Senin, 18 Agustus 2025

,

Dalam hadits shahih, dari sahabat Anas radhiyallahu anhu berkata;


إن كانَتِ الأَمةُ من أَهلِ المدينةِ لتأخذُ بيدِ رسولِ اللَّهِ صلَّى اللهُ علَيهِ وسلَّمَ فما يَنزعُ يدَهُ من يدِها حتَّى تذْهبَ بِهِ حيثُ شاءَت منَ المدينةِ في حاجَتِها

"Ada seorang budak wanita di Madinah yg mengambil tangan Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, tidaklah dia lepaskan tangannya dari tangan beliau, hingga dia selesaikan kebutuhannya di kota Madinah."
[ HR.Ibnu Majah (4177), Bukhari (6072) dari Anas bin Malik ]

Sebagian orang mungkin akan mengira, bahwa hadits ini bisa menjadi dalil bahwa boleh saja menyentuh tangan wanita yg bukan mahram, selama tidak ada syahwat. Karena Nabi shallallahu alaihi wa sallam pernah melakukannya ?!

Maka kita sampaikan, para ulama telah sepakat, bahwa diharamkan menyentuh kulit yg bukan mahramnya, kecuali kondisi darurat atau ketidaksengajaan. Adapun hadits di atas, maka bisa kita tafsirkan dengan dua kemungkinan;

Pertama, memang budak wanita itu menyentuh tangan Nabi shallallahu alaihi wa sallam. Namun budak wanita itu masih anak-anak yg masih kecil. Maka tidak ada masalah jika wanita non mahram itu anak-anak yg masih kecil.

Kedua, yg dimaksud mengambil tangan di hadits itu adalah sebuah kiasan, bukan nyata. Yg dimaksud adalah Nabi shallallahu alaihi wa sallam selalu mendampingi budak wanita itu kemanapun dia pergi. Dan ini sebagaimana dikatakan oleh Syamsuddin Al-Birmāwi (w.831) ;

المراد لازم ذلك، وهو الرفق والانقياد، أي: كان من خلقه أنه لو كان لأمة حاجة إلى بعض مواضع المدينة، والتمست مساعدته واحتاج أن يمشي معها لحاجتها لم يتخلف، وفيه أنواع من المبالغة

"Maksud hadits adalah kelembutan dan pendampingan dari Nabi shallallahu alaihi wa sallam. Bahwa termasuk akhlak beliau, mau membantu budak wanita yg butuh bantuan dan neminta bantuan. Maka disini ada sisi kiasan."
[ Syarh Shahih Bukhari, Al-Birmawi (15/108) ]

Wallahu ta'ala a'lam.


***
Jombang, 19 Agustus 2025
Danang Santoso
Pengasuh Fiqhgram 

#fikihhadits #fikihtematik

Sabtu, 16 Agustus 2025

,

Hormat bendera yg masyhur dilakukan, sebagai bentuk penghormatan terhadap simbol negara. Begitupun di negeri kita Indonesia. Ketika merah putih dikibarkan, maka sebagai bentuk penghormatan, masyarakat meletakkan tangan kanan di atas pelipis kanan.

Lantas dari sudut pandang fikih Islam, bagaimana hukum mengangkat tangan dan hormat bendera semacam ini ? 

Jika kita lihat, mengangkat tangan sebagai bentuk penghormatan semacam ini, masuk dalam ranah adat kebiasaan. Tidak ada unsur ubudiyyah (ibadah) sama sekali. Dimana, sudah masyhur adanya di semua bagian dunia, ini adalah bentuk menghormati simbol negara, dan bukan bentuk ibadah dari sudut pandang manapun.

Dalam Al-Qowāid Al-Fiqhiyyah wa Tathbīqōtiha fil Madzāhib Al-Arba'ah (2/769) ;


هي الاستمرار على شيء مقبول للطبع السليم، والمعاودة إليه مرة بعد أخرى، وتصبح بتكرارها ومعاودتها معروفة مستقرة في النفوس والعقول، ومتلقاة بالقبول

"Adat adalah keberlanjutan atas suatu perbuatan yg diterima oleh tabiat manusia, dan terulang berkali-kali, hingga hal tersebut menjadi sesuatu yg dimaklumi secara akal."


Maka, hukum adat kebiasaan ini adalah mubāh (boleh dilakukan). Kecuali jika ada landasan secara syariat yg menunjukkan hal tersebut adalah terlarang. As-Sa'di menyampaikan;


الأصل في عادتنا الإباحة ~ حتى يجيء صارف الإباحة

"Hukum asal dalam adat adalah mubah ~ Hingga datang pengalih hukum mubah."


***

Jika ada yg menyatakan, hormat bendera ini terlarang, karena disitu ada sisi ta'dzīm (penghormatan). Yg mana ta'dzīm muncul dengan bentuk ketundukan (tadzallul), sedang hal semacam ini tidak boleh diberikan kepada selain Allah Ta'ala !


