Selasa, 14 Oktober 2025

,

Bismillah.. assalamualaikum .. ustadz ngapunten tanya nya lewat chat..tadi mau tanya kwatir waktunya over.. Ini pas momen teman non muslim meninggal hukum takziah seorang muslim ke non muslim apa ustadz? Dan baiknya bersikap seperti apa?

Hamba Allah, 085917575xxxx

***

JAWAB:

Bismillah. Waalaikumussalam warohmatullah. Hukum asal, diperbolehkan seorang muslim bertakziyah kepada orang kafir. Diantara landasannya adalah hadits Anas radhiyallahu anhu;


كان غلامٌ يهوديٌّ يخدُمُ النبيَّ صلَّى الله عليه وسلَّم، فمَرِضَ فأتاه النبيُّ صلَّى الله عليه وسلَّم يعودُه، فقَعَدَ عند رأَسْه، فقال له: أَسْلِمْ، فنظَرَ إلى أبيه وهو عِندَه، فقال له: أَطِعْ أبا القاسِمِ، فأسْلَمَ، فخَرَجَ النبيُّ صلَّى الله عليه وسلَّم، وهو يقول: الحمْدُ لله الذي أنقَذَه مِنَ النَّارِ


"Bahwa ada seorang anak Yahudi yg dulu sempat membantu Nabi shallallahu alaihi wa sallam. Lalu anak itu jatuh sakit, dan beliau pun menjenguknya. Lalu beliau duduk di sisi kepalanya, dan mengatakan; ((Masuklah Islam)). Lalu anak itu melihat ke ayahnya, dan ayahnya berkata; 'Turutilah Abul Qōsim'. Maka si anak pun masuk Islam. Dan beliau bersabda; ((Segala puji bagi Allah yg telah menyelamatkan satu jiwa dari api neraka))."

[ HR.Bukhari (1356), Ahmad (13375) ]


Imam Nawawi mengatakan;


ولا بأس باتباع المسلم جنازة قريبِه الكافر

"Dan tidak masalah bagi seorang muslim untuk mengiringi jenazah orang kafir."

[ Minhāj At-Thōlibīn. Dārul Fikr. Hal,62 ]


Dan hukum mubāh ini bisa menjadi sunnah, jika orang kafir yg terkena musibah memiliki kecondongan kepada Islam. Sehingga diharapkan, dengan hadirnya dia sebagai muslim disitu, bisa menguatkan dia untuk yakin dengan agama Islam dan akhirnya memeluknya.


وتعزية الكافر غير مندوبة كما اقتضاه كلام الشارح والروضة، بل هي جائزة، ومحله إن لم يرجى إسلامه، وإلا يستحب

"Dan takziyah ke orang kafir tidak sunnah sebagaimana penjelasan ucapan As-Syārih (Ibn Qōsim Al-Ghozzī) dan Al-Roudhoh (Imam An-Nawawī). 

[ Hasyiyah Al-Bājūrī. (1/517) ]


Kesimpulannya, bahwa hukum asalnya mubāh takziyah kepada orang kafir. Dan bisa jadi sunnah, jika diharapkan orang yg kafir tersebut punya kecondongan terhadap agama Islam. Wallahu ta'ala a'lam.


***

Jombang, 14 Okt 2025

Danang Santoso

t.me/fiqhgram

Kamis, 09 Oktober 2025

,

Rasa malu adalah salah satu akhlak baik yang didorong oleh Islam. Bahkan Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam suatu ketika melihat ada seorang sahabat Madinah yang sedang menasehati saudara agar memiliki sifat malu. Maka beliau bersabda;

دَعْهُ ؛ فَإِنَّ الْحَيَاءَ مِنَ الْإِيمَانِ

"Biarkan dia, sungguh rasa malu itu termasuk keimanan." [ HR.Bukhari (24) ]

Dalam hadits yg lain, Nabi shallallahu alaihi wa sallam juga menegaskan, bahwa rasa malu adalah salah satu bagian keimanan. Beliau bersabda;

الإِيمانُ بضْعٌ وسَبْعُونَ، أوْ بضْعٌ وسِتُّونَ، شُعْبَةً، فأفْضَلُها قَوْلُ لا إلَهَ إلَّا اللَّهُ، وأَدْناها إماطَةُ الأذَى عَنِ الطَّرِيقِ، والْحَياءُ شُعْبَةٌ مِنَ الإيمانِ

"Iman itu ada 70 sekian atau 60 sekian cabang. Yg paling utama adalah kalimat lā ilāha illallāhu. Yg paling bawah adalah menghilangkan gangguan dari jalan. Dan rasa malu adalah satu cabang dari keimanan." [ HR.Muslim (35) ]

***
Maka para ulama menjelaskan, bahwa rasa malu ada dua macam. Rasa malu yg terpuji, dan rasa malu yg tercela.

Pertama, rasa malu yg terpuji. Dan ini yg dimaksud dalam hadits Nabi shallallahu alaihi wa sallam;

