhi, adapun jika salah satu kriteria tidak terpenuhi, misal tanaman tersebut bisa disimpan tapi bukan makanan pokok, atau makanan pokok tapi tidak bisa disimpan untuk waktu lama, maka tidak ada kewajiban mengeluarkan zakatnya. 

Dan yang harus difahami, untuk kriteria yang pertama yaitu hasil pertanian tersebut dijadikan makanan pokok. Perlu dibedakan antara bahan makanan pokok dan bahan makanan pokok suatu negeri. Untuk zakat pertanian, yang masuk kriterianya adalah bahan makanan pokok saja, tidak harus bahan makanan pokok di suatu negeri. Misal contoh, di Indonesia termasuk bahan makanan pokok adalah padi, namun jika di Indonesia ada petani gandum maka dia tetap mengeluarkan zakatnya. Karena gandum adalah bahan makanan pokok, meski bukan makanan pokok di Indonesia.

Berkata Syaikh Yasir bin Ahmad An-Najjār ad-Dimyathi :

أما الحبوب فلا تجب في شيء منها إلا فيما يقتات و يدخر كالحنطة و الشعير و الأرز و العدس و الذرة و الحمص و الباقلاء و غير ذلك مما يقتات و يدخر

"Adapun biji-bijian maka tidak wajib zakat kecuali jika dijadikan bahan makanan pokok dan bisa disimpan; seperti gandum, beras, kacang lentil, jagung, kacang arab, kedelai, dan selainnya yang dijadikan makanan pokok dan bisa disimpan."
[ Al-Khulashof Al-Fiqhiyyah 'ala Madzhabis Sadah Asy-Syafiiyyah, hal.286 ]

Berkata Syihabbuddin Ibnu Hajar Al-Haitami (w.974 H) :

تختص بالقوت ... و هو من الثمار الرطب و العنب ... و من الحب الحنطة و الشعير و الأرز ... و العدس و سائر المقتات اختيارا و لو نادرا كالحمص و البسلا و الباقلاء و الذرة

"Dan zakat pertanian khusus ada makanan pokok saja ... dan adapun dari buah-buahan hanya pada kurma dan anggur saja. Dan dari biji-bijian adalah gandum, beras ... kacang lentil, dan bahan makanan pokok lainnya meskipun jarang seperti kacang arab, kacang polong, kedelai, dan jagung."
[ Tuhfatul Muhtaj bi Syarh Al-Minhaj, (1/453) ]

Kesimpulannya, apa yang ditanyakan oleh penanya, jika petani menanam jagung maka juga wajib zakat pertanian karena jagung masuk bahan makanan pokok, sebagaimana uraian di atas dan pengkategorian yang dilakukan oleh para ahli fikih.

Wallahu Ta'ala A'lam

Dijawab oleh Abu Harits Al-Jawi

Sabtu, 19 Februari 2022

,
TANYA
Assalamualaikum, apakah dapat menjelaskan kenapa tidak boleh pakai emoticon senyum atau serupa ? Afwan saya sudah terbiasa, kalau nggak pakai emoticon senyum nanti dikira nggak ramah ^_^

Fulanah  - Mojokerto 

JAWAB
Walaikukussalam warohmatullah wabarokatuh

Dalam percakapan online, melalui chat atau yang sejenisnya, kerap kali kita membutuhkan sesuatu yang menunjukkan tentang perasaan kita ketika mengucap kalimat tersebut. Oleh karenanya, platform terkait pun menyediakan emotikon yang memungkinkan bagi pengguna untuk mengungkapkan perasaan ketika menulis chat tersebut. Dalam bahasa arab emotikon disebut dengan istilah rumūz ta'bīriyyah (tanpa ungkapan dari perasaan).

Yang tampak dari penggunaan emotikon ini adalah boleh. Berangkat dari kaidah fikih;

الأصل في الأشياء الإباحة

"Hukum asal dari segala hal adalah boleh."

Namun dengan syarat-syarat yang patut diperhatikan, supaya tidak menyalahi aturan syariat, juga dengan mempertimbangkan adab. Karena dalam kaidah fikih yang lain disebutkan;

العادة محكمة ما لم يخالف الشرع

"Adat kebiasaan bisa menjadi landasan hukum selama tidak menyalahi syariat."

Maka ada beberapa hal yang patut diperhatikan dalam penggunaan emotikon ini. 