Maka kita sampaikan, berarti kesimpulan ini diambil dari sebuah silogisme. Dimana premis mayornya (muqoddimah kubro); "hormat bendera adalah ta'dzim", premis minornya (muqoddimah sughro); "setiap bentuk ta'dzim tidak boleh diberikan kepada selain Allah". Kesimpulannya, hormat bendera tidak boleh karena ta'dzim kepada selain Allah.


Maka ini kesimpulan keliru, karena premis yg salah, yaitu "setiap bentuk ta'dzim tidak boleh diberikan kepada selain Allah." Buktinya, tidak ada masalah orang mengeskpresikan bentuk ta'dzim kepada ulama dengan berdiri ketika dia datang, atau dengan mencium keningnya, atau mencium tangannya. Dan ini semua diperbolehkan. Kalau seandainya dengan premis yg disebutkan, semua bentuk ta'dzim ini pun harusnya dilarang.


***

Jika dikatakan juga, bahwa hormat bendera adalah bid'ah, sedangkan hadits yg shahih menyebut jelas;

إياكم و محدثات الأمور فإن كل بدعة ضلالة

"Hati-hati kalian dari perkara baru, sungguh setiap bid'ah adalah kesesatan."


Maka kita katakan, bid'ah yg terlarang adalah bid'ah dalam ibadah. Sedangkan sudah kita jelaskan tadi, bahwa hormat bendera bukan ibadah. Dan tidak ada alim yg berakal pun menyatakan bahwa bid'ah dalam masalah adat juga terlarang. Jika tidak, alat transportasi, alat komunikasi, dan selainnya, harusnya terlarang juga. Dan tidak ada seorang berakal pun yg akan menyatakan ini ?!


***

Kesimpulan dari pembahasan ini, bahwa hormat bendara adalah sebuah adat yg hukumnya mubah. Tidak terlarang secara asal dari sudut pandang fikih Islam. Wallahu ta'ala a'lam.


***

Malang, 17 Agustus 2025

Danang Santoso

Kamis, 14 Agustus 2025

,

KHUTBAH PERTAMA


إن الحمد لله، نحمده ونستعينه ونستغفره، ونعوذ بالله من شرور أنفسنا وسيئات أعمالنا، من يهده الله فلا مضل له، ومن يضلل هادي له، وأشهد أن لا إله إلا لله، وحده لا شريك له، وأشهد أن محمدا عبده ورسوله.

﴿يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلا تَمُوتُنَّ إِلاَّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُون ﴿يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيراً وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالأَرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيباً﴾ ﴿يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلاً سَدِيداً يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزاً عَظِيماً﴾

اللهم صل و سلم على نبينا و حبيبنا محمد و على آله و صحبه و من سار على نهجه إلى يوم الدين، أما بعد


Kemerdekaan adalah salah satu nikmat dari nikmat Allah ta'ala yang patutunya kita syukuri. Dan kemerdekaan ada dua macam, kemerdekaan fisik dan kemerdekaan batin.


Adapun kemerdekaan fisik, maka Islam adalah agama yang sangat mendorong umatnya untuk banyak melakukan pembebasan terhadap budak-budak. Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda;


من أعتق رقبة مسلمة أعتق الله بكل عضو منه، عضوًا منه في النار، حتى فرجه بفرجه

"Siapa yang membebaskan budak muslim, maka Allah akan bebaskan dari setiap anggota tubuhnya dari api neraka." [ Muattafaq 'alaihi ]


Dalam hadits lain, Nabi shallallahu alaihi wa sallam juga bersabda;

أَيُّمَا امْرِئٍ مُسْلِمٍ أَعْتَقَ امْرَأً مُسْلِمًا كَانَ فِكَاكَهُ مِنَ النَّارِ

"Siapapun yang memerdekakan seorang muslim, maka dia akan menjadi pembebasnya dari api neraka." [ HR.Tirmidzi (1547) ]


Dan kalau kita melihat kepada fikih Islam, berapa banyak kesempatan dan jalan dibuka seluas-luasnya oleh Islam dalam memudahkan pembebasan budak.


Islam juga melarang dari melakukan kedzaliman, baik kepada sesama muslim, orang kafir, bahkan terhadap binatang. Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda;


اتقوا الظلم فإن الظلم ظلمات يوم القيامة

"Jauhilah kedzaliman, karena kedzaliman akan menjadi kegelapan pada hari kiamat." [ HR.Muslim ]

***

Adapun kemerdekaan batin, adalah kemerdekaan hati kita dari makhluk. Dan ini sayangnya, banyak dari kita yang ternyata masih belum merdeka. Hatinya tidak merdeka hanya kepada Allah ta'ala. Hatinya tidaklah takut kepada Allah saja. Hatinya tidaklah bergantung kepada Allah saja. Hatinya tidaklah berharap hanya kepada Allah saja.