 الحَياءُ لا يَأْتي إلَّا بخَيْرٍ

"Rasa malu tidaklah hadir kecuali dg kebaikan." [ HR.Bukhari (6117), Muslim (37) ]

Dan rasa malu yg baik ini ada dua macamnya;

a. Rasa malu kepada Allah ta'ala. Yaitu ketika seorang hamba melihat kepada kebaikan dan nikmat Allah yg diberikan kepadanya, namun disisi lain, dia masih sering melanggar aturan Allah. Bahkan, dia gunakan nikmat Allah untuk bermaksiat kepada-Nya !! Oleh karena, Abul Qosim Al-Qusyairi dalam Ar-Risalah Al-Qusyairiyyah, dinukil juga oleh Imam An-Nawawi dalam Riyadhus Sholihin (hal.326), bahwa Imam Abul Qosim Al-Junaid (w.298 H) menyatakan;

"Ketika seorang hamba melihat nikmat Allah pada dirinya, lalu melihat kekurangan dirinya sebagai hamba dihadapan Allah, akan melahirkan kondisi yang disebut malu."

b. Rasa malu kepada manusia. Yaitu malu secara fisik, sehingga malu jika auratnya terlihat oleh orang-orang yg tidak layak memandangnya. Dan malu secara batin, yaitu malu jika dia dikenal dikalang manusia sebagai orang yg berakhlak buruk, berperangai tercela. Suka mengadu domba, mengghibah, mengumbar rahasia orang lain, pendusta, dan sifat-sifat buruk lainnya. Imam Nawawi dalam Riyadhus Sholihin (hal.326) menyatakan;

"Para ulama menyampaikan, bahwa al-haya' adalah akhlak ynag mendorong seseorang untuk meninggalkan hal keji, dan menghalangi dia dari menyia-nyiakan hak orang lain."

Maka, ketika orang memiliki rasa malu kepada Allah. Dia akan berusaha untuk memperbaiki dirinya dihadapan Allah ta'ala. Dan ini kebaikan. Sedang, ketika orang punya rasa malu kepada sesama manusia, maka dia akan memperbaiki dirinya dihadapan manusia. Dan ini kebaikan.

الحياء لا يأتي إلا بخير

"Rasa malu tidaklah datang kecuali dengan kebaikan."

***
Kedua, rasa malu yg tercela. Yaitu rasa malu yg tidak pada tempatnya. Rasa malu yg membuat dia tidak melakukan perkara baik. Orang malu untuk shalat berjamaah di masjid. Orang malu untuk bersedekah. Orang malu untuk menutup aurotnya !? Orang malu untuk ngaji. Dan rasa malu lainnya, yg itu adalah rasa malu bukan pada tempatnya. Maka ini adalah rasa malu yg buruk, karena dia menghalangi kebenaran dan kebaikan. Abul Wālid Sulaimān Al-Bājī Al-Andalūsī (w.474 H) mengatakan;

معنى الحَياءِ المأمورِ به: إذا كان سبَبَ الإمساكِ عمَّا لا يحِلُّ أو يَنقُصُ المروءةَ، وأمَّا إذا منع شيئًا من الدِّيانةِ أو العِلمِ، أو قضاءِ الحقوقِ التي عليه للهِ أو للنَّاسِ، فهو مذمومٌ، واسمُ العِيِّ أحَقُّ بهـا

"Makna rasa malu yg diperintahkan adalah; jika dia menjadi sebab penjagaan dari perkara yg tidak dihalalkan atau yg menghilangkan murū'ah. Adapun jika rasa malu itu malang menghalangi orang dari agama dan ilmu, atau menunaikan hak kepada Allah dan manusia. Maka ini rasa malu tercela. Yg harusnya diberikan nama al-'iyy (lemah) bukan rasa malu."
[ Sunan As-Shōlihīn was Sunan Al-'Ābidīn. Beirut, Dār Ibn Hazm. Hal,643 ]

***
Jombang, 10 Okt 2025
Danang Santoso

t.me/fiqhgram
~ Alumni Mahad Aliy Al-Aimmah
~ Santri Mahad Al-Nawawi Takhossus Fiqh Syafii
~ Pengasuh Fiqhgram

Senin, 06 Oktober 2025

,

Dalam permainan catur, ada 4 pendapat ulama dalam masalah ini.


Pendapat pertama, haram. Dan ini pendapat madzhab Hanafiyyah, Mālikiyyah, dan Hanābilah. Dan yg berpendapat haram dari ulama madzhab; Al-Halīmī, Al-Qōdhī Ar-Rūyānī, dan Adz-Dzabīlī.

(Hal.107)


Pendapat kedua, adalah mubāh. Ibnu Hajar berkata;

القول الثاني إنه مباح وهو إن قال به جماعة من أكابر أصحابنا وغيرهم، شاذ

"Pendapat kedua, adalah mubāh, meskipun ini pendapat sebagian pembesar madzhab Syafiiyyah dan selainnya, hanya saja ini pendapat yg syādz."