Pertama, hendaknya menjauhi emotikon yang berbau pornografi atau yang tidak senonoh. Seperti emotikon telanjang, atau yang semisalnya. Karena seorang muslim dituntut untuk menjaga murūah (kewibawaan) dan kesopanan. Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda;

فإن الله تعالى لا يحب الفحش و لا التفحش

"Sesungguhnya Allah Ta'ala tidak menyukai fuhys (ucapan atau perilaku yang jelek) juga tafahhusy (menyegaja melakukan fuhsy)."
[ Sunan Abi Dawud, (Semarang : Toha Putera), hadits no.4089 ]

Kedua, menghindari emotikon makhluk bernyawa (manusia atau hewan) yang digambar secara lengkap anggota tubuhnya. Namun jika dipotong bagian tubuhnya yang tidak memungkinkan lagi baginya untuk hidup (seperti dipotong bagian kepala, atau hanya tinggal kepala saja) maka tidak terlarang. Sebagaimana ucapan sahabat Ibnu Abbas radhiyallahu anhu;

الصُّورَةُ الرَّأْسُ فَإِذَا قُطِعَ الرَّأْسُ فَلَيْسَ بِصُور

"Gambar adalah kepala, jika dipotong kepalanya maka bukan disebut gambar lagi (yang terlarang -edt)."
[ As-Sunan Al-Kubra, Abu Bakr Al-Baihaqi, (Beirut : Darul Kutub Al-Ilmiyyah, (7/441) ]

Ketiga, jika memang diperlukan semisal untuk menyampaikan sesuatu yang perlu divisualisasikan maka yang tampak adalah dibolehkan. Karena dunia chat termasuk dalam ranah syai`un mumtahanah (sesuatu yang tidak terlalu banyak mendapat perhatian). Sebagaimana dalam hadits Aisyah radhiyallahu anha;

قَدِمَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْ سَفَرٍ، وَقَدْ سَتَرْتُ بِقِرَامٍ لِي عَلَى سَهْوَةٍ لِي فِيهَا تَمَاثِيلُ، فَلَمَّا رَآهُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ هَتَكَهُ وَقَال: "أَشَدُّ النَّاسِ عَذَابًا يَوْمَ القِيَامَةِ الَّذِينَ يُضَاهُونَ بِخَلْقِ اللَّهِ" قَالتْ: فَجَعَلْنَاهُ وسَادَةً أَوْ وسَادَتَيْنِ

"Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam suatu ketika pernah datang dari safar, dan saya membuat penutup di ruangan dengan kelambu yang ada gambar-gambar. Ketika Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam melihatnya maka beliau pun melepasnya, sembari bersabda ((Sesungguhnya orang  yang paling keras siksanya pada hari kiamat adalah orang-orang yang mencoba menyerupai Allah Ta'ala dalam menciptakan makhluk )). Maka kami pun jadikan dari kelambu yang bergambar tadi sebagai satu atau dua bantal (yang diinjak atau yang semakna -edt)."
[ Minhatul Bari Syarh Shahih Bukhari, Zakariya al-Anshori, (Riyadh : Maktabah ar-Rusyd),(9/142) ]

Sisi pendalilannya, bahwa meskipun Nabi shallallahu alaihi wa sallam melarang sayyidah Aisyah untuk memasang kain yang ada gambarnya tadi sebagai kelambu, namun beliau tidak mengingkari ketika kain yang ada gambarnya tadi dipakai sebagai bantal. Oleh karenanya berkata Khothib Asy-Syirbīni rahimahullah;

وَالضَّابِطُ فِي ذَلِكَ إنْ كَانَتْ الصُّورَةُ عَلَى شَيْءٍ مِمَّا يُهَانُ جَازَ وَإِلَّا فَلَا

"Kaidah dalam hal ini bahwa setiap gambar yang terletak pada suatu hal yang direndahkan atau tidak terlalu diperhatikan maka boleh, jika tidak maka terlarang."
[ Mughnil Muhtaj, Al-Khothib Asy-Syirbini, ( Daarul Kutub Al-Ilmiyah ), cet. Pertama, tahun. 1994, Fashl; fil Walimah (4/408) ]

Berkata Zainuddin Al-Millibari rahimahullah;

و لا أثر بحمل النقد الذي عليه صورة كاملة لأنه للحاجة و لأنها ممتهنة بالمعاملة بها

"Dan tidak ada masalah dengan membawa uang yang ada gambar makhluk secara sempurna karena ada kebutuhan disana, dan karena uang itu masuk dalam sesuatu yang tidak terlalu diperhatikan (mumtahanah) karena tujuannya untuk transaksi."
[ Fathul Mu'īn, (Jakarta : Darul Kutub al-Islamiyyah), hal.222 ]

Keempat, hendaknya diperhatikan pula siapa lawan chat kita. Jika dia adalah bukan mahramnya, dan sedang chat pribadi, hendaknya tidak menggunakan emotikon yang menarik lawan jenis, seperti terseyum manis atau yang lain. Sebagai bentuk penjagaan dari fitnah syahwat. 

