Sebelum kita bahas hal ini, perlu dudukkan dahulu mana titik kesepakatan, dan mana titik perselisihannya (tahrīr mahallin nizā').
Pertama, ulama sepakat bahwa meski hari raya di hari jumat, tetap harus ada pelaksanaan shalat jumat.
Kedua, ulama sepakat bahwa orang yg tidak hadir shalat jumat, dia tetap shalat dhuhur.
Ketiga, ketika sudah ada pelaksanaan shalat jumat yg sah di sebuah tempat, lalu apakah sebagian warga lain tetap wajib hadir jumat ? Maka disinilah perselisihan muncul.
***
Pembahasan ini akan kita mulai, dari sebuah hadits yg diriwayatkan dari Abu Ubaid, dia mengatakan;
ثمَّ شهدتُ مع عُثمانَ بنِ عَفَّانَ، فكان ذلك يومَ الجُمُعةِ، فصلَّى قبْل الخُطبةِ، ثم خطَبَ فقال: يا أيُّها الناسُ، إنَّ هذا يومٌ قد اجتمَعَ لكم فيه عِيدانِ؛ فمَن أحبَّ أن يَنتظِرَ الجُمُعةَ مِن أهلِ العوالي فليَنتظرْ، ومَن أحبَّ أنْ يَرجِع فقدْ أَذِنْتُ له
"Saya hadir bersama Ustman bin Affan radhiyallahu anhu (shalat ied), dan saat itu adalah hari jumat. Maka beliau shalat ied sebelum khutbah, lalu beliau berkhutbah, dan mengatakan; ((Wahai manusia, hari ini terjadi dua hari raya. Maka, siapa yg ingin menunggu jumat dari para penduduk pinggiran kota, maka silahkan menunggu. Dan siapa yang menginginkan untuk kembali ke rumah, silahkan saya izinkan." [ HR.Bukhari (5571) ]
Juga hadits Iyyas bin Romlah As-Syami, dia mengatakan;
شهدتُ معاويةَ بنَ أبي سُفيانَ وهو يَسألُ زيدَ بن أرقمَ، قال: أشهدتَ مع رسولِ اللهِ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم عِيدَينِ اجتمعَا في يوم؟ قال: نعمْ، قال: فكيفَ صنَعَ؟ قال: صلَّى العِيدَ ثمَّ رخَّصَ في الجُمُعةِ، فقال: ((مَن شاءَ أنْ يُصلِّيَ، فليصلِّ))
"Aku bersama Muawiyyah bin Abi Sufyan radhiyallahu anhuma, beliau bertanya kepada Zaid bin Arqom radhiyallahu anhu; 'Apakah engkau pernah bersama Nabi shallallahu alaihi wa sallam mendapati dua hari raya dalam satu hari ?' Beliau menjawab; 'Iya.' Beliau bertanya; 'Apa yg beliau lakukan ?', beliau menjawab; 'Beliau shalat ied lalu beliau memberi keringanan bagi shalat jumat, sembari berkata ((Siapa yg ingin shalat jumat, silahkan shalat))." [ HR.Abu Dawud (1070), Ibnu Majah (1310) ]
Dari atsar ini, maka seolah memberikan isyarat, bahwa orang yg sudah shalat ied; maka tidak wajib shalat jumat. Karena diizinkan pulang ke kampungnya, dan tidak menunggu shalat jumat di masjid Nabawi. Namun, kita sampaikan, keringanan tidak hadir shalat jumat di atas berlaku, karena mereka adalah penduduk pinggiran kota Madinah di zaman itu (ahlul quro wal 'awāliy). Yang mana, jaraknya cukup jauh dari tempat tinggal mereka ke masjid Nabawi. Sehingga, akan menjadi berat jika hadir kembali lagi.
***
Dalam madzhab Syafii sendiri, Imam Nawawi (w.676 H) dalam Al-Majmū' (4/491);
اما الأحكام فقال الشافعي والأصحاب إذا اتفق يوم جمعة يوم عيد وحضر أهل القرى الذين تلزمهم الجمعة لبلوغ نداء البلد فصلوا العيد لم تسقط الجمعة بلا خلاف عن أهل البلد وفي أهل القرى وجهان الصحيح المنصوص للشافعي في الأم والقديم أنها تسقط، (والثاني) لا تسقط
"Adapun tentang hukum, maka Imam Syafii dan ulama Syafiiyyah menyatakan; jika hari jumat bertepatan dengan hari ied, lalu disitu penduduk kampung yang hadir yang mana suara adzan mencapai tempat mereka, dan mereka ikut shalat ied. Maka kewajiban jumat tidak gugur bagi penduduk kota. Adapun penduduk kampung, maka ada dua wajh (pendapat) dalam madzhab.
Pendapat pertama, gugur kewajiban hadir jumat sesuai pendapat yg shahih dan disebutkan Imam Syafii dalam Al-Umm dan qoul qodimnya.
Pendapat kedua, tetap wajib jumat."
Lebih jelas lagi, dalam Roudhotut Tholibin (2/79), Imam Nawawi (w.676 H) menjelaskan;
إذا وافق يوم العيد يوم جمعة، وحضر أهل القرى الذين يبلغهم النداء لصلاة العيد، وعلموا أنهم لو انصرفوا لفاتتهم الجمعة، فلهم أن ينصرفوا، ويتركوا الجمعة في هذا اليوم على الصحيح المنصوص في القديم والجديد. وعلى الشاذ: عليهم الصبر للجمعة.