(Hal.108)


Pendapat ketiga, makrūh taghlīdz / tahrīm. Diriwayatkan oleh Al-Māwardī dari Abū Hanīfah.


Pendapat keempat, adalah makrūh tanzīh kecuali ada dampak atau faktor eksternal yg membuat dia haram. Dan ini pendapat mu'tamad madzhab Syāfiiyyah. Juga sebuah riwayat dari Imam Mālik. Ibnu Hajar berkata;


هو حرام عند أكثر العلماء، وكذا عندنا إن لعبه مع من يعتقده تحريمه أو اقترن به قمار أو إخراج صلاة عن وقتها أو سباب أو نحو ذلك من الفواحش التي تغلب على أهله، وإلا كره كراهة تنزيه

"Ini adalah haram menurut pendapat kebanyakan ulama. Demikian juga dalam madzhab kami (haram), jika dia bermain dg orang yg meyakini keharamannya, atau diiringi dengan taruhan, atau sampai melalaikan dari shalat, atau ada cela mencela dan semisalnya dari perbuatan keji yg dilakukan pemain. Jika tidak, maka hukumnya makruh."

(Hal.101)


Beliau juga berkata;

علم مما مر أن محل القول يالإباحة أو الكراهة ما لم تكن بيادق الشطرنج ونحوها مصورة، كلها أو بعضها، ولو واحدا بصورة حيوان وإلا حرم اللعب به لأن فيه تعظيما له

"Diketahui dari sebelumnya, bahwa kebolehan atau kemakruhan ini berlaku, selama bidak caturnya tidak berbentuk hewan; seluruh atau sebagian. Jika tidak, maka haram hukumnya; karena ada sisi ta'dzīm kepadanya."

(Hal.112)


KESIMPULAN

Pendapat mu'tamad madzhab Syafiiyyah. Permainan catur hukum asalnya makrūh tanzīh (dekat kepada mubāh). Dan bisa jadi haram jika diiringi atau berdampak pada hal haram. Termasuk hal haram;

1. Ada taruhan

2. Melalaikan dari ibadah

3. Ada ucapan² buruk

4. Bidak berbentuk hewan


***

KAIDAH PERMAINAN CATUR & DADU

Dari permainan dadu (haram) dan catur (makruh) ada kaidah yg ditelurkan oleh para fuqoha. Yg kaidah ini diinisiasi oleh Abu Hāmid Al-Isfirōyīni dalam ta'liqoh-nya, dan disetujui oleh Al-Rōfi'i;


Permainan yg ada unsur berfikir dan perhitungan, tidaklah haram diqiyaskan pada catur. Sedang permainan yg ada unsur gambling, untung-untungan, dan takhmīn (tebakan) maka haram; diqiyaskan pada dadu.

(Hal.117)


Olehnya diantara permainan yg diharamkan dg kaidah ini, diantaranya;

• Permainan Al-Hizzah wal Qirq

• Permainan Al-Thōb wad Dakk

• Permainan Al-Kanjafah (remi)

(Hal.116-118)


Komentar;

Maka, bisa kita ketahui dari kaidah ini;

• Permainan yg ada tebakan & untung-untungan, hukumnya haram. Seperti ular tangga, tebak lempar dadu, kartu uno, remi, domino, dan lainnya.

• Dan yg tidak ada namun ada unsur berfikirnya, maka makruh. Seperti sudoku, SOS, dan lainnya.


***

Lomba Merpati

Pendapat mu'tamad dalam madzhab Syafii, hukum asalnya ada makrūh tanzīh, dg syarat tidak diiringi hal haram; seperti taruhan dan semisalnya. Berkata Ibnu Hajar;


قال الشيخان، وعبارة للرافعي؛ اتخاذ الحمام للبيض والفرخ أو الأنس أو حمل الكتب جائز بلا كراهة. أما اللعب به بالتطيير والمسابقة ففيه وجه أن حكمه كذلك لأن فيه تعليمها وترشيحها لإنهاء الأخبار. والظهار وعبارة الروضة؛ والصحيح أنه مكروه كالشطرنج

"Disampaikan oleh Imam Al-Rōfi'ī dan Imam Al-Nawawī. Dalam ibarotnya Al-Rōfi'i; kalau merpati digunakan untuk diambil telurnya, ditetaskan, dipelihara sebagai hiburan, membawa surat, maka boleh tidak makruh. Jika dipakai permainan dg diterbangkan dan lomba, maka ada satu pendapat hukumnya juga sama. Karena ada sisi pelatihan untuk menyebarkan informasi. (-selesai) Dan yg tampak, serta ibarot Al-Roudhoh; dan yg shahih, bahwa hukumnya makruh seperti catur. (-selesai)

(Hal.120)


***

Lomba Lari, Gulat, dan Semisalnya

Hukum asalnya adalah boleh, dengan syarat tidak ada uang yg dipertaruhkan. Karena hal tersebut pernah dilakukan Nabi dengan Aisyah, dan dengan Abu Rukānah. Wallahu ta'ala a'lam.