Kesimpulannya, tetap boleh dalam chat memakai emotikon senyum, tertawa, dan yang semisalnya, dengan memperhatikan rambu-rambu di atas. 

Wallahu Ta'ala A'lam

Abu Harits Al-Jāwi

Jumat, 18 Februari 2022

,
TANYA
Assalamualaikum warohmatullah
Bagaimana hukumnya apabila air kencing anak-anak di lantai, lalu setelah disiram dilap lagi dengan kain dalam keadaan belum kering?

Lalu Wawan, NTB

JAWAB
Waalaikumussalam warohmatullah wabarokatuh
Apabila najis terdapat pada lantai yang tidak bisa menyerap air, maka cara mensucikannya adalah :

1. Jika najisnya 'aini (memiliki wujud) maka harus dibersihkan dulu (dengan air) hingga tak tersisa. Lalu disiram air, maka lantai sudah suci.

2. Jika najisnya hukmi (tidak ada wujudnya) maka cukup langsung disiram saja sekali. Maka lantai sudah suci. 

Berkata Zainuddin Al-Millibāri rahimahullah :

لو أصاب الأرض نحو بول و جف فصب على موضعه ماء فغمره طهر و لو لم ينصب أي يغور سواء كانت الأرض صلبة أم رخاوة و إذا كانت الأرض لم تتشرب ما تنجست به فلا بد من إزالة العين قبل صب الماء القليل عليها كما لو كانت في الإناء

"Jikalau mengenai tanah semacam kencing dan mengering lalu disiram tempat tersebut dengan air dan mengenai semua tempat yang terkena najis, maka tanah menjadi suci, meskipun airnya tidak sampai mengalir. Sama saja baik di tanah yang keras (bisa menyerap air) ataupun lunak. Adapun jika tanah tidak bisa menyerap air (dalam hal ini diqiyaskan kepada lantai keramis, marmer, ubin, dan semisalnya -edt) maka wajib menghilangkan 'ain (wujud) najisnya sebelum dituangkan air qolīl (kurang dari 2 qullah) di atasnya. Seperti contohnya pada wadah."
[ Fathul Muin, (Jakarta: Darul Kutub Al-Islamiyah) hal. 28 ]

Berkata Sayyid Abu Bakr Al-Bakri rahimahullah :

فلو صب الماء عليه قبل إزالته لم يطهر كما يعلم مما سيأتي أن شرط طهارة المحل طهارة الغسالة و هي لا تطهر إذا زاد وزنها و معلوم أنه إذا كان عين نحو البول باقيا زاد وزنها

"Jika air dituangkan di atasnya (permukaan yang tidak menyerap air dan terkena najis aini) sebelum menghilangkan ain najisnya maka lantai tidak menjadi suci."
[ I'anatutbTholibin, Sayyid Al-Bakri, (Surabaya: Pustaka As-Salam), (1/96) ]

Maka apa yang disampaikan oleh penanya, dimana air kencing jatuh di lantai, lalu dilap kencingnya (dengan syarat harus sampai bersih tanpa meninggalkan sisa). Lalu disiram air, lalu airnya dikeringkan (dilap) dengan kain dalam keadaan air belum kering. Maka ini sudah cukup untuk mensucikan, karena kering bukan syarat kesucian sesuatu.

Wallahu Ta'ala A'lam

Dijawab oleh Abu Harits Al-Jawi

Rabu, 16 Februari 2022

,
PERTANYAAN
Assalamualaikum 
Apakah air tohur jika dicampur dengan dettol menjadi tohir? 

Nizar Zaky Zakin, Jember Jatim

JAWABAN
Waalaikumussalam warohmatullah

Hukum asal dari air adalah suci dan bisa mensucikan. Maka selama itu ada air mutlak (air yang secara umum disebut air tanpa ada campuran yang mencampurinya) maka boleh digunakan untuk bersuci. Dalilnya adalah firman Allah Ta'ala :

و أنزلنا من السماء ماء طهورا

"Dan Kami turunkan dari langit air yang suci mensucikan."
[ QS Al-Furqon : 48 ]

Jika ada sesuatu yang suci yang mencampuri air mutlak, maka air yang tersebut bisa menjadi tidak mensucikan (namun tetap suci) dengan syarat :

Pertama, benda tersebut bercampur dalam air. Namun jika tidak bercampur, seperti air yang berubah baunya karena terkena asap dari kemenyan yang dibakar atau ada kayu gaharu yang masuk di dalamnya, maka dia masih tetap suci . Dalam Fathul Mu'in hal.12 disebutkan :

و خرج بقولي بخليط المجاور و هو ما يتميز للناظر كعود و دهن و لو مطيبين

"Dan tidak termasuk dalam ucapanku (dengan yang bercampur) adalah yang tidak bercampur yaitu sesuatu yang bisa dilihat dia terpisah dari air seperti gaharu atau minyak meskipun memberikan aroma."