Hatinya tidaklah takut hanya kepada Allah saja. Masih banyak dari kita yang dengan mudah meninggalkan shalat, melakukan hal diharamkan Allah. Padahal ada ancaman dan siksa abadi yang Allah persiapkan. Sedang, kita begitu takut kepada makhluk. Kita merasa takut kepada pohon, batu, hewan, dan semacamnya yang bisa menimpakan bala' atau musibah kepada kita. Kita takut kepada jin dan setan, melalui dukun atau tukang santet, hingga kita melanggar ancaman Nabi shallallahu alaihi wa sallam;


مَنْ أَتَى عَرَّافًا فَسَأَلَهُ عَنْ شَيْءٍ لَمْ تُقْبَلْ لَهُ صَلَاةٌ أَرْبَعِينَ لَيْلَةً

"Siapa yang mendatangi paranormal, lalu dia bertanya kepadanya, shalatnya tidak akan diterima selama 40 hari." [ HR.Muslim (4137) ]


Kita lebih takut kepada kesialan-kesialan karena tidak memberikan sesajen, karena berprasangkan mendapat sial, seperti karena menabrak kucing, karena mendengar suara burung dares, karena kepala yang kejatuhan cicak, dan hal mistis lainnya. Kita lebih takut kepada semua itu, daripada takut akan ancaman dan siksa Allah ta'ala dengan nerakanya, dengan adzab-Nya di akhirat.


Begitu sering juga kita menaruh hati kita dengan sepenuh harapan kepada manusia, bahkan kepada benda. Kita menaruh harapan, pada sebilah keris, pada sebuah akik, pada sebilah kertas, sedang hati kita tidak terpaut dengan Allah ta'ala sama sekali. Kita letakkan harapan kita kepada makhluk, sedang Pencipta Makhluk kita lupakan !! Ingatlah firman Allah ta'ala;


وَالَّذِينَ هَاجَرُوا فِي اللَّهِ مِنْ بَعْدِ مَا ظُلِمُوا لَنُبَوِّئَنَّهُمْ فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَلَأَجْرُ الْآخِرَةِ أَكْبَرُ لَوْ كَانُوا يَعْلَمُونَ * الَّذِينَ صَبَرُوا وَعَلَى رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُونَ

"Dan orang-orang yang mereka berhijrah di jalan Allah setelah mendapatkan kedzoliman, Kami akan sediakan kebaikan dunia, dan balasan akhirat lebih besar, seandainya mereka mengetahui * Yaitu orang-orang yang mau sabar dan bertawakkal kepada Rabb mereka." [ QS An-Nahl ayat 41-42 ]


Juga firman Allah ta'ala;

وَعَلَى اللَّهِ فَتَوَكَّلُوا إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ

"Dan hanya kepada Allah-lah kalian bertawakkal, jika kalian beriman." [ QS Al-Maidah ayat 22 ]


أقول قولي هذا و أستغفر الله لي و لكم و لسائر المسلمين و المسلمات و المؤمنين و المؤمنات و استغفروه إنه هو الغفور الرحيم

 

 

KHUTBAH KEDUA



الحمد لله الذي أرسل رسوله بالهدى و دين الحق ليظهر له على الدين كله و كفى بالله شهيدا، أشهد أن لا إلـه إلا الله وحده لا شريك له و أشهد أن محمدا عبده و رسوله. صلوات الله و سلامه عليه و على آله و صحبه أجمعين. فيا عباد الله اتقوا ربكم و تزودوا فإن خير الزاد التقوى



Ma'asyiral muslimin rahimakumullah

Maka, kemerdekaan bukan hanya tentang kebebasan fisik. Merdeka dari penjajah, merdeka dari perbudakan, merdeka dari penindasan. Namun, juga ada yang namanya kemerdekaan batin dan hati. Kebebasan dari kebergantungan kepada makhluk, dan hanya bergantung dan memautkan hati kepada Allah ta'ala. Itulah yang dinamakan iman.


Kemerdekaan fisik, mungkin akan membawa kebahagiaan ketika kita hidup di dunia, namun di akhirat, belum tentu kita bahagia. Akan tetapi, kemerdekaan hati, akan membawa kebahagiaan di dunia dan akhirat. Al-Hasan Al-Bashri mengatakan;



ابْنَ آدَمَ لَا تُعَلِّقْ قَلْبَكَ بِالدُّنْيَا فَتُعَلِّقَهُ بِشَرِّ مُعَلَّقٍ، قَطِّعَ حِبَالَهَا، وَغَلِّقَ أَبْوَابَهَا 

"Wahai manusia, jangan kau gantungkan hatimu dengan dunia, sehingga kau gantungkan hatimu kepada seburuk-buruk tempat. Putus talinya, tutup pintu-pintunya." [ Az-Zuhd, Ibnu Abi Ad-Dunya. (488) ]


إن الله و ملائكته يصلون على النبي يايها الذين آمنوا صلوا عليه و سلموا تسليما اللهم صل و سلم على محمد و على آل محمد و الحمد لله رب العالمين


اللهم اغفر للمسلمين و المسلمات و المؤمنين و المؤمنات الأحياء منهم و الأموات إنك قريب مجيب الدعوات يا قاضي الحاجات


ربنا ظلمنا أنفسنا و إن لم تغفر لنا و ترحمنا لنكونن من الخاسرين. اللهم اغفر لنا ذنوبنا و كفر عنا سيئاتنا و توفنا مع الأبرار. اللهم أمنا في أوطاننا و أصلح ولاة أمورنا. اللهم اجعل هذا البلد آمنا و اجنبنا و بنينا أن نعبد الأصنام.