Dengan demikian, selesai serial bedah kitab Kaff Ar-Ro'ā' karya Imam Ibnu Hajar Al-Haitami. Semoga menjadi ilmu yg bermanfaat bagi penulis dan pembaca. Āmīn.


***

Serial bedah kitab Kaff Ar-Ro'a | Chapter 8 (Khatam)

Karya Imam Ibnu Hajar Al-Haitamiy As-Syafi'iy (w.974 H) 


Jombang, 7 Oktober 2025

Danang Santoso

| Alumni Mahad Aliy Al-Aimmah Malang

| Santri Mahad Nawawi Takhossus Fiqh Syafii

| Founder & Pengasuh Fiqhgram

Jumat, 03 Oktober 2025

,


TANYA:

Bismillah 

Ustaz, izin bertanya ustaz, bagaimana definisi yang benar mengenai ikhtilath diantara guru-guru dalam sebuah lembaga pendidikan, ustaz?

Hamba Allah, 08228349xxxx


JAWAB:

Makna dari ikhtilat adalah keberadaan antara laki-laki dan wanita lebih dari satu di tempat yg sama tanpa penyekat. Maka, hukumnya adalah mubāh (lihat disini). Namun, hukum mubāh ini dengan beberapa catatan;


Pertama, tidak diperbolehkan adanya kholwah (berduaan hanya antara lelaki dg perempuan di tempat yg tidak dijangkau pandangan manusia). Landasannya, sabda Nabi shallallahu alaihi wa sallam;


لَا يَخْلُوَنَّ رَجُلٌ بِامْرَأَةٍ؛ فَإِنَّ ثَالِثَهُمَا الشَّيْطَانُ

"Tidaklah seorang lelaki berduaan dg seorang wanita, kecuali yg ketiga adalah setan."


Dan kholwat ini ada perincian, sebagaimana dijelaskan oleh para fuqoha;


• Jika dia seorang wanita, maka tidak berduaan dg lelaki; baik 1 lelaki, 2 lelaki, sampai 3 lelaki, dan masih dianggap kholwat. Karena sisi ittihām bi wuqū' al-mafsadah (perkiraan terjadi mafsadah) lebih besar.


• Jika dia seorang lelaki, maka jika seorang wanita ditemani wanita yg lainnya, maka sudah tidak termasuk kholwat. Karena 'adam al-mafsadah ghōliban (secara umum, tidak memunculkan mafsadah), karena wanita punya rasa malu dg sesama wanita.


Imam Nawawi (w.676 H) berkata;


والمشهور جواز خلوة رجلٍ بنسوةٍ لا محرم له فيهن؛ لعدم المفسدة غالبًا؛ لأن النساء يستحين من بعضهن بعضًا في ذلك

"Pendapat masyhūr dalam madzhab, kebolehan seorang lelaki bersama dg para wanita yg bukan mahramnya; karena ketiadaan mafsadah pada umumnya. Karena para wanita saling memilki rasa malu, antara satu dg lainnya."

[ Al-Majmū' Syarh Al-Muhadzdzab. Dārul Fikr. (7/86) ]


Syaikh Sulaiman Al-Jamal (w.1204 H) menyatakan;


يجوز خلوة رجلٍ بامرأتين ثقتين يحتشمهما، وهو المعتمد

"Boleh bagi seorang lelaki, bersama dua oramg wanita yg tsiqoh (terpercaya penjagaan dirinya) yg lelaki itu punya rasa malu terhadap keduanya, dan ini pendapat mu'tamad."

[ Hāsyiyah Al-Jamal 'ala Syarh Al-Manhaj. Dārul Fikr. (4/466) ]


Adapun sabda Nabi shallallahu alaihi wa sallam;


لا يَدْخُلَنَّ رَجُلٌ بَعْدَ يَومِي هذا علَى مُغِيبَةٍ، إلَّا ومعَه رَجُلٌ أوِ اثْنَانِ

"Tidak boleh seorang lelaki setelah hari ini, menjumpai seorang wanita kecuali ditemani seorang laki-laki lain, atau dua orang lainnya." [ HR.Muslim (2173) ]


Maka Imam An-Nawawi (w.676 H) menjelaskan;


ثم إن ظاهر هذا الحديث جواز خلوة الرجلين أو الثلاثة بالأجنبية، والمشهور عند أصحابنا تحريمه، فيتأول الحديث على جماعةٍ يبعد وقوع المواطأة منهم على الفاحشة لصلاحهم أو مروءتهم أو غير ذلك، وقد أشار القاضي إلى نحو هذا التأويل

"Lalu, dhōhir dari hadits ini menunjukkan bolehkan dua atau tiga orang lelaki bersama seorang wanita ajnabiyyah. Sedang pendapat yg masyhūr fuqoha Syafi'iyyah; hal ini diharamkan (tetap sehukum dg kholwat, bukan ikhtilat -edt). Maka, hadits ini ditakwilkan jika ini terjadi dari kelompok orang yg tidak mungkin terjadi kesepakatan untuk melakukan perbuatan keji; karena kesalihan dan murū'ah, atau semacamnya. Sebagaimana telah diisyaratkan oleh Al-Qōdhī tentang takwil semacam ini."

