,
Maka disini, kita bahas terlebih dahulu, bagaimana kalau nyanyian yg mubah atau makruh, lalu diiringi dengan tari ?
Perlu diketahui, model tarian terbagi menjadi dua;
Pertama, jika tarian itu dengan gerakan tanpa ada goyang-goyang atau lenggokan tubuh yg gemulai. Maka ini dihukumi makruh. Hal ini semacam breakdance, atau semacamnya.
Kedua, jika dalam tarian ada goyang dan lenggokan tubuh, maka hukumnya haram.
Maka, jika tarian di atas ditambahkan ke dalam nyanyian (tanpa alat musik) yg mubah, maka bisa merubah derajatnya menjadi makruh atau haram, tergantung tariannya.
Ibnu Hajar Al-Haitami dalam hal ini menyampaikan;
و أن الرقص إن كان فيه تكسر كفعل المخنث كان حراما و إن خلا عن ذلك مكروها
"Bahwasanya joget, jika di dalamnya ada lenggokan seperti yg dilakukan penari bencong, maka haram. Jika tidak ada lenggokan dan goyangan, maka makruh."ما تقرر في الرقص من أنه إن كان فيه تثن أو تكسر حرم على الرجال و النساء، و إن انتفى منهما كره
"Apa yg sudah ditetapkan tentang joget, bahwa jika ada goyangan dan lenggokan, maka haram hukumnya, baik laki-laki atau perempuan. Jika tidak ada lenggokan dan goyangan, maka makruh."[Hal, 41]
Jika ada yg berargumen bahwa joget itu mubah. Buktinya, pernah ada orang Habasyah yg joget di masjid Nabawi dan disaksikan oleh Nabi shallallahu alaihi wa sallam dan sayyidah Aisyah radhiyallahu anha ? Maka, Ibnu Hajar pun sudah menjawab alasan ini, dengan mengatakan;
و الجواب أن هذا الحديث لا يتناول محل النزاع فإن ذلك لم يكن من الحبشة رقصا على غناء و لا ضربا بالأقدام و لا إشترة بالأكمام، بل كان لعبا بالسلاح و تأهبا للكفاح ... فأين أفعال المخانيث و المخنثين من أفعال الأبطال و الشجعان ؟!
"Jawabannya adalah, hadits tersebut tidak berhubungan dengan joget yg menjadi topik perselisihan dalam masalah ini. Karena yg dimaksud dalam hadits, orang-orang Habasyah tersebut tidak sedang bergoyang dengan iringan nyanyain, atau dengan hentakan kaki, atau dengan lenggokan tangan. Akan tetapi sebuah atraksi permainan dengan senjata sebagai persiapan tempur ... Maka darimana bisa disamakan antara perilaku kebencong-bencongan dengan perilaku para pahlawan dan pemberani !?"[Hal, 44]
***
Hukum Beatbox & Acapella
Ibnu Hajar menyatakan;
و قد بينا أن الغناء المطرب و سماعه حرام لهو باطل
"Telah kami jelaskan, bahwa nyanyian yang membuat ithrob (bergoyang karena permainan nada dan irama yg mengajar berjoget -edt) dan mendengarkannya adalah haram, kesia-siaan yg batil."[Hal, 46]
Dibagian lain, beliau berkata;
و به يعلم أن ما يصنع في الأعياد من الطبول الصغار التي هي على هيئة الكوبة و غيرها لا حرمة فيها، لأنه ليس فيها إطراب غالبا
"Dari sini kita tahu, bahwa apa yg dilakukan di hari ied yaitu membuat semacam genderang kecil yg berbentuk seperti kendang atau semacamnya, tidaklah diharamkan, karena alunan suaranya tidak memiliki sisi ithrōb (nada dan irama yg membuat orang bergoyang)."[Hal, 62]
Jika kita menganalisa dari dua frasa penjelasan di atas, ada satu titik persamaan, yg ini bisa menjadi ta'līl (alasan hukum haram). Yaitu sisi ithrōb, sebuah suara yg karena permainan nada dan irama tertentu, akan membuat orang berjoget, tanpa memperhatikan suara itu muncul tanpa alat musik atau dengan alat musik.
Kalau kita tarik ke ranah modern, maka semacam beatbox atau accapela dengan permainan nada mendayu, bisa masuk ke ranah haram jika sampai memiliki sisi ithrob di atas. Wallahu ta'ala a'lam.
***
Kecaman Ekstase Sufistik Dengan Berjoget
Dalam bukunya, Ibnu Hajar menukil apa yang disampaikan oleh Al-Qurthubi dalam menukil jawaban Imam At-Thorosūsiy (w.273 H) ketika ditanya, bagaimana dengan majelis sebagian pendaku sufistik disitu ada bacaan Al-Quran, kemudian ada nyanyian dan tarian ? Maka beliau menjawab;
مذهب السادة الصوفية أن هذا بطالة و ضلالة و ما الاسلام إلا كتاب الله و سنة رسوله صلى الله عليه و سلم. و أما الرقص و التواجد فأول من أخذ به أصحاب السامري لما اتخذ لهم عجلا جسدا له خوار فأتوا يرقصون حوله و يتواجدون
"Madzhab para pemimpin sufi bahwa hal semacam ini adalah kebatilan, tidaklah Islam ini kecuali dengan Al-Quran dan sunnah Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam. Adapun tarian dan tawajud (ekstase), maka yang pertama kali melakukan ini adalah para pengikut Samiri, ketika membuat patung anak sapi yg bisa mengeluarkan suara, mereka menari dan ber-tawajud (ekstase)."[Hal, 45]
Ibnu Hajar pun menyatakan;
و ما أحسن ما قاله الأستاذ الكبير و المعلم الشهير إمام العارفين و قدوة العلماء العاملين أبو علي الروذباري لما سئل عمن يستمع الملاهي و يقول؛ هي حلال لأني قد وصلت إلى درجة لا تؤثر في اختلاف الأحوال. فقال رضي الله عنه؛ نعم قد وصل و لكن إلى سقر. اه
"Dan betapa bagusnya apa yang diucapkan oleh Ustadz Besar, Guru Yang terkenal, Imam Arifin, panutan para alim, Abu 'Aliy Ar-Rudzabaariy (w.396 H) ketika ditanya tentang orang yang mendengar kepada hiburan-hiburan, dan berkata; 'hal ini halal karena aku sudah mencapai pada derajat yang tidak bisa dipengaruhi oleh kondisi kesadaran'. Maka beliau menjawab; 'Benar, dia telah mencapai kondisi itu yang mengatar ke neraka Saqar."[Hal, 46]
***
Seri Bedah Kitab Kaff Ar-Ro'aa' | Chapter 3
Jombang, 2 Agustus 2025
Danang Santoso