Sabtu, 05 Juli 2025

,


Secara asal, mubah hukumnya memanfaatkan sumber daya alam yg Allah Ta'ala ciptakan. Dalilnya, firman Allah Ta'ala;

هُوَ الَّذِي خَلَقَ لَكُم مَّا فِي الْأَرْضِ جَمِيعًا
"Dia-lah yg telah menciptakan untuk kalian apapun semua yg ada di bumi." [ Al-Baqarah ayat 29 ]

Al-Qurthūbi dalam tafsirnya menyatakan;

استدل من قال إن أصل الأشياء التي ينتفع بها الإباحة بهذه الآية وما كان مثلها ... حتى يقوم الدليل على الحظر
"Sebagian ulama berdalil dengan ayat ini dan semisalnya, bahwa hukum asal dalam pemanfaatan bumi adalah mubah ... hingga ada dalil yg menunjukkan akan pelarangannya."

Termasuk di dalamnya adalah, pemanfaatan lahan untuk pertambangan sumber daya alam. Maka hukum asalnya adalah mubah, namun dengan beberapa syarat;

Pertama, tidak memberikan kemudharatan kepada penduduk sekitar, baik secara langsung ataupun tidak langsung.

Secara langsung, seperti tempat galian tambang yg sangat dekat dengan rumah warga. Yg berkemungkinan tanahnya longsor beserta rumah yg ada di dekatnya.

Secara tidak langsung, seperti dengan pencemaran terhadap sumber daya penduduk, seperti air. Sehingga tidak bisa dimanfaatkan lagi.

Jika tidak terpenuhi syarat ini, maka hukum tambang adalah haram. Karena hadits yg masyhur;

لا ضرر و لا ضرار
"Tidak boleh memberikan kemudaratan."

Kedua, tidak memberikan kemudaratan kepada hewan-hewan yg ada disekitar tempat tersebut. Maka, harus ada relokasi atau perlindungan bagi satwa yg ada disana. Tidak boleh mereka dibiarkan mati begitu saja. Jika tidak, maka haram hukumnya. Dalam hadits yg marfu' disebutkan;

لَوْلا أَنَّ الْكِلابَ أُمَّةٌ مِنَ الأُمَمِ لأَمَرْتُ بِقَتْلِ كُلِّ أَسْوَدٍ بَهِيمٍ
"Seandainya bukan karena anjinh-anjing itu adalah satu umat dari umat-umat yg ada, tentu aku sudah perintahkan untuk memburu semua anjing hitam." [ HR.Abu Dawud, At-Tirmidzi, An-Nasai, Ibnu Majah ]

Al-Khotthōbiy dalam Ma'ālimus Sunan Syarh Abu Dawud (4/289) menyatakan;

معناه: أنَّه صلى الله عليه وآله وسلم كرِهَ إفناءَ أمةٍ مِن الأمم، وإعدام جيلٍ مِن الخلق حتى يأتي عليه كلِّه فلا يبقى منه باقية؛ لأنه ما مِن خلقٍ لله تعالى إلَّا وفيه نوعٌ مِن الحكمة وضربٌ مِن المصلحة
"Maknanya bahwa beliau shallallahu alaihi wa sallam membenci pemusnahan satu kelompok tertentu, pemusnahan satu generasi dari makhluk, hingga tidak tersisa. Karena, tidaklah Allah menciptakan makhluk, kecuali ada hikmah dan maslahat dibaliknya."

Dalam hadits lain lebih jelas, disebutkan;

مَن قَتَلَ عُصفُورًا عَبَثًا عَجَّ إلى اللهِ عَزَّ وجَلَّ يَومَ القِيامةِ يَقُولُ: يا رَبِّ إنَّ فُلاَنًا قَتَلَنِي عَبَثًا ولَم يَقتُلنِي لمَنفَعةٍ
"Siapa yg membunuh seekor burung secara sia-sia, dia akan mengadu kepada Allah Ta'ala pada hari kiamat dan mengatakan; 'Duhai Rabb, sungguh fulan membunuhku di dunia bukan untuk kemanfaatan."
[ HR.Ahmad & An-Nasai, dishahihkan oleh Al-Hakim ]

Oleh karenanya, para fuqoha memperhatikan nyawa dari makhluk Allah (hayawān muhtarom), tidak dibiarkan mati begitu saja. Bahkan, orang tidak boleh wudhu jika airnya digunakan untuk minum hewan yg akan mati kehausan.

Ketiga, tidak boleh melakukan aktifitas tambang habis-habisan, tanpa ada upaya untuk perbaikan alam yg sudah rusak. Jika tidak, maka aktifitas tambang semacam ini makruh dilakukan. Karena Allah Ta'ala melarang melakukan pengrusakan di bumi;

وَلَا تُفْسِدُوا فِي الْأَرْضِ بَعْدَ إِصْلَاحِهَا
"Dan jangan melakukan kerusakan di bumi setelah perbaikannya." [ Al-A'raf ayat 56 ]

Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda;

لَا تَقْطَعُوا الشَّجَرَ، فَإِنَّهُ عِصْمَةٌ لِلْمَوَاشِي فِي الْجَدْبِ
"Jangan potong pepohonan, sungguh dia adalah tempat perlindungan hewan-hewan di masa kemarau." [ HR.Abdurrazaq dalam Al-Mushonnaf ]

Oleh karenanya, para fuqoha memakruhkan aktifitas-aktifitas yg berkonotasi "merusak" lingkungan. Seperti buang air di bawah pohon, buang air di air sumber air yg menggenang, berlebihan dalam penggunaan air untuk bersuci, dan lainnya.

Keempat, pemilik tambang jika dia muslim, wajib membayar zakat tambang; jika tambang tersebut adalah tambang emas dan perak. Dan jika bukan tambang emas atau perak, dia wajib membayar zakat perniagaan.

Zakat tambang, dikeluarkan 2,5 % dari hasil tambang, ketika jumlah perolehan tambang sudah mencapai nishob. Untuk emas, nishobnya 85 gr. Untuk perak, nishobnya 595 gr. Maka misal dalam sehari, tambang emasnya berhasil mengeruk 45 gr, maka setiap dua hari sekali, dia keluarkan zakatnya.

Jika tambang non emas & perak, maka setiap akhir tahun, dihitung jumlah aset dagang + uang niaga, lalu dikeluarkan 2,5 % dari keseluruhan. Wallahu Ta'ala A'lam.


***
Jombang, 9 Muharram 1446 H/ 5 Juli 2025 M
Danang Santoso
Alumni Ma'had Aliy Al-Aimmah | Santri Mahad Al-Nawawi Takhossus Fiqh Syafii | Founder Fiqhgram