[ Syarh Shohīh Muslim. Al-Mathba'ah Al-Mishriyyah, Al-Azhar. (14/155) ]


Kedua, harus menutup aurot secara sempurna. Maka, jika wanitanya tidak menutup aurot, diharamkan adanya ikhtilath. Dalilny, firman Allah ta'ala;


وَإِذَا سَأَلْتُمُوهُنَّ مَتَاعًا فَاسْأَلُوهُنَّ مِنْ وَرَاءِ حِجَابٍ﴾ [الأحزاب: 53]

"Dan jika kalian meminta kepada para wanita atas suatu benda, maka mintalah dari balik hijabnya."

[ QS Al-Ahzab ayat 53 ]


Juga hadits;


أنَّ أسماءَ بنتَ أبي بكرٍ دخلتْ على النَّبيِّ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم وعليها ثيابٌ رقاقٌ فأعرض عنها وقال يا أسماءُ إنَّ المرأةَ إذا بلغتِ المحيضَ لم تصلحْ أن يُرَى منها إلَّا هذا وأشار إلى وجهِه وكفِّه

"Bahwa Asmā binti Abi Bakr menemui Nabi shallallahu alaihi wa sallam, dan dia memakai pakaian yg tipis, maka beliau pun berpaling darinya. Dan bersabda ((Wahai Asmā, sesungguhnya wanita jika sudah haid, tidak layak terlihat darinya kecuali ini -beliau berisyarat kepada wajah dan telapak tangan-))."

[ HR.Abu Dawud (4104) ]


Ketiga, harus saling menjaga pandangan baik yg laki-laki ataupun wanita. Tidak boleh memandang secara terus menerus, hanya sekilas yg kiranya dibutuhkan. Allah ta'ala berfirman;


قُلْ لِلْمُؤْمِنِينَ يَغُضُّوا مِنْ أَبْصَارِهِمْ

"Katakan kepada para lelaki mukmin untuk menundukkan pandangan mereka."


Dan Allah ta'ala juga berfirman;


وَقُلْ لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ

"Dan katakan pula pada para wanita mukminah hendaknya menundukkan pandangan mereka."

[ QS An-Nūr ayat 30-31 ]


Keempat, menjaga jarak sehingga tidak terjadi sentuhan antara laki-laki dan wanita. Karena Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda;

لأن يطعن في رأس رجل بمخيط من حديد خير له من أن يمس امرأة لا تحل له

"Sungguh, kepala seseorang ditusuk dg jarum dari besi lebih baik daripada menyentuh wanita yg bukan mahramnya."

[ HR.At-Thobrōni dalam Al-Kabīr (20/212) ]


Kesimpulan, hukum asalnya ikhtilāth (campur baur antara laki-laki dengan wanita) adalah boleh, apalagi jika ada kebutuhan seperti rapat sekolah, di kendaraan umum, pasar, dan semisalnya. Namun, dengan tetap memperhatikan syarat-syaratnya. Wallahu ta'ala a'lam.


***

Jombang, 4 Oktober 2025

Danang Santoso

• Alumni Mahad Aliy Al-Aimmah

• Santri Mahad Nawawi Takhossus Fiqh Syafii

• Pengasuh Fiqhram

Minggu, 21 September 2025

,

Pada dasarnya, mewarnai rambut dengan warna hitam adalah terlarang. Dalilnya, diantaranya hadits Jabir radhiyallahu anhu;


أُتِيَ بأَبِي قُحَافَةَ يَومَ فَتْحِ مَكَّةَ وَرَأْسُهُ وَلِحْيَتُهُ كَالثَّغَامَةِ بَيَاضًا، فَقالَ رَسولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عليه وَسَلَّمَ: غَيِّرُوا هذا بشيءٍ، وَاجْتَنِبُوا السَّوَادَ

"Abu Quhafah datang kepada Nabi shallallahu alaihi wa sallam pada hari Fathu Makkah, dalam kondisi rambut dan jenggot yang beruban seperti pohon tsughomah. Maka Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam menyatakan ((Rubahlah warna rambut ini dengan sesuatu, dan hindari warna hitam))." [ HR.Muslim (2102) ]


Berangkat dari hadits ini, para fuqoha silang pendapat mengenai hukum mewarnai rambut dengan warna hitam. Menjadi dua pendapat;


Pendapat pertama, menyatakan hukumnya adalah makruh. Karena hal ini masuk ranah 'adat dan bukan ibadah. Dan juga, bahwa diriwayat sebagian sahabat ada yang mewarnai rambutnya dengan warna hitam. Dan ini pendapat dari madzhab Hanafiyah, Malikiyyah, dan Hanabilah. (Lihat disini)