Kedua, benda tersebut adalah hal yang tidak biasa berada dalam sumber atau aliran air, seperti tinta atau lainnya. Namun jika benda tersebut adalah hal yang biasa bercampur dalam aliran atau sumber air maka tidak mengapa. Seperti air sungai yang coklat karena bercampur tanah. Alasannya, karena hal ini sulit dihindari meskipun dia bercampur dengan air, maka dimaafkan. Dalam Syarh Ibn Qosim 'ala Fathul Qorib hal.11 :

و كذا المتغير بمخالط لا يستغني الماء عنه كطين و طحلب و ما في مقره و ممره و المتغير بطول المكث فإنه طهور

"Demikian air yang berubah karena campuran benda yang biasa berada di air seperti tanah, lumut, sesuatu di sumber air dan alirannya, dan air yang berubah karena berdiam lama, maka ini semua suci mensucikan."

Kembali kepada pertanyaan, bahwa dettol adalah benda suci yang bercampur (bukan sekedar berada di air) dan juga secara alami dia tidak biasa berada di air. Maka apakah jika dettol dimasukkan dalam air, air tersebut tidak bisa dipakai bersuci ? Sebatas pengetahuan kami, dettol jika dimasukkan ke dalam air tidak merubah warna air, akan tetapi merubah rasa dan bau air. Jika demikian, maka ketika dettol dimasukkan ke dalam air diperkirakan, jika ukuran dettol yang dituang ke dalam air jika diganti dengan jus buah lalu merubah warna, maka air berubah thōhir (suci tidak mensucikan). Namun jika ukuran tuangan dettol jika diperkirakan dengan jus buah tidak merubah warna maka tetap thohūr (suci mensucikan). Dalam Hasyiyah Baijuri 'ala Fathil Qorib (1/66) :

فيقدر مخالفا وسطا ... الطعم طعم الرمان و اللون لون العصير و الريح ريح اللاذن ... فإن فقد بعضها و وجه البعض الآخر اكتفى بفرض المفقود فقط مخالفا  وسطا

"Maka diperkirakan dengan pencampur pertengahan (mukhōlith wasath) ... (diperkiran) jika rasa maka rasa delima, jika warna maka warna jus, jika bau maka bau susu kambing jantan... jika tidak terdeteksi sebagian sifat dan ada sebagian yang lain maka cukup diperkirakan sifat yang tidak terdeteksi saja dengan pencampur pertengahan tadi."

Kesimpulannya, jika sedikit dettol dimasukkan ke dalam air yang banyak (misal setutup botol berbanding satu bak besar) maka masih dihukumi suci mensucikan, namun jika cukup banyak (misal dettol setengah botol) ke dalam air yang cukup banyak sebaiknya tidak dipakai untuk bersuci sebagai bentuk kehati-hatian. 

Wallahu Ta'ala A'lam

Abu Harits al-Jawi
,
Dalam fiqh madzhab Syafi'i dianjurkan mengangkat dan berisyarat dengan telunjuk ketika bersyahadat dan bukan dari awal tasyahhud. Adapun dalil mengangkat telunjuk secara umum saat tasyahhud adalah hadits-hadits shahih yang berkenanaan dengan hal tersebut. Diantaranya hadits Ibnu Zubair radhiyallahu anhu dimana beliau berkata :

كان رسول الله صلى الله عليه و سلم إذا قعد في الصلاة ... وأشار بإصبعه

"Dahulu Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam ketika duduk (tasyahhud) dalam shalat ... dan beliau berisyarat dengan jarinya."
[ Sunan Abi Dawud no.988 (1/235-236) ]

Dalam riwayat yang lain disebutkan :

أنه ذكر أن النبي صلى الله عليه و سلم كان يشير بإصبعه إذا دعا و لا يحركها

"Bahwa dia (Abdullah bin Zubair) menyebutkan bahwa Nabi shallallahu alaihi wa sallam berisyarat dengan jarinya ketika berdoa dan tidak menggerak-gerakannya."
[ Idem no.989 (1/236) ]