اللهم آت نفسي نقواها و زكها أنت خير من زكاها أنت وليها و مولاها. ربنا آتنا في الدنيا حسنة و في الآخرة حسنة و قنا عذاب النار. و صلى الله على نبينا و حبيبنا محمد و على آله و صحبه أجمعين، و الحمد لله رب العالمين. أقيموا الصلاة ...


***

Jombang, 15 Agustus 2025

Danang Santoso

Senin, 11 Agustus 2025

,

DARBUKA / KENDANG

Darbuka dalam bahasa fikih adalah al-kūbah (الكوبة). Maka hukumnya dalam madzhab adalah haram. Ibnu Hajar (hal.62) menyatakan;

ما مشى عليه الشيخان من تحريم الكوبة هو الحق

"Pendapat Syaikhon (Ar-Rofii dan An-Nawawi) bahwa al-kūbah adalah haram, dan ini benar."


Diantara landasannya adalah hadits marfu';

أنه حرم الميتة و الميسر و الكوبة

"Bahwa Nabi shallallahu alaihi wa sallam mengharamkan bangkai, judi, dan kendang."

[ HR.Abu Dawud, Ahmad, Al-Baihaqi dalam Sunan Kubro, Ibn Abi Ad-Dunya dalam Dzammul Malāhiy ]


Dalam hadits marfu';

أمرت بهدم الطبل و المزمار

"Aku diperintahkan untuk menhancurkan gendang dan seruling."

[ HR.Ad-Dailami dalam Musnad Firdaus, As-Suyūthi dalam Jāmi' Shoghīr, As-Sakhōwi menyatakan; لا بأس برجاله و هو غريب ]

Adapun kendang yg lain yg memang digunakan untuk permainan, maka sehukum dengan darbuka, yaitu haram, jika dilihat dari bentuk yg sama dan fungsi yg sama (digunakan untuk joget-joget atau semisalnya). Dimana definisi darbuka menurut Syaikhon (hal.61);


و لا يحرم ضرب الطبول إلا الكوبة و هي طبل طويل متسع الطرفين ضيق الوسط

"Dan tidak haram dari genderang kecuali al-kūbah; yaitu genderang panjang, tengahnya kecil, sedang dua ujungnya lebih besar."


Al-Adzro'i menyatakan (hal.62) ;

و ممن أطلق تحريم الطبول يلهى بها العمراني و البغوي و صاحب الانتصار و هو المحكى عن الشيخ أبي حامد

"Dan diantara yg mengharamkan genderang permainan adalah Al-'Amrāniy, Al-Baghowi, penulis Al-Intishor, dan Abu Hāmid Al-Ghozāliy."


Qodhi Husain dalam Ta'liqoh-nya (hal.63) menyatakan;

أما ضرب الطبول فإن كان طبل لهو فلا يجوز

"Adapun genderang jika genderang permainan maka tidak boleh."


Disebutkan juga penjelasan Al-Hulaimiy (hal.63);

و استثنى الحليمي من الطبول طبل الحرب و العيد

"Al-Hulaimiy mengecualikan genderang perang dan genderang ied."


Kesimpulan, alat musik pukul (semacam genderang / gendang) terbagi menjadi dua;


Pertama, dihukumi haram yaitu kendang, darbuka, ketipung, dan semacamnya yg menghasilkan nada yg asyik untuk joget.


Kedua, dihukumi mubah yaitu semacam genderang perang, bedug, atau semacamnya, yg tidak mengeluarkan nada yg asyik untuk berjoget.


PERMAINAN SIMBAL TANGAN

Permainan musik simbal tangan, hal ini diistilahkan dengan ad-dhorb bi as-shoffāqotain (الضرب بالصفاقتين), dan simbalnya sendiri disebut as-shonju (الصَّنْج).


Dalam madzhab hal tersebut diharamkan. Sebagaiman penjelasan dari Ibnu Hajar (hal.65);


و المعتمد من مذهبنا عند الشيخين و غيرهما   كالشيخ أبي حامد و القاضي الحسين و صاحب المهذب و نقله في البحر عن الأصحاب؛ أن ذلك حرام

"Dan pendapat mu'tamad madzhab Syafiiyyah menurut Syaikhoin (Ar-Rofii & An-Nawawi) dan selain keduanya ... bahwa hal tersebut adalah haram."


KLOTHÉAN

Dalam kitab Kaff Ar-Ro'ā' disebutkan sebuah masalah; hukum dhorb al-qodhīb 'alal wasāid. Kalau kita terjemahkan secara sederhana, berarti adalah memukul batang kayu ke bantal.