"Jika hari ied bertepatan di hari jumat, dan penduduk kampung yang mendengar panggilan shalat ied, dan mengetahui bahwa kalau mereka kembali ke kampungnya, mereka tidak akan mendapatkan jumat. Maka boleh bagi mereka kembali ke kampungnya dan meninggalkan shalat jumat di hari tersebut, sesuai pendapat yang shahih terdapat dalam qoul qodim dan jadid. Adapun pendapat yg syadz (lemah) dalam madzhab; harus tetap sabar menunggu sampai pelaksanaan shalat jumat."
Khothib Syirbini (w.977 H) dalam Mughnil Muhtaj (1/539) mengatakan;
ولو وافق العيد يوم جمعة فحضر أهل القرية الذين يبلغهم النداء لصلاة العيد ولو رجعوا إلى أهلهم فاتتهم الجمعة فلهم الرجوع وترك الجمعة يومئذ على الأصح
"Seandainya hari ied bertepatan dengan hari jumat, lalu orang-orang kampung yg mendengar seruan ied ikut hadir. Seandainya mereka kembali, maka akan terlewat shalat jumat; maka boleh mereka pulang dan meninggalkan shalat jumat di hari itu, menurut pendapat yg paling shahih."
Syamsuddin Ar-Romli (w.1004 H) dalam Nihayatul Muhtaj (2/291) pun berkesimpulan dari hasil tahqīq-nya dengan mengatakan;
ولو وافق العيد يوم الجمعة فحضر أهل القرية الذين بلغهم النداء لصلاة العيد فلهم الرجوع قبل صلاتها وتسقط عنهم وإن قربوا منها وسمعوا النداء وأمكنهم إدراكها لو عادوا إليها لخبر «من أحب أن يشهد معنا الجمعة فليفعل ومن أحب أن ينصرف فليفعل» رواه أبو داود
"Jika hari ied bertepatan dengan hari jumat, dan penduduk kampung (pinggiran kota) yang mendengar seruan untuk shalat ied hadir, maka boleh bagi mereka kembali ke kampungnya setelah shalat, dan tidak wajib hadir jumat. Meski dekat dengan pelaksanaan jumat, bisa mendengar adzan, bisa mengejar waktu untuk bisa hadir. Landasannya hadits ((Siapa yg hadir shalat jumat bersama kami, silahkan lakukan. Dan siapa yg ingin pulang, silahkan pulang)), hadits riwayat Abu Dawud."
***
Dari beberapa literatur di atas, bisa kita lihat. Bahwa dalam madzhab Syafiiyyah di kasus ini, membagi jamaah shalat menjadi dua; penduduk kota dan penduduk desa. Dimana, penduduk kota di zaman itu adalah orang yang tinggal dekat dengan masjid Nabawi. Maka mereka wajib datang ke masjid untuk shalat jumat. Adapun penduduk desa, adalah orang yang tinggalnya lumayan jauh dari masjid Nabawi. Yang mana, kalau mereka harus pergi ke masjid Nabawi di pagi hari untuk shalat ied, lalu kembali lagi pulang ke rumah lalu kembali lagi ke masjid Nabawi untuk shalat jumat; hal tersebut menjadi perkara yang memberatkan. Atau diharuskan menunggu di masjid Nabawi sampai shalat jumat, maka juga memberatkan. Alasan masyaqqah ini juga sudah disampaikan oleh Syamsuddin Ar-Romli mengatakan dalam Nihayatul Muhtaj (2/79);
ولأنهم لو كلفوا بعدم الرجوع أو بالعود إلى الجمعة لشق عليهم والجمعة تسقط بالمشاق
"Dan karena seandainya penduduk kampung diperintahkan untuk tetap menunggu di masjid, atau boleh kembali ke rumah dan harus kembali lagi ke masjid untuk shalat jumat, akan memberatkan mereka. Dan kewajiban shalat jumat gugur dengan adanya kesulitan."
***
Maka dari sini, bisa kita simpulkan dalam beberapa point;
Pertama, kebolehan orang yang hadir shalat ied untuk shalat jumat di zaman Nabi shallallahu alaihi wa sallam berlaku ketika ada alasan; yaitu jarak rumahnya ke masjid tempat shalat jumat jauh dan memberatkan, yang mereka ini adalah ahlul qoryah dan awali Madinah. Dan bukan mutlak untuk semua orang.
Kedua, jika di tarik ke ranah modern, hampir semua orang sekarang jarak tempat tinggalnya dengan masjid untuk pelaksanaan shalat jumat tidaklah terlalu jauh. Karena hampir di setiap kampung sudah memiliki masjid masing-masing. Maka, hampir bisa kita pastikan hari ini, bahwa orang yang hadir shalat ied, tetap wajib shalat jumat, karena tidak ada alasan berat untuk kembali ke masjid. Wallahu ta'ala a'lam.
Jombang, 5 Dzulhijjah 1446
Oleh Danang Santoso
Alumni Mahad Aly Al-Aimmah Malang & Santri Mahad Al-Nawawi Takhossus Fiqh Syafii