Dan dalam hadits Abu Malik al-Khuzā'i radhiyallahu anhu berkata :

رأيت النبي صلى الله عليه و سلم واضعا ذراعه اليمنى على فخذه اليمنى رافعا أصبعه السبابة قد حناها شيئا

"Aku melihat Nabi shallallahu alaihi wa sallam meletakkan lengan kanannya di atas paha kanannya dengan mengangkat telunjuknya dan beliau condongkan sedikit."
[ Idem no. 991 (1/236) ]

Imam Nawawi rahimahullah berkata :

قال اصحابنا و على الاقوال و الاجه كلها يسن ان يشير بمسبحة يمناه فيرفعهما اذا بلغ الهمزة من قوله لا اله الا الله

"Berkata fuqoha syafiyyah ; bahwa atas semua qoul dan wajh (istilah dalam fiqh syafii -edt) semuanya, disunnahkan berisyarat dengan telunjuk kanan lalu dia mengangkatnya ketika sampai hamzah pada lafazh pada ucapan la ilaha illallah."
[ Al-Majmu Syarh Muhadzdzab (3/416) ]

Imam Nawawi rahimahullah juga mengatakan :

و يقبض من يمناه الخنصر و البنصر و كذا الوسطى في الاظهر و يرسل المسبحة و يرفعها عند قول لا اله الا الله و لا يحركها و الاظهر ضم الابهام اليها كعاقد ثلاثة و خمسين

"Dan menggenggam kelingking, jari manis, dan jari tengah dalam pendapat yg paling dhohir, dan membiarkan telunjuk dan menganggkatnya ketika ucapan illallah dan tidak menggerak-gerakkan. Dan pendapat yg paling tampak menggenggam jempol ke arah telunjuk seperti genggaman angka 53."
[ Minhajut Tholibin hal.33 ]

Dalil dalam bab ini adalah satu jenis, yaitu hadits Ibnu Umar radhiyallahu anhuma diantaranya :

ان رسول الله صلى الله عليه و سلم كان اذا قعد للتشهد وضع يده اليسرى على ركبته اليسرى و اليمنى على اليمنى و عقد ثلاثا و خمسين و اشار باصبعه السبابة

"Bahwa Nabi shallallahu alaihi wa sallam jika duduk dalam tasyahhud meletakkan tangan kiri di atas paha kiri, demikian pula yg kanan dan menggengam seperti angka 53 dan berisyarat dengan telunjuk."
[ HR. Muslim ]

Adapun alasan Syafiyyah mengangkat ketika syahadat adalah :

1. Telunjuk dalam bahasa Arab disebut sabbābah dan musabbihah. Disebut sabbābah karena biasanya orang arab mencela orang lain dengan menunjuknya dg jari telunjuk. Dan disebut musabbihah karena jari telunjuk digunakan untuk mengisyaratkan tauhid dan penyucian (tasbih) [ Al-Majmu Syarh Muhadzdzab (3/415) ] 

Maka mengarahkan makna adat kebiasaan perilaku tasbih dengan telunjuk adalah sesuai dengan kondisi saat tasyahhud. Kaidah mengatakan :

العادة محكمة

"Adat bisa menjadi sumber hukum."

Dan dalam hal ini tidak ada dalil yang melarang membawa makna adat tasbih dengan telunjuk (ketika mengucap syahadat), maka diperkenankan menggunakan kaidah di atas. Yang dilarang adalah jika ada kaidah di atas dibenturkan dengan dalil yg gamblang, sedangkan dalil yang ada malah mengisyaratkan disunnahkan berisyarat dengan telunjuk. 

2. Dalam hadits yg diriwayatkan Al-Baihaqi :

أن النبي صلى الله عليه و سلم كان يشير بها للتوحيد

"Bahwa Nabi shallallahu alaihi wa sallam berisyarat tauhid (peng-esaan Allah baik dengan ucapan illallahu, huwa allahu ahad atau semisalnya -edt) dengan telunjuk."
[ Al-Majmu Syarh Muhadzdzab (3/417) ]

Kesimpulannya, bahwa dalam ketentuan madzhab Syafii disunnahkan mengangkat telunjuk saat mengucap illallahu, dengan dalil-dalil yang sudah disebutkan. 

Wallahu A'lam

Abu Harits al-Jawi

Selasa, 15 Februari 2022

,
Bagi orang yang memiliki hutang puasa atau menyusui, maka ada tiga kondisi.

1. Dia tidak puasa karena khawatir kondisi dirinya yang tidak kuat puasa dalam kondisi hamil atau menyusui. Maka dia membayar hutang puasa dengan puasa di hari yang lain. 