Namun, bisa kita asumsikan, bahwa pembahasan ini memiliki sebuah poin yg ingin disampaikan. Yaitu hukum memainkan alunan suara, dari alat yg bukan alat musik. Misal, dengan memukul-mukul meja, atau pintu, atau semisalnya. Dalam bahasa jawa, terkadang diistilahkan dengan "klothé'an". Ibnu Hajar (hal.67) menyatakan;


الظاهر أنَّ ذِكرَهم للقضيب والوسائد مثالٌ، وأنَّ الضرب باليد على الوسادة أو غيرها يجري فيه الخلاف المذكور؛ لأنَّ العلة أنَّه يزيد الغناء طربًا، وهذا موجودٌ ومعتادٌ فِي الضرب باليد على نحو الوسائد فاتَّضح ما ذكرته

"Yg nampak, bahwa penyebutan batang kayu (qodhīb) dan bantal (wasāid) hanyalah contoh. Demikian juga hukum berlaku kalau memakai tangan, atau yg dipukul bukanlah bantal. Karena illat-nya bahwa hal itu bisa membuat orang asyik bergoyang dg iringan lagu. Dan ini bisa didapatkan ketika seorang memukuk semacam bantal dg tangannya."


Maka, dalam hal ini ulama ada silang pendapat.

Pertama, hukumnya makruh tahrīm (mubah yg dekat kepada haram) menurut Al-Iroqiyyīn (fuqoha Syafiiyyah kelompok Irak).

Kedua, hukumnya haram menurut Al-Khurosāniyyīn (fuqoha Syafiiyyah kelompok Khurosan).

Ketiga, yaitu makrūh tanzīh (dekat kepada mubāh). Dan ini pendapat penulis (Ibnu Hajar Al-Haitami) dalam kitab Al-Imdād Syarh Al-Irsyād.


TEPUK TANGAN UNTUK LAKI-LAKI

Menurut Al-Māwardi, As-Syāsyi, dan beberapa fuqoha lain, hukumnya sama seperti hukum ad-dhorb bil qodhīb 'ala al-wasāid. Maksudnya ada dua pandangan ulama. (Lihat hal.67-68)


Pertama, hukumnya makruh tahrīm menurut Al-Iroqiyyīn (fuqoha Syafiiyyah kelompok Irak).

Kedua, hukumnya haram menurut Al-Khurosāniyyīn (fuqoha Syafiiyyah kelompok Khurosan).

Dan disini, bisa kita tambahkan pendapat ketiga, yaitu makrūh tanzīh (dekat kepada mubāh). Dan ini pendapat penulis (Ibnu Hajar Al-Haitami) dalam kitab Al-Imdād Syarh Al-Irsyād. Wallahu ta'ala a'lam.


***

Jombang, 12 Agustus 2025

Danang Santoso

Pengasuh Fiqhgram


Bedah Kitab Kaff Ar-Ro'ā' | Ch.5

#bedahkitab

Sabtu, 09 Agustus 2025

,

Orang yg memiliki profesi tertentu dan memiliki penghasilan, maka terbagi menjadi dua;


Pertama, pendapatnya setiap bulan senilai nishob emas (85 gram emas). Maka disini ulama ada khilaf;

a) Dia wajib mengeluarkan zakatnya setiap bulan dari penghasilan kotornya dan tidak perlu menunggu satu tahun. Dan ini adalah pendapat pilihan MUI dalam fatwanya, dan ulama lain. Diantara landasannya adalah, fatwa Ibnu Abbas radhiyallahu anhu tentang māl mustafād;

يزكيه حين استفاده
"Dia keluarkan zakatnya ketika dia dapat harta itu." [ HR.Ibnu Abi Syaibah dalam Al-Mushonnaf ]

b) Tidak ada kewajiban zakat, kecuali jika ada dari uang itu yg disimpan dengan harta lain yg mencapai nishob, lalu sudah mencapai satu tahun. Baru dikeluarkan zakatnya bersama simpanan uang lainnya. Dalilnya adalah sebuah hadits marfū';

مَنْ اسْتَفَادَ مَالًا فَلَا زَكَاةَ عَلَيْهِ، حَتَّى يَحُولَ عَلَيْهِ الحَوْلُ عِنْدَ رَبِّهِ
"Siapa yg mendapat harta maka tidak ada zakatnya, sampai berlalu satu haul disisi pemiliknya." [ HR.Tirmidzi ]

⚠️ Catatan: perhitungan haul dimulai ketika sudah mencapai nishob, jika belum mencapai nishob, belum dimulai hitungan haul.

Kedua, pendapatannya setiap bulan, tidak mencapai nishob emas. Maka disini pun ada dua pendapat;

a) Dilihat kepada kebutuhan tahunan-nya. Jika sisa dari kebutuhan tahunan itu senilai nishob, maka dia wajib keluarkan zakatnya di akhir tahun. Dan ini juga fatwa dari MUI dan ulama lain.

b) Disamakan dengan kondisi pertama, dimana jika ada harta yg tersimpan dari sisa gaji, maka digabung dengan harta simpanan lain. Lalu ditunggu haul-nya jika sudah mencapai nishob. Ini pendapat jumhur madzhab fuqoha.

***
REFERENSI

1. Al-Fiqh Al-Islamiy wa Adillatuhu. Wahbah Az-Zuhailiy. Beirut, Darul Fikr. (3/1948-1949)

والمقرر في المذاهب الأربعة أنه لا زكاة في المال المستفاد حتى يبلغ نصاباً ويتم حولاً، ويزكى في رأي غير الشافعية المال المدخر كله ولو من آخر لحظة قبل انتهاء الحول بعد توفر أصل النصاب.