Pendapat kedua, menyatakan hukumnya adalah haram. Dan ini adalah pendapat mu'tamad (resmi) dalam madzhab Syafii. Dalam Busyrol Karim Syarh Masail Ta'lim (2/131) dikatakan;


(و يحرم تسويد الشيب) ولو لامرأة كما في الشرح وغيره، لكن قال الشهاب الرملي في شرح الزبد وتبعه ابنه في شرحها؛ يجوز لها بإذن حليلها لأن فيه تزيينا لها وقد أذن لها. قال فيه؛ ويحرم على الولي خضب شعر الصغير ولو أنثى إذا كان أصهب بالسواد لما فيه من تغيير الخلقة، قال الكردي؛ وهو مفهوم كلام حج السابق أي في الشرح. اه‍ نعم يجوز بالسواد في الجهاد لإرهاب العدو

"(Dan haram hukumnya mewarnai uban dengan warna hitam) meskipun untuk wanita, sebagaimana dalam syarh (Manhajul Qowim edt) dan selainnya. Akan tetapi Syihabuddin Al-Romli dalam syarh Az-Zubad, serta anaknya (Syamsuddin Al-Romli -edt) menyatakan tentang wanita; boleh bagi wanita jika dengan izin suaminya, karena ada sisi berhias diri untuk suami. Beliau berkata; Dan diharamkan bagi wali untuk mewarnai rambut anak dengan hitam meskipun dia perempuan ketika rambutnya putih kemerahan; karena ada sisi merubah ciptaan Allah ta'ala. Berkata Al-Kurdi; ini diambil dari mafhum (logika terbalik) dari ucapan Ibnu Hajar yang telah lalu dalam syarah. (-selesai nukilan) Namun boleh mewarnai dengan warna ketika jihad untuk menakuti musuh."


Maka, dalam madzhab Syafiiyyah, hukum asal mewarnai rambut adalah haram. Namun bisa menjadi boleh, ketika;


a) Istri sesuai izin suaminya.

b) Laki-laki ketika akan berangkat menuju peperangan (jihad).


Jika dikatakan, bukankah mewarnai rambut adalah masuk dalam ranah adat. Sedangkan, perintah dalam adat hukumnya adalah sunnah. Maka lawannya adalah makruh. Maka, apa yang membuat hukumnya meninggkat sebagai haram ?

Jawabannya, karena dalam perkara ini ada ancaman yang nyata dengan tidak masuk surga, bagi orang yang mewarnai dengan warna hitam. Dan ancaman semacam ini, termasuk indikasi bahwa hal tersebut adalah dosa, bahkan bisa jadi dosa besar. Dalma hadits Ibnu Abbas radhiyallahu anhu secara marfu';

يَكونُ قومٌ يخضِبونَ في آخرِ الزَّمانِ بالسَّوادِ كحواصلِ الحمامِ لا يريحونَ رائحةَ الجنَّةِ

"Akan ada sekelompok orang di akhir zaman, dan mewarnai dengan warna hitam seperti leher merpati. Mereka tidak akan mendapati bau surga." [ HR.Abu Dawud (4212) ]


***

Kesimpulan, yang lebih berhati-hati dalam hal ini adalah pendapat madzhab Syafiiyyah yang menyatakan bahwa mewarnai rambut dengan warna hitam adalah haram, kecuali dalam beberapa kondisi. Wallahu ta'ala a'alam.


Jombang, 21 September 2025

Danang Santoso

Minggu, 14 September 2025

,

Dalam internal madzhab Syafiiy juga ulama di luar madzhab, para fuqoha terbagi menjadi dua pendapat. Pendapat pertama menyatakan, hukumnya adalah haram. Dan ini pendapat Al-Millibāriy penulis Fathul Mu'īn, Al-Adzro'iy, Al-Halīmiy, Al-Qoffāl As-Syāsyi, serta yg nampak dari nash Imam Syafii dalam Al-Umm. Sebagaimana disampaikan oleh Sayyid Al-Bakriy;


واعترضه ابن الرفعة في حاشية الكافية بأن الشافعي رضي الله عنه نص في الأم على التحريم. قال الزركشي: وكذا الحليمي في شعب الإيمان. وأستاذه القفال الشاشي في محاسن الشريعة. وقال الأذرعي: الصواب تحريم حلقها جملة لغير علة بها، كما يفعله القلندرية

"Ibnu Rif'ah membantahnya dalam Hasyiyah Al-Kāfi bahwa Imam Syafii dalam kitabnya Al-Umm menyatakan haram. Az-Zarkasyi menyatakan; demikian pula pendapat Al-Halīmiy dalam Syu'abul Imān, serta gurunya Al-Qoffāl As-Syāsyiy dalam Mahāsin As-Syarī'ah. Al-Adzro'iy menyatakan; yg benar adalah haram mencukur habis jenggot tanpa ada alasan, sebagaimana yg dilakukan sekte Al-Qolandariyyah." [ I'anatut Tholibīn (2/386) ]


Dalam Fathul Mu'i disebutkan;


 ويحرم حلق لحية

"Dan haram mencukur habis jenggot."