2. Dia tidak puasa karena khawatir kondisi anaknya yang nanti tidak mendapat asupan nutrisi yang cukup, atau yang semisalnya. Maka dia membayar hutang puasa dengan puasa di hari yang lain ditambah membayar fidyah untuk satu hari satu mud (kurang lebih 700 gr) bahan makanan pokok. 

3. Dia tidak puasa karena khawatir terhadap kondisi dirinya sendiri yang tidak kuat, diiringi dengan kekhawatiran terhadap anaknya. Maka dia membayar hutang puasa dengan puasa saja di hari yang lain. 

Kesimpulan ini dilandaskan pada al-Quran, hadits yang ada, tafsiran para ahli fikih dalam masalah ini. 

Berkata Imam Nawawi rahimahullah :

و أما الحامل و المرضع فإن أفطرتا خوفا على نفسهما وجب القضاء بلا فدية أو على الولد لزمتهما الفدية في الأظهر

"Adapun wanita hamil dan menyusui jika tidak puasa karena khawatir terhadap dirinya maka wajib qodho tanpa fidyah. Jika khawatir terhadap anaknya maka wajib fidyah (plus qodho) dalam pendapat yang kuat."
[ Minhajut Tholibin, (Jakarta : Darul Kutub Islamiyah), hal.89 ]

Berkata Sayyid Al-Bakri rahimahullah :

و ان انضم لذلك الخوف على الولد لأنه واقع تبعا

"Dan jika ditambahkan juga disitu (khawatir terhadap dirinya juga) khawatir terhadap anaknya (maka wajib qodho saja) karena khawatir pada anak menjadi pengikut (dalam hukum)."
[ I'anatut Tholibin, (Indonesia : Pustaka As-Salam), (II/242) ]

Abu Dawud meriwayatkan dalam kitab Sunan-nya ;

حدثنا ابن المثنى حدثنا ابن أبي عدي عن سعيد عن قتادة عن سعيد بن جبير عن ابن عباس رضي الله عنهما { و على الذين يطيقونه فدية طعام مسكين } كانت رخصة للشيخ الكبير و المرأة الكبيرة و هما يطيقان الصيام أن يفطرا و يطعما مكان كل يوم مسكينا و الحبلى و المرضع أذا خافتا
قال أبو داود : يعني على أولادهما أفطرتا و أطعمتا

"Menceritakan Ibnul Mutsanna, menceritakan Ibnu Abi Adi, dari Said, dari Qotadah, dari Urwah, dari Said ibn Jubair, dari Ibnu Abbas dalam firman Allah Ta'ala {Dan atas orang yang mampu maka fidyah makanan untuk orang miskin} ; ini untuk orang tua laki-laki dan wanita yang keduanya mampu puasa, untuk tidak puasa dan memberi makan setiap hari satu orang miskin. Demikian halnya wanita hamil dan menyusui jika khawatir... 
Berkata Abu Dawud : Khawatir atas anaknya maka dia tidak berpuasa dan memberi makan (fidyah)."
[ Sunan Abi Dawud, (Semarang : Toha Putera), (I/537) ]

Allah Ta'ala berfirman :

فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ مَرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ 

"Maka barangsiapa diantara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain."
[ QS Al-Baqoroh : 184 ]

Dari hadits Abu Dawud di atas bisa diambil kesimpulan, bahwa wanita yang hamil dan menyusui dan khawatir terhadap bayinya saja, maka dia membayar fidyah. Dan tetap juga harus mengqodho, karena dia tidak berpuasa dalam kondisi yang dia sendiri sebenarnya mampu puasa. Demikian makna yang tersirat dari hadits tersebut. Dia qodho puasa karena dia tidak berpuasa di hari yang harusnya dia puasa, dan dia membayar fidyah karena dia termasuk dalam kategori yuthīqūnahu (yang mampu puasa) dan tidak berpuasa karena khawatir terhadap keselamatan janinnya sebagaimana tafsiran sahabat Ibnu Abbas. Adapun wanita yang hamil dan menyusui yang khawatir terhadap kondisi fisiknya sendiri saja, maka masuk dalam kategori orang yang sakit (marīdhon). Maka cukup mengqodho saja seperti orang sakit yang dijelaskan dalam ayat di atas (fa 'iddatun min ayyāmin ukhor). 