ويمكن القول بوجوب الزكاة في المال المستفاد بمجرد قبضه، ولو لم يمض عليه حول، أخذاً برأي بعض الصحابة (ابن عباس وابن مسعود ومعاوية) وبعض التابعين (الزهري والحسن البصري ومكحول) ورأي عمر بن عبد العزيز، والباقر والصادق والناصر، وداود الظاهري. ومقدار الواجب: هو ربع العشر، عملاً بعموم النصوص التي أوجبت الزكاة في النقود وهي ربع العشر، سواء حال عليها الحول، أم كانت مستفادة. وإذا زكى المسلم كسب العمل أو المهنة عند استفادته أو قبضه لايزكيه مرة أخرى عند انتهاء الحول.

وبذلك يتساوى أصحاب الدخل المتعاقب مع الفلاح الذي تجب عليه زكاة الزروع والثمار بمجرد الحصاد والدياس.

2. Fatwa MUI No.3 Tahun 2003 tentang Zakat Penghasilan
3. Fikih Muamalah Kontemporer. Oni Syahroni. (Jakarta, Penerbit Republika). Jilid 4

***
CATATAN:

✅ Dalam tata cara mengeluarkan zakat profesi, ada khilaf diantara para fuqoha.

Pertama, diqiyaskan kepada zakat emas, dalam nishob (85 gr emas) dan kadar zakat (2,5%).

Kedua, diqiyaskan kepada zakat pertanian, dalam nishob (653 kg beras) dan kadar zakat. Jika dikeluarkan dari pendapatan kotor; kadar zakat 10%, jika dari pendapatan bersih; kadar zakat 5%.

Ketiga, nishob diqiyaskan zakat pertanian (653 kg beras), kadar zakat diqiyaskan emas-perak (2,5%).

✅ Secara pribadi, hingga tulisan ini dirilis, kami lebih condong tidak ada zakat profesi kecuali kalau sudah disimpan senilai nishob emas dan berlalu satu tahun.

Namun, jika ada yg memilih untuk menunaikan zakat profesi, juga tidak masalah. Dan saran kami, lebih baik dalam penunaian ini mengikuti fatwa MUI sesuai penjelasan di atas. Wallahu ta'ala a'lam.

***
Mojokerto, 10 Agustus 2025
Oleh Danang Santoso

Alumni Mahad Aliy Al-Aimmah, Pengasuh Fiqhgram

Senin, 04 Agustus 2025

,


Rebana, dikategorikan menjadi dua macam.

Pertama, rebana tanpa krincingan (semacam simbal kecil). Maka pendapat mu'tamad dalam madzhab;

a) Jika untuk acara nikah dan walimah khitan, maka hukumnya mubah secara mutlak.

b) Acara lain selain walimah nikah atau khitan, hukumnya juga mubah, hanya saja yang lebih utama tidak dilakukan (al-aula tarkuhu)

Kedua, rebana dengan krincingan. Maka dalam internal madzhab Syafii ada khilaf;

a) Al-Adzro'i melarangnya, karena ada simbal.

b) Ibnu Hajar A-Haitamiy menghukumi mubah juga, dengan alasan simbal disitu tidak berdiri sendiri, namun ikut rebana. Dimana kalau rebana tidak ditabuh, simbal tidak akan berbunyi.

***
REBANA TANPA KRINCINGAN

Ibnu Hajar menyampaikan dalam Kaff Ar-Ro'aa';

المعتمد في مذهبنا أنه حلال بلا كراهة في عرس و ختان، و تركه أفضل و هذا حكمه في غيرهما، فيكون مباحا أيضا على الأصح في المنهاج و غيرهما
"Pendapat mu'tamad madzhab kami (Syafiiyyah), bahwa rebana adalah halal ketika pesta pernikahan dan khitan. Dan hukum di selain keduanya, mubah namun lebih utama jika tidak dilakukan. Ini pendapat paling shahih dalam kitab Al-Minhaj dan selainnya."
[Hal, 56]

***
REBANA KRINCINGAN

Imam Ar-Rōfi'i dan An-Nawawi (Syaikhon) berpendapat, jika di rebana itu ada jalājil, maka juga halal. Keduanya menyampaikan;

حيث أبحنا الدف فهو فيما إذا لم يكن فيه جلاجل، فإن كانت فيه فالأصح حله أيضا
"Ketika kami berikan hukum mubah terhadap rebana, maka ini berlaku jika tidak ada jalajil. Namun jika di rebana ada jalajil, pendapat yang paling shahih juga tetap halala."
[Hal, 59]

Imam Al-Adzro'i memperinci lebih detail lagi, apa yg dimaksud dengan kata jalājil ini. Karena para fuqoha sebelum Syaikhōn, yaitu Imam Al-Ghozali dan penulis Al-Hawi As-Shoghir, yg menyinggung jalājil ini pun tidak menjelaskan apa makna jalājil.

Maka menurut Al-Adzro'i, kita lihat jalājil ini, ada dua tafsiran. Tafsiran pertama kata beliau;

وضع حلق من حديد داخل إطار شبه السلاسل فقريب
"Meletakkan lingkaran besi di dalam rangka rebana, seperti rantai, maka ini tidak masalah."

Adapun jalajil dengan tafsiran kedua, maka beliau menyatakan;

اتخاذ صنوج لطاف توضع في خروق تفتح لها جوانب الدف فممنوع، لأنها أشد إطرابا و تهييجا من كثير من الملاهي
"Meletakkan simbal kecil di lubang yang ada di sisi-sisi rebana, maka ini terlarang. Karena hal tersebut lebih membuat (pendengarnya) bergoyang daripada kebanyakan alat-alat lain." [Idem]

Namun, Ibnu Hajar Al-Haitamiy menguatkan pendapat Syaikhoin, alasannya adalah keberadaan jalājil disini, meski dia adalah simbal kecil, dia tidak berdiri sendiri, tapi ikut dalam duff yg mubah. Maka kaidah mengatakan,

"Dimaafkan ketika dia jadi pengikut, dan tidak dimaafkan ketika dia berdiri sendiri."


Beliau menyampaikan;

و المعتمد كلام الشيخين و الأوجه كلام الحاوي الصغير. و يفرق بينه و بين بقية الصنوج بأنها هنا تابعة للدف و يغتفر في التابع ما لا يغتفر في المستقل
"Dan pendapat mu'tamad dalam hal ini, adalah pendapat syaikhoin (Rofii dan Nawawi), dan yang paling kuat dari ucapan penulis Al-Hawi As-Shoghir.

Dan perbedaan antara simbal di rebana dengan simbal umumnya, bahwa simbal rebana adalah pengikut dari rebana. Dan kaidah menyatakan, dimaafkan bagi pengikut dalam perkara yang tidak dimaafkan saat dia sendiri."
[Idem]

***
SIAPA YG MEMUKUL REBANA

Mu'tamad madzhab Syafii, memainkan rebana boleh bagi laki-laki maupun wanita. Meski Al-Hulaimiy dari ulama madzhab melarangnya, dan menyampaikan bahwa memainkan rebana hanya boleh bagi wanita saja. Tidak boleh dimainkan laki-laki. Namun As-Subkiy dalam Al-Halabiyyat membantah, dengan dalil hadits;

أعلنوا النكاح و اضربوا عليه بالدف
"Umumkan pernikahan dan pukullah rebana." [HR.Nasāi]

Disitu perintah untuk memainkan menggunakan fiil amr (kata kerja) bentuk jamak mudzakkar (kolektif maskulin). Yg mengarahkan perintah main rebana kepada laki-laki, jadi bukan kekhususan wanita. Inilah yg dipilih oleh Ibn Hajar dan mengatakan;

و هو كما قال
"Hal tersebut sebagaimana dikatakan oleh As-Subkiy." [Hal, 60]

Wallahu Ta'ala A'lam

***
Oleh Danang Santoso
Pengasuh Fiqhgram

Bedah Kitab Kaff Ar-Ro'aa' | 04
#bedahkitab #fikihtematik

Sabtu, 02 Agustus 2025

,

Perlu diketahui, bahwa dalam pembahasan sebelumnya kita telah sampaikan. Bahwa nyanyian ada dua jenis, ada yg mubah, dan ada yg makruh. Namun status ini bisa berubah, ketika diiringi dengan instrumen-instrumen lain.

Maka disini, kita bahas terlebih dahulu, bagaimana kalau nyanyian yg mubah atau makruh, lalu diiringi dengan tari ?

Perlu diketahui, model tarian terbagi menjadi dua;

Pertama, jika tarian itu dengan gerakan tanpa ada goyang-goyang atau lenggokan tubuh yg gemulai. Maka ini dihukumi makruh. Hal ini semacam breakdance, atau semacamnya.

Kedua, jika dalam tarian ada goyang dan lenggokan tubuh, maka hukumnya haram.

Maka, jika tarian di atas ditambahkan ke dalam nyanyian (tanpa alat musik) yg mubah, maka bisa merubah derajatnya menjadi makruh atau haram, tergantung tariannya.

Ibnu Hajar Al-Haitami dalam hal ini menyampaikan;

و أن الرقص إن كان فيه تكسر كفعل المخنث كان حراما و إن خلا عن ذلك مكروها
"Bahwasanya joget, jika di dalamnya ada lenggokan seperti yg dilakukan penari bencong, maka haram. Jika tidak ada lenggokan dan goyangan, maka makruh."