***

Dalil pendapat ini, adalah dhohir sabda Nabi shallallahu alaihi wa sallam;

أحْفُوا الشَّوارِبَ وأعْفُوا اللِّحى

"Tipiskanlah kumis-kumis dan biarkanlah jenggot-jenggot." [ HR.Muslim (259) ]


Dalam redaksi yg lain;


خَالِفُوا الْمُشْرِكِينَ، وَفِّروا اللِّحى، وأحْفُوا الشَّوارِبَ

"Selisihilah orang-orang musyrik, panjangkan jenggot, dan pendekkan kumis-kumis." [ HR.Bukhari (5892) ]


Sisi pendalilannya, bahwa hadits-hadits ini memerintahkan untuk membiarkan jenggot. Dan hukum asal perintah bermakna wajib. Maka, menyelisihi kewajiban adalah haram.


***

Pendapat kedua dalam madzhab, bahwa mencukur jenggot hukumnya adalah makruh, bukan haram. Dan ini adalah pendapat mu'tamad dalam madzhab Syafii dan sebagian ulama lain. Sebagaimana ini adalah pendapat Imam Nawawi, Imam Rofi'i, Syaikhul Islam Zakariya, Ibnu Hajar, Khothib Syirbini, dan Ar-Romliy. Yang kesemuanya adalah para pentahqīq madzhab. Hal ini, sebagaimana disampaikan oleh Sayyid Bakriy;


(قوله: ويحرم حلق لحية) المعتمد عند الغزالي وشيخ الإسلام وابن حجر في التحفة والرملي والخطيب وغيرهم: الكراهة.

"(Dan ucapannya: dan haram mencukur jenggot), pendapat mu'tamad menurut Al-Ghozaliy, Syaikhul Islam, Ibnu Hajar dalam At-Tuhfah, Ar-Romli, Khothib, dan selainnya; adalah makruh." [ I'anatut Tholibīn (2/386) ]


Juga beliau nukilkan yg lainnya;


(فائدة) قال الشيخان: يكره حلق اللحية

"Berkata syaikhon (Rofiiy dan Nawawi); dimakruhkan mencukur jenggot." [ Idem ]


***

Dalil pendapat kedua ini, diantaranya;


Pertama, bahwa perintah memanjangkan jenggot dalam hadits-hadits yg disebutkan, tidak bermakna wajib; akan tetapi dibawa ke rana sunnah. Hal ini dengan faktor pemaling (shōrif) dari hukum wajib, dua hal:

a. Perkara jenggot itu masuk dalam ranah 'ādāt dan bukan ibādāt. Maka, hukum asal dalam 'ādāt adalah mubah. Dan kalau ada perintah dalam hal 'ādāt, hukum asalnya adalah sunnah.

b. Penyebutan perintah memanjangkan jenggot, disebutkan dan dikelompokkan dengan perkara-perkara lain yg hukumnya sunnah. Seperti mencukur kumis. Dan kita tahu, memanjangkan kumis, tidak dihukumi haram. Maka disini, masalah yg sama hukumnya, dikumpulkan dalam satu hadits.


Kedua, riwayat dari sahabat Ibnu Umar radhiyallahu anhuma;


رأيتُ ابنَ عمرَ يقبِضُ علَى لحيتِهِ فيقطعُ ما زادَ علَى الكَفِّ

"Aku melihat Ibnu Umar radhiyallahu anhuma menggenggam jenggotnya, lalu mencukur yg melebihi genggaman telapak tangannya." [ HR.Abu Dawud (11) ]


Seandainya mencukur jenggot itu haram, tidak mungkin sahabat yg mulia Ibnu Umar berani mencukur jenggotnya. Dimana beliau yg terkenal sebagai salah satu sahabat yg sangat mengikuti Nabi shallallahu alaihi wa sallam.


***

KESIMPULAN

Dari pemaparan di atas, kami membuat sebuah kesimpulan dalam beberapa poin;

Pertama, hukum mencukur jenggot adalah makruh sesuai pendapat mu'tamad madzhab Syafiiy, sesuai dg kuatnya hujjah dan penalaran yg disampaikan, menurut henat penulis.

Kedua, meskipun hukumnya makruh, tetap saja seorang muslim tetap menjaga jenggotnya. Karena dia adalah salah satu identitas pribadi muslim, dari generasi ke generasi. Wallahu ta'ala a'lam.


Jombang, 15 September 2025

Danang Santoso

• Alumni Mahad Aliy Al-Aimmah

• Santri Mahad Nawawi Takhossus Fiqh Syafii

• Pengasuh Fiqhgram

,

Pertanyaan ;

Assalamualaikum, ustadz mau tanya terkait muamalah.

Kita beli voucher di surya mart untuk dibagikan ke anggota. Tetapi kita tidak tahu voucher itu digunakan atau tidak sama anggota. Hukum buat *****mart apabila voucher yg kita beli tidak sama dengan voucher yg dipakai oleh anggota seperti apa mohon penjelasannya?