Wallahu Ta'ala A'lam

Abu Harits al-Jawi
,
1. Berkata Khothib Asy-Syirbini (2/228) rahimahullah :

و أما إصلاح أهل الميت طعاما و جمع الناس عليه فبدعة غير مستحبة

"Adapun keluarga mayit menghidangkan makanan dan mengumpulkan manusia untuknya maka adalah bid'ah yang tidak disukai."
[ Mughnil Muhtaj, (Beirut : Darul Fikr) ]

2. Berkata Ibnu Hajar Al-Haitami (1/577) rahimahullah :

و ما اعتيد من جعل أهل الميت طعاما ليدعوا الناس إليه بدعة منكرة مكروهة لما صح عن جرير بن عبد الله

"Adapun apa yang menjadi kebiasaan dari keluarga mayit yang membuat makanan lalu mereka mengundang manusia adalah bid'ah munkar dan dibenci, sebagaimana telah shahih dari shahabat Jarir ibn Abdillah radhiyallah anhu."
[ Tuhfatul Muhtaj, (Beirut : Darul Fikr) ]

3. Berkata Imam Nawawi (5/186) rahimahullah :

و أما إصلاح أهل الميت طعاما و جمع الناس عليه فلم ينقل فيه شيء غير مستحبة و هو بدعة

"Adapun keluarga mayit membuat makanan dan mengumpulkan manusia untuknya maka tidak ada nukilan satu pun, dan itu tidak disunnahkan dan bid'ah."
[ Al-Majmu' Syarh Muhadzdzab, (Beirut : Darul Fikr) ]

4. Berkata Sayyid Bakri Satho (2/146) rahimahullah :

و ما اعتيد من جعل أهل الميت طعاما ليدعوا الناس إليه بدعة منكرة مكروهة كإجابتهم لذلك لما صح عن جرير بن عبد الله

"Adapun apa yang menjadi kebiasaan dari keluarga mayit yang membuat makanan lalu mereka mengundang manusia adalah bid'ah munkar dan dibenci, seperti menghadiri hal tersebut, sebagaimana telah shahih dari shahabat Jarir ibn Abdillah radhiyallah anhu."
[ I'anatut Tholibin, (Beirut : Darul Fikr) ]

5. Berkata Imam Nawawi (2/145) rahimahullah :

و أما إصلاح أهل الميت طعاما و جمع الناس عليه فلم ينقل فيه شيء قال و هو بدعة غير مستحبة

"Adapun keluarga mayit membuat makanan dan mengumpulkan manusia untuknya maka tidak ada satupun nukilan. Dan dia adalah bid'ah yang tidak disunnahkan."
[ Roudhotut Tholibin, (Beirut : Al-Maktab Al-Islamiy) ]

6. Berkata Muhammad Umar Nawawi Al-Bantani (hal.281) rahimahullah :

و التصدق عن الميت بوجه شرعي مطلوب و لا يتقيد بكونه في سبعة أيام أو أكثر أو أقل ... و قد جرت عادة الناس بالتصدق عن الميت في ثالث من موته و في سابع و في تمام العشرين و في الأربعين و في المائة و بعد ذلك يفعل كل سنة حولا في يوم الموت كما أفاده شيخنا يوسف السنبلاويني

"Dan sedekah atas nama mayit dengan cara syar'i adalah dianjurkan, dan tidak dikhususkan dengan tujuh hari, atau lebih, atau kurang ... Dan telah menjadi adat manusia bersedekah atas nama mayit di hari ketiga, ketujuh, kedua puluh, keempat puluh, keseratus, dan setelah itu setiap tahun, sebagaimana faidah dari guru kami Yusuf As-Sunbulāwīni."
[ Nihayatuz Zain, (Beirut : Darul Fikr) ]

Wallahu Ta'ala A'lam

Abu Harits Al-Jawi
,

Ada beberapa kategori dalam barang temuan, dan hukum yang berbeda-beda. Berikut penjelasannya. 

1. Harta berupa manusia seperti budak yang belum mumayyiz. Maka ada beberapa pilihan :
a. Disimpan lalu diumumkan lalu dimiliki budaknya
b. Langsung dijual lalu diumumkan lalu dimiliki hasil penjualannya

2. Harta berupa hewan yang tidak bisa menjaga dirinya dari serangan binatang buas yang kecil, seperti domba. Maka ada beberapa pilihan :
a. Disimpankan
b. Dimiliki lalu langsung dimakan lalu dia mengganti jika pemiliknya datang
c. Dijual lalu hasil jualnya disimpan dan diumumkan lalu dimiliki

3. Harta berupa hewan yang tidak bisa menjaga dirinya dari serangan hewan buas yang kecil dan ditemukan di perkampungan. Maka ada beberapa pilihan :
a. Disimpankan
b. Mengumumkannya setahun lalu memilikinya
c. Menjualnya, lalu menyimpan hasil penjualannya, dan mengumumkannya

4. Harta berupa hewan yang bisa menjaga dirinya dari hewan buas kecil yang ditemukan padang pasir yang aman, seperti kuda atau merpati. Maka tidak boleh diambil kecuali untuk disimpankan saja.