ما تقرر في الرقص من أنه إن كان فيه تثن أو تكسر حرم على الرجال و النساء، و إن انتفى منهما كره
"Apa yg sudah ditetapkan tentang joget, bahwa jika ada goyangan dan lenggokan, maka haram hukumnya, baik laki-laki atau perempuan. Jika tidak ada lenggokan dan goyangan, maka makruh."
[Hal, 41]

Jika ada yg berargumen bahwa joget itu mubah. Buktinya, pernah ada orang Habasyah yg joget di masjid Nabawi dan disaksikan oleh Nabi shallallahu alaihi wa sallam dan sayyidah Aisyah radhiyallahu anha ? Maka, Ibnu Hajar pun sudah menjawab alasan ini, dengan mengatakan;

و الجواب أن هذا الحديث لا يتناول محل النزاع فإن ذلك لم يكن من الحبشة رقصا على غناء و لا ضربا بالأقدام و لا إشترة بالأكمام، بل كان لعبا بالسلاح و تأهبا للكفاح ... فأين أفعال المخانيث و المخنثين من أفعال الأبطال و الشجعان ؟!
"Jawabannya adalah, hadits tersebut tidak berhubungan dengan joget yg menjadi topik perselisihan dalam masalah ini. Karena yg dimaksud dalam hadits, orang-orang Habasyah tersebut tidak sedang bergoyang dengan iringan nyanyain, atau dengan hentakan kaki, atau dengan lenggokan tangan. Akan tetapi sebuah atraksi permainan dengan senjata sebagai persiapan tempur ... Maka darimana bisa disamakan antara perilaku kebencong-bencongan dengan perilaku para pahlawan dan pemberani !?"
[Hal, 44]

***
Hukum Beatbox & Acapella

Ibnu Hajar menyatakan;

و قد بينا أن الغناء المطرب و سماعه حرام لهو باطل
"Telah kami jelaskan, bahwa nyanyian yang membuat ithrob (bergoyang karena permainan nada dan irama yg mengajar berjoget -edt) dan mendengarkannya adalah haram, kesia-siaan yg batil."
[Hal, 46]

Dibagian lain, beliau berkata;

و به يعلم أن ما يصنع في الأعياد من الطبول الصغار التي هي على هيئة الكوبة و غيرها لا حرمة فيها، لأنه ليس فيها إطراب غالبا
"Dari sini kita tahu, bahwa apa yg dilakukan di hari ied yaitu membuat semacam genderang kecil yg berbentuk seperti kendang atau semacamnya, tidaklah diharamkan, karena alunan suaranya tidak memiliki sisi ithrōb (nada dan irama yg membuat orang bergoyang)."
[Hal, 62]

Jika kita menganalisa dari dua frasa penjelasan di atas, ada satu titik persamaan, yg ini bisa menjadi ta'līl (alasan hukum haram). Yaitu sisi ithrōb, sebuah suara yg karena permainan nada dan irama tertentu, akan membuat orang berjoget, tanpa memperhatikan suara itu muncul tanpa alat musik atau dengan alat musik.

Kalau kita tarik ke ranah modern, maka semacam beatbox atau accapela dengan permainan nada mendayu, bisa masuk ke ranah haram jika sampai memiliki sisi ithrob di atas. Wallahu ta'ala a'lam.

***
Kecaman Ekstase Sufistik Dengan Berjoget

Dalam bukunya, Ibnu Hajar menukil apa yang disampaikan oleh Al-Qurthubi dalam menukil jawaban Imam At-Thorosūsiy (w.273 H) ketika ditanya, bagaimana dengan majelis sebagian pendaku sufistik disitu ada bacaan Al-Quran, kemudian ada nyanyian dan tarian ? Maka beliau menjawab;

مذهب السادة الصوفية أن هذا بطالة و ضلالة و ما الاسلام إلا كتاب الله و سنة رسوله صلى الله عليه و سلم. و أما الرقص و التواجد فأول من أخذ به أصحاب السامري لما اتخذ لهم عجلا جسدا له خوار فأتوا يرقصون حوله و يتواجدون
"Madzhab para pemimpin sufi bahwa hal semacam ini adalah kebatilan, tidaklah Islam ini kecuali dengan Al-Quran dan sunnah Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam. Adapun tarian dan tawajud (ekstase), maka yang pertama kali melakukan ini adalah para pengikut Samiri, ketika membuat patung anak sapi yg bisa mengeluarkan suara, mereka menari dan ber-tawajud (ekstase)."
[Hal, 45]

Ibnu Hajar pun menyatakan;

و ما أحسن ما قاله الأستاذ الكبير و المعلم الشهير إمام العارفين و قدوة العلماء العاملين أبو علي الروذباري لما سئل عمن يستمع الملاهي و يقول؛ هي حلال لأني قد وصلت إلى درجة لا تؤثر في اختلاف الأحوال. فقال رضي الله عنه؛ نعم قد وصل و لكن إلى سقر. اه‍
"Dan betapa bagusnya apa yang diucapkan oleh Ustadz Besar, Guru Yang terkenal, Imam Arifin, panutan para alim, Abu 'Aliy Ar-Rudzabaariy (w.396 H) ketika ditanya tentang orang yang mendengar kepada hiburan-hiburan, dan berkata; 'hal ini halal karena aku sudah mencapai pada derajat yang tidak bisa dipengaruhi oleh kondisi kesadaran'. Maka beliau menjawab; 'Benar, dia telah mencapai kondisi itu yang mengatar ke neraka Saqar."
[Hal, 46]


***
Seri Bedah Kitab Kaff Ar-Ro'aa'  |  Chapter 3

Jombang, 2 Agustus 2025
Danang Santoso