Voucher yang kita beli tersebut ada masa expirednya selama 3 bulan dari tanggal pembelian.

Hamba Allah, Mojokerto

***

Jawaban :

Waalaikumussalam warohmatullah wabarokatuh. Bismillah wassholatu wassalamu ala Rasulillah. Amma ba'du,

Mengenai voucher belanja, kami ingin sampaikan bahwa hal tersebut hukum asalnya adalam mubah (boleh). Dan ini sudah kami tuliskan penjelasan lengkapnya disini. Namun perlu kiranya kami jelaskan detail lain dalam masalah ini;

Pertama, voucher dijual dengan harga yang sama dengan nilai pembelian yang bisa dibeli dengan voucher. Misal, seseorang beli voucer belanja seharga Rp 100.000, dan dia bisa membeli dengan voucher itu, barang dengan nilai yang sama. Maka ini tidak mengapa. Alasannya, karena hukum asal muamalah adalah mubah (mubah) sampai ada alasan pelarangan. Sedangkan disini tidak ada alasan pelarangan.

Kedua, voucher bukan untuk membeli barang, tapi sebagai pemberi manfaat untuk mendapatkan diskon barang (bithoqoh takhfidh). Maka dia memiliki dua kondisi;

1. Jika voucher diskon ini dijual dengan harga tertentu, maka ini diharamkan. Karena ada sisi ghoror (spekulasi tinggi). Dimana jika kartu dimanfaatkan, maka konsumen untung. Jika tidak dipakai, maka konsumen akan rugi.

2. Jika voucher diskon ini diberikan secara cuma-cuma, maka diperbolehkan. Karena ini sebagai bentuk pemberian (hibah) dari penjual kepada konsumen.

3. Jika voucher diberikan dengan membayar biaya cetak voucher atau kartu, maka disini ada sisi syubhat. Dan yang difatwakan, maka bentuk ketiga ini juga hendaknya dijauhi.

***
Dari sini kita tahu, bahwa secara asal model voucher yang ditanyakan di atas, masuk dalam kategori voucher pertama. Maka secara asal hukumnya diperbolehkan; baik dipakai untuk dirinya sendiri maupun diberikan sebagai hadiah kepada orang lain. Landasan dalam hal ini, adalah firman Allah ta'ala;

وَاَحَلَّ اللّٰهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبٰواۗ
"Dan Allah halalkan jual beli dan mengharamkan riba." [ QS Al-Baqarah ayat 275 ]

Namun, yang perlu diperhatikan juga dari pertanyaan di atas, adalah keberadaan masa berlaku dari voucher terebut. Maka ini masuk dalam kategori ghoror. Dan kalau kita merujuk kepada stadart AAOIFI (1/782), disebutkan parameter ghoror yang merusak akad adalah;

Pertama, ghoror berlaku dalam akad ekonomi bukan akad sosial.

Kedua, ghoror (spekulasi) memiliki nilai yg cukup tinggi.

Ketiga, ghoror ada dalam objek akad secara asal.

Keempat, tidak ada hajat (kebutuhan) secara syari yang membolehkannya.

Maka semua karakter ghoror yang merusak akad ini, terterapkan pada batasan masa aktif voucher yang ditanyakan. Jika tidak dipakai, sampai batas waktu yang ditentukan, konsumen akan rugi karena dia membayar uang tanpa timbal balik apapun. Sedangkan dalam hadits yang shahih, disebutkan;

نَهَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ بَيْعِ الْحَصَاةِ وَعَنْ بَيْعِ الْغَرَرِ
"Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam melarang dari jual beli hashoh (jual beli dengan lempar batu) dan jual beli ghoror (spekulasi tinggi)." [ HR.Muslim (1513) ]

Disisi lain, dalam aturan jual beli tidak boleh ada syarat berbatas waktu. Jual beli dianggap sah jika tanpa ada batas waktu (عدم التأقيت), sebagaimana dalam kitab Al-Yaqūt An-Nafis dan kitab fikih yg lainnya.


***
Kesimpulan dari pertanyaan di atas, jawabannya adalah bahwa transaksi yang dilakukan tidak sah karena ada unsur ghoror pada batas waktu (limit) yg diberikan. Wallahu ta'ala a'lam.


Mojoketo, 13 September 2025
Danang Santoso
• Alumni Mahad Aliy Al-Aimmah Malang
• Mahasiswa Mahad Nawawi Takhossus Fiqh Syafii
• Founder & Pengasuh Fiqhgram


***
Referensi : 
2. Ketetapan Dewan Fatwa Ulama Yordania, No.138 3/2010
3. Al-Ma'ayir As-Syar'iyyah. AAOIFI. Safar 1439 H/ November 2018 M.
4. www.abuharits.com
5. Al-Yāqūt An-Nafīs fi Madzhab Ibn Idrīs. Ahmad bin Umar As-Syatiri (w.1360 H)