5. Harta berupa hewan yang bisa menjaga dirinya hewan buas yang kecil yang ditemukan di padang pasir yang tidak aman seperti di zaman peperangan. Maka ads beberapa pilihan :
a. Menyimpan lalu mengumumkan
b. Mengumumkannya selama setahun lalu memilikinya

6. Harta berupa hewan yang bisa melindungi dirinya sendiri dari hewan buas kecil yang ditemukan di perkampungan. Maka ada beberapa pilihan :
a. Mengumumkannya dan menyimpannya
b. Menjualnnya dan menyimpan hasil jualnya

7. Harta berupa benda yang awet tanpa perawatan khusus, seperti emas dan perak. Maka ada beberapa pilihan :
a. Mengumumkannya dan menyimpannya
b. Mengumumkannya selama setahun kemudian dia miliki dan jika pemiliknya datang dia harus berikan
c. Menjualnya lalu menyimpan hasil jualnya dan mengumumkannya

8. Harta benda yang tidak awet kecuali dengan perawatan khusus seperti kurma basah yg harus dikeringkan. Maka ada beberapa pilihan :
a. Menjualnnya dan menyimpan hasil jualnnya lalu mengumumkannya
b. Mengawetkannya jika menjualnya tidak memberi keuntungan lalu menyimpannya

9. Harta benda yang tidak awet sama sekali seperti sepotong roti. Maka ada beberapa pilihan :
a. Dia miliki kemudian dimakan dan jika pemiliknya meminta maka menggantinya
b. Menjualnya lalu hasil jualnya disimpan lalu dia umumkan

10. Sesuatu yang bukan harta (tidak bisa diakadkan jual beli) seperti anjing yang bermanfaat untuk buruan atau penjaga. Maka ada beberapa pilihan :
a. Dia umumkan lalu dia ambil haknya untuk hal tersebut (ikhtishōs
b. Menyimpannya dan mengumumkannya

Wallahu Ta'ala A'lam

Abu Harits Al-Jawi


Referensi :
1. Mu'nisul Jalīs Syarh Yaqut Nafis, Mushthofa Ahmad Abdun Nabi, (Mesir : Dar Tsamarot Al-Ilmi)
,

Sebagaimana yang dirilis oleh website alodokter.com, keputihan adalah kondisi ketika lendir atau cairan keluar dari vagina. Keputihan merupakan cara alami tubuh untuk menjaga kebersihan dan kelembapan organ kewanitaan. Ketika seorang wanita mengalami keputihan, cairan yang diproduksi kelenjar vagina dan leher rahim akan keluar membawa sel mati dan bakteri, sehingga vagina tetap terlindung dari infeksi. [ alodokter.com ]

Syaikh Muhammad Nawawi al-Bantani asy-Syafii mengatakan bahwa cairan vagina ( ruthūbatul farji ) terbagi menjadi 3 jenis :

1. Suci secara pasti. Yaitu cairan yang beliau definisikan;

هي الناشئة من المرأة عند قعودها على قدميه

"Yaitu cairan yang diproduksi dari -farji- perempuan -bagian luar vagina- ketika dia duduk di atas dua kakinya."

2. Cairan suci menurut pendapat yang paling shahih. Dimana beliau memberi pengertian tentang cairan ini;

و هي ما يصل إليها ذكر المجامع

"Yaitu (cairan yang diproduksi) dan bagian yang tersentuh dzakar (kemaluan) laki-laki saat bersetubuh."

3. Cairan najis, yaitu cairan yang diproduksi oleh bagian yang lebih dalam dari bagian kedua.
[ Kasyifatus Saja, (Beirut : Darul Kutub Ilmiyyah), hal.91 ]

Dari paparan di atas, bisa diketahui bahwa cairan keputihan tersebut diproduksi oleh kelenjar vagina dan leher rahim (serviks). Yang mana cairan keputihan berarti masuk dalam kategori cairan kedua yang disebutkan oleh Syaikh Muhammad Nawawi al-Bantani. Yang mana dzakar (kemaluan) laki-laki saat bersetubuh pasti akan mencapai leher rahim (serviks) tempat produksi cairan keputihan tadi. 

Kesimpulannya, bahwa cairan keputihan adalah termasuk suci. 

Wallahu A'lam

Abu Harits al-